NovelToon NovelToon
Falling For My Stepbrother

Falling For My Stepbrother

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Selingkuh / Cinta Terlarang
Popularitas:972
Nilai: 5
Nama Author: Izzmi yuwandira

Hidup Jema berubah sejak ayahnya menikah lagi saat ia kelas 6 SD. Sejak itu, ia tinggal bersama ibu tiri yang semena-mena dan semuanya makin memburuk ketika ayahnya meninggal.

Saat SMA, ibu tirinya menikah dengan seorang duda kaya raya yang punya tiga putra tampan. Jema berharap hidupnya membaik… sampai ia melihat salah satu dari mereka: Nathan.

Musuh bebuyutannya di sekolah.
Cowok arogan yang selalu membuat hidupnya kacau.
Dan sekarang, jadi saudara tirinya.

Tinggal serumah membuat semuanya jadi lebih rumit. Pertengkaran mereka semakin intens, tetapi begitu pula perhatian-perhatian kecil yang muncul tanpa sengaja.

Di antara benci, cemburu, dan konflik keluarga perasaan lain tumbuh.
Perasaan yang tidak seharusnya ada.
Perasaan yang justru membuat Jema sulit bernapas setiap kali Nathan menatapnya lebih lama daripada seharusnya.

Jema tahu ini salah.
Nathan tahu ini berbahaya.
Tapi hati tetap memilh bahkan ketika logika menolak.

Karena siapa sangka, musuh bisa menjadi cinta pertama?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rumah tanpa ruang

Aroma nasi goreng memenuhi dapur kecil itu. Di tengah riuh pagi, seorang gadis berdiri di depan kompor dengan seragam sekolah yang sudah rapi, tak lupa dia memakai apron agar seragam sekolahnya tidak kotor, rambut ia kuncir sederhana.

Di belakangnya, suasana jauh berbeda.

Kedua saudari tirinya, Susan dan Selin sedang sibuk dengan dunia mereka sendiri. Ada yang memilih jepit rambut, ada yang mencari buku, ada yang sibuk memoles lip gloss sambil bercermin. Tawa mereka begitu memenuhi rumah. Bukan hanya itu, ibu bahkan juga turut membantu, mengambilkan tas, menata kerah, bahkan memuji betapa cantiknya kedua anak gadis itu hari ini.

Sementara Jema… Ia hanya memasak.

Begitu nasi goreng selesai, ia menghidangkannya di atas meja makan. Tidak lama kemudian, Susan, Selin, dan ibu mereka langsung duduk, menikmati sarapan sambil bercerita tentang aktivitas hari ini—pelajaran olahraga, latihan dance school, dan jam mereka akan pulang sekolah.

Semua tampak hidup dan ceria.

Tidak seperti Jema.

Ia berdiri di sudut dapur, tanpa ada satu pun yang menawarinya duduk.

Seperti biasanya, seolah kehadirannya hanya bagian dari furnitur rumah. Ada tapi tidak dianggap, atau mungkin furniture rumah juga jauh lebih berharga dari pada dirinya.

Mungkin memang dia yang tidak penting, dan tidak pernah menjadi bagian dari mereka.

Mungkin memang sejak dulu, Jema hanyalah orang luar yang kebetulan tinggal di rumah ini.

Saat Jema hendak memakai sepatunya, suara ibu terdengar.

“Jema? Kamu udah pesan taxinya belum?”

“Udah, Ma. Bentar lagi nyampe.”

Susan meletakkan sendoknya. “Mama, Susan udah kenyang…”

Selin ikut berdiri. “Selin juga udah, Ma.”

“Ya udah, kalau gitu tinggalin aja di meja. Kalian cepetan berangkat, nanti terlambat.”

Kedua saudari nya itu mencium pipi ibu, bermanja sambil tertawa kecil sebelum mengambil tas dan berlari keluar.

Sementara Jema hanya menunduk, merapikan tali sepatunya dan beranjak ke pintu depan. Tapi langkahnya terhenti saat suara ibu memanggilnya lagi.

“Jema!”

Jema menoleh, sedikit lelah. “Iya, Ma?”

“Seragam olahraga Susan ketinggalan di kamar. Tolong ambilin ya. Udah Mama masukin ke paper bag.”

Jema menahan napas. “Tapi aku mau berangkat, Ma. Kenapa nggak dia sendiri yang ambil?”

Ibu menghela napas, wajahnya kesal.

“Minta tolong apa susahnya sih? Kamu tuh nggak bisa banget ya kalau diminta tolong?”

Jema terdiam. Dadanya terasa sesak.

Ia tahu, kalau ia menolak—walau sedikit saja—itu akan jadi masalah panjang, dan bukan hanya itu, mungkin ibu akan menjambak rambutnya dan menyeretnya ke kamar lalu ia tidak akan dapat izin untuk sekolah.

“Udah, cepetan ambil sana! Malah diam aja di situ…”

Jema menahan napas. Tidak ada gunanya membalas. Dengan langkah malas dan hati yang sudah letih sejak pagi, ia menaiki tangga menuju kamar Susan. Paper bag itu tergeletak rapi di atas tempat tidur—seakan menunggu dirinya sejak tadi.

Ia mengambilnya cepat, lalu menuruni tangga dengan tergesa. Tapi begitu ia membuka pintu depan, Taxi yang ia pesan sudah pergi.

Jema tertegun. “Loh? Kok aku ditinggal sih?”

Ibu yang berdiri di ambang pintu menjawab santai, “Lagian kamu ngambilnya lama banget, sih. Kebiasaan. Kerja selalu lelet. Daripada terlambat, mendingan mereka pergi duluan daripada nungguin kamu, kan?”

“Tapi… aku yang pesan taxinya. Kok malah aku yang ditinggal…”

Ibu mendengus keras, seolah lelah menghadapi sesuatu yang menurutnya sepele.

“Astaga, tinggal pesan lagi apa susahnya si Jema? Kamu itu perhitungan banget ya! Seharusnya kamu tau diri—setelah Papa kamu meninggal, siapa yang ngurusin kamu?”

Kalimat itu.

Kalimat yang sudah terlalu sering ia dengar.

Jema meremas paper bag itu erat, jarinya bergetar. Dadanya terasa seperti ditusuk dari dalam. Walaupun ini bukan pertama kalinya ibu mengatakan hal seperti itu… rasanya selalu menyakitkan. Seperti luka yang sudah ditambal berkali-kali, tapi tetap saja bocor.

“Udah, mendingan kamu pesan lagi aja. Atau naik ojek. Dan jangan lupa antar seragam itu ke kelasnya Susan.”

Tanpa menunggu jawaban, ibu tirinya mendorong Jema keluar pintu gerbang. Satu dorongan dingin, satu langkah mundur yang membuat Jema hampir kehilangan keseimbangan.

BRUK.

Pintu gerbang ditutup langsung di depan wajahnya.

Rumah itu kembali tenang. Hanya Jema yang berdiri di luar dengan seragam yang mulai terkena embun pagi, membawa paper bag yang bukan miliknya.

Sendirian.

Seperti biasa.

Jema Aluna Pranaya, udah 1 tahun ayahnya meninggal dunia karena kecelakaan mobil. Saat itu ia masih duduk di bangku kelas 1 SMA. Dunianya benar-benar runtuh, karena ayah yang begitu ia cintai telah tiada. Hidup nya semakin sengsara ketika ia tinggal bersama ibu dan kedua saudari tirinya. Sejak ayahnya meninggal, semuanya berubah. Mereka semakin semena-mena, menganggap Jema seperti pembantu gratis yang setiap hari melayani mereka dirumah, semua pekerjaan rumah tangga dikerjakan oleh Jema. Kedua saudari tirinya yang manja hanya tau memerintah, marah-marah, bahkan selalu membuat Jema dimarahi dan dihukum oleh ibu.

Dan seperti hari ini, Jema selalu mengalah.

***

Jema turun dari ojek online dengan napas yang sedikit terburu, namun lega karena ia belum terlambat. Ia merapikan seragamnya, mengangkat paper bag berisi seragam olahraga Susan, lalu bergegas menuju gerbang sekolah yang masih terbuka.

Namun langkahnya terhenti begitu melihat sebuah mobil taksi online terparkir tak jauh dari gerbang. Supirnya menurunkan kaca dan memanggilnya.

“Dek! Dek, sini dulu!”

Jema mengerutkan kening. Apa lagi sih ini…

Ia mendekat dengan ragu.

“Iya, pak? Ada apa ya?”

Si supir mengusap tengkuknya, tampak bingung dan sedikit kesal.

“Ongkosnya belum dibayar, dek. Tadi yang naik bilang kamu yang bayarin.”

Jema melongo.

“Ha? Saya?”

Supir mengangguk mantap. “Iya, katanya gitu.”

Jema tertawa kecil—terkejut, kesal, dan lelah dalam satu waktu.

“Pak… saya aja nggak ikut naik taxi-nya. Saya ditinggal malah, dan sekarang saya naik ojek. Kok saya yang harus bayar?”

“Tapi mereka bilang kamu yang bayar, dek.”

Jema menarik napas panjang, mencoba tetap tenang meski dadanya panas.

“Gini ya pak, saya nggak ada urusan sama itu. Yang naik taxi bapak itu mereka. Bapak tagihnya ke mereka, bukan saya.”

Supir tampak ragu. “Lah… terus gimana ini? Saya kan juga harus narik.”

Jema mengangkat alis. “Masuk aja pak ke sekolah. Cari mereka. Kembar jablay itu—Susan sama Selin. Tagihannya ke mereka, jangan ke saya.”

Ia menunduk sopan lalu hendak masuk gerbang.

“Dek! Dek, saya ikut ya. Tolong antarin ke kelasnya mereka.”

Jema mendengus pelan. Tentu. Tentu saja akan begini.

“Yaudah pak. Sini, ikut saya. Dengan senang hati.”

Ia berjalan sambil membawa paper bag, supir taxi mengekor di belakangnya seperti seorang ayah yang sedang diajak rapat wali murid.

***

Jema berhenti tepat di depan kelas XI IPS tempat Susan dan Selin belajar. Suasana masih cukup ramai karena bel belum berbunyi. Tanpa basa-basi, Jema mengetuk pintu dan memanggil dengan nada santai namun menusuk.

“Susan. Seragam lo nih… ambil, atau gue buang.”

Suasana kelas mendadak hening sejenak. Susan yang sedang duduk sambil bercanda dengan teman-temannya langsung mendongak, wajahnya berubah masam.

Dengan langkah kesal, ia berdiri dan menghampiri Jema.

“Apaan sih? Sini!”

Begitu Susan hendak meraih paper bag itu, Jema menariknya sedikit menjauh. Gerakan kecil, tapi cukup untuk membuat Susan panas.

“Maksud lo apa sih?” ketusnya.

Tanpa menjawab, Jema langsung menoleh ke belakang dan menyerahkan paper bag itu kepada supir taxi online yang sejak tadi berdiri di luar kelas.

Susan spontan mengikuti arah paper bag itu diberikan—dan wajahnya langsung pucat.

“Loh?! Kok bapak masih di sini?” tanya Susan, kaget bukan main.

Jema mengangkat tangan seolah melepas tanggung jawab.

“Ini ya pak orangnya. Urusan saya udah selesai. Saya masuk kelas dulu.”

Ia berbalik hendak pergi.

“Eh—eh! Jema?! Lo apaan sih?!” Susan nyaris teriak.

Namun sebelum ia mengejar, supir taxi memanggil, “Dek! Bayar ongkosnya dulu.”

Jema menoleh sambil tersenyum tipis.

“Bapak minta sama dia. Yang naik taxi tadi siapa? Bukan saya.”

Susan bengong.

“Eh—tunggu! Kok gue?!”

“Ya karena lo yang naik,” balas Jema santai.

Susan panik dan memanggil adiknya. “Selin! Sini bentar!”

Selin yang mendengar namanya langsung datang, wajahnya penuh tanya.

“Apa sih—” ia terdiam begitu melihat supir taxi berdiri di depan kelas.

“Hah?! Kok bapak ada di sini?”

“Kan belum dibayar, dek,” jawab supir itu lelah. “Saya mau pergi gimana kalau ongkosnya belum lunas?”

Selin menatap Susan tajam. “Katanya lo udah bilang ke Jema.”

“Ya gue bilang lah! Dia yang mesen taxi-nya!”

Supir geleng-geleng. “Aduh… dia kan nggak naik. Masa yang nggak naik yang bayar?”

Selin mendesah keras, wajahnya merah karena malu dilihat teman-temannya.

“Gila lo, Jemaaaa… kurang ajar banget…” gumamnya dengan rahang mengeras.

Di belakangnya, teman-teman sekelas mulai berbisik-bisik. Beberapa bahkan tertawa kecil.

Supir taxi kembali mendesak, “Dek, kok lama banget? Tinggal bayar…”

Dengan kesal, Selin merogoh saku almamaternya dan mengeluarkan uang. Ia menjejalkannya ke tangan supir taxi.

“Nih, pak.”

“Terima kasih, ya. Maaf ngerepotin,” ujar supir itu sambil menyerahkan paper bag ke Susan.

Jema hanya mengangkat tangan kecil sambil berjalan masuk kelasnya sendiri.

Di belakangnya, terdengar suara supir taxi berlalu pergi, sementara Susan dan Selin berdiri mematung—antara malu, kesal, dan merasa dipermalukan.

Dan Jema?

Ia hanya tersenyum tipis.

1
Lorenza82
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️🤭🤭🤭🤭❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐🔥🔥🔥🔥🔥
Lorenza82
Semangat terus Thor ❤️🤭
Lorenza82
Lanjut Thor... btw novel yg satunya juga lah Thor 😭😭 jgn dilupakan 💪
audyasfiya
Baca ini karena visual nya member cortis wkwk, sukaaaaaa banget 🤣🤣🤣💐💐💐💐💐💐
audyasfiya
Semangat terus, sehat selalu yaa Thor...❤️
audyasfiya
Lanjut Thor, buruan, jan lama lama 🤭🤭
Sasya
/Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Rose//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt//Wilt//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss/
Nurul Fitria
Nathan ini nyebelin banget, agak jahat menurutku... 😭 kasihan sama si Jema, kalau suka seharusnya ga begitu kan ya? 🥲
Nurul Fitria
Suka banget sama cerita kayak gini wkwk, lanjut Thor, semangat /Chuckle//Chuckle//Chuckle//Chuckle//Cake//Cake//Cake//Cake//Cake//Good//Good//Good//Good//Good//Good//Good//Good//Good//Good//Good/
Chuyoung56
Semangat Author, keluarin semua ide ide cemerlang mu
Chuyoung56
"Chill gigi Lo" 🤣🤣🤣🤣 ngakak banget asli
Parkhanayaa
Gemes banget 😭 kayaknya Nathan mulai suka ga sih??
Parkhanayaa
Semangat author... penasaran sama kelanjutan cerita kamu... sehat-sehat terus ya author. we love you ❤️✨✨
Parkhanayaa
iiiiiii gemes banget ceritanya 😭 Si Nathannya ini agak genit genit gimanaaaa gitu 🤣🤣🤣 sukaa banget 🤣
Cewenya Sunghoon
Cerita nya unik banget 😂 Fresh gitu, apalagi visualnya ganteng dan cantik, tau aja author yang lagi viral 🤭🤭 semangat terus ya Thor /Chuckle//Chuckle//Chuckle//Chuckle//Chuckle/
Cewenya Sunghoon
Author ceritanya fresh banget 😭😭 author sedang mencoba genre baru yaaaaaaa 🤭🤭🤭 lucu banget, Gemeshh ceritanya, semangat terus ya Thor... ❤️❤️❤️❤️❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!