Luna Evelyn, gadis malang yang tidak diinginkan ayah kandungnya sendiri karena sang ayah memiliki anak dari wanita lain selain ibunya, membuat Luna menjadi gadis broken home.
Sejak memutuskan pergi dari rumah keluarga Sucipto, Luna harus mencari uang sendiri demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Hingga suatu malam ia bertemu dengan Arkana Wijaya, seorang pengusaha muda terkaya, pemilik perusahaan Arkanata Dinasty Corp.
Bukannya membaik, Arkana justru membuat Luna semakin terjatuh dalam jurang kegelapan. Tidak hanya menginjak harga dirinya, pria itu bahkan menjerat Luna dalam ikatan rumit yang ia ciptakan, sehingga membuat hidup Luna semakin kelam dan menyedihkan.
"Dua puluh milyar! Jumlah itu adalah hargamu yang terakhir kalinya, Luna."
-Arkana Wijaya-
Bagaimana Luna melewati kehidupan kelamnya? Dan apakah ia akan berhasil membalas dendam kepada keluarga Sucipto atau semakin tenggelam dalam kegelapan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melia Andari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Ada Pilihan
"Apa aku ada pilihan untuk tidak setuju?" tanya Luna.
Arkana menarik sudut bibirnya, lalu mengusap wajah Luna dengan perlahan.
"Pilihannya hanya dua, kamu menjadi wanita bayaranku yang siap melayaniku kapanpun, atau kamu tidak dapat apa-apa malam ini dan aku pastikan kau tidak akan bisa bekerja di sini lagi, atau dimanapun Luna."
Luna menelan saliva nya dengan kasar. Pria di hadapannya benar-benar sangat pemaksa. Ia bahkan tidak memberi Luna pilihan yang baik.
"Bagaimana? Jangan buat aku mengulangi kata-kata ku."
"Baiklah, aku tidak memiliki pilihan selain menerima tawaranmu. Bukankah begitu?"
"Gadis pintar," sahut Arkana lalu mengecup pipi Luna.
"Kalau begitu, apa keuntungan ku jika aku menerimanya?" tanya Luna.
Arkana tersenyum tipis. Ia suka dengan gadis seperti Luna, tidak banyak basa-basi dan juga tidak suka berpura-pura polos.
"Apapun yang kamu mau, aku akan memberikannya asal bukan cinta ataupun pernikahan."
Luna terhenyak. Mau tidak mau, ia pun mengambil tawaran itu dan berharap ke depannya, ia tidak akan pernah jatuh cinta pada pria arogan di hadapannya.
...----------------...
Satu tahun telah berlalu..
Sejak kejadian malam itu, Luna pun menuruti keinginan Arkana. Ia akhirnya menjadi wanita milik pria itu dan selalu ada kapanpun Arkana membutuhkannya.
Arkana tidak selalu sering melakukan hubungan itu bersama Luna. Karena kesibukannya dalam bisnis yang terkadang mengharuskan dirinya pergi ke luar negeri, sehingga mereka jarang bertemu.
Namun Arkana tak pernah melakukannya dengan wanita lain selain bersama Luna, meskipun ia sedang jauh dari wanitanya itu.
Selama satu tahun berhubungan, Arkana dan Luna tak pernah terlibat percakapan tentang masalah pribadinya, seolah keduanya membawa semua rahasia masing-masing.
Luna pun tak pernah tahu latar belakang keluarga Arkana lebih jauh, yang ia tahu hanya bagaimana ia memu askan Arkana setiap kali pria itu membutuhkannya.
"Wanitamu cantik juga, Arkana," ujar salah seorang teman Arkana bernama Erfan.
Arkana hanya tersenyum tipis saja sambil mengeratkan lengannya pada bahu Luna.
Luna merasa risih ketika Arkana mencium bibirnya di depan teman-teman Arkana. Wanita itu pun menghentikan kegiatan Arkana begitu saja seraya mendorong pelan dada bidangnya.
"Kenapa?" tanya Arkana datar.
"Bisakah kau melakukan ini tidak di depan umum?" bisik Luna.
Berada di bar bersama teman-teman Arkana yang mesum saja membuat Luna tidak betah, apalagi ditambah sikap mesum Arkana yang tidak ber-etika itu.
Arkana melirik teman-temannya yang berada di tempat itu, mereka ada tiga orang bersama wanita penghiburnya masing-masing. Lalu ia pun menolehkan kembali pandangannya kepada Luna.
"Kau menolak ku?"
"Aku hanya tidak suka kau melakukannya di hadapan orang lain. Ini bukan pertunjukan, dan negara kita juga bukan negara bebas."
Arkana tersenyum tipis lalu mengusap bibir Luna dengan tangannya. Pandangannya kembali dingin dan menatapnya tanpa ekspresi.
Yah, begitulah. Luna sampai hafal sekali bagaimana sikap Arkana. Pria itu dingin dan tak banyak bicara. Ia bahkan hanya terasa hangat ketika mereka bertukar peluh di atas ranjang saja.
Setelah itu, Arkana akan kembali menjadi pribadi yang dingin, bahkan terhadap dirinya.
"Kalian teruskan saja bersenang-senangnya. Aku dan Luna ingin pergi," ucap Arkana kemudian pria itu beranjak dan menyentuh tangan Luna.
"Kemana?" tanya Luna.
"Bukankah kau tidak suka berada di sini?"
Luna pun ikut beranjak dan mengikuti Arkana pergi. Mereka keluar dari bar itu dan masuk ke dalam mobil Arkana. Pria itu bahkan mengendarainya seorang diri, tanpa supir ataupun asisten pribadinya.
Luna hanya diam saja saat mobil mewah itu terparkir di apartemen miliknya. Apartemen yang diberikan Arkana kepadanya sebagai tempat mereka memadu kasih.
"Ku kira kita akan kemana," gumam Luna saat sudah berada di apartemen.
Arkana berjalan mendahuluinya, namun telinganya masih mampu menangkap gumaman Luna yang berada di belakangnya.
Ia pun menghentikan langkah sejenak lalu memutar tubuhnya agar menghadap ke wanita itu.
"Apa kau bosan? Kau ingin aku sewakan vila?"
"Tidak perlu," sahut Luna.
Wanita itu hendak berjalan ke arah kamar, namun Arkana menahan pergelangan tangannya.
"Arka—"
"Emphh."
Arkana langsung meraup bibir indah Luna dengan cepat. Ia melu matnya seraya mendorong tubuh Luna ke atas sofa besar di ruangan itu.
"Arkana..."
Pria itu tidak menghiraukan panggilan Luna. Ia sedang menikmati pu ngutan bibirnya yang tadi sempat terputus saat di acara bersama teman-temannya di bar.
Tangan Arkana pun tidak tinggal diam. Ia mulai mengusap lembut perut Luna. Kemudian dengan perlahan, tangan itu naik ke da danya dan mencoba mere mas benda kenyal itu dari luar penutup yang dikenakan Luna.
"Enggh...Arkana."
"Aku ingin kamu, Luna," bisik Arkana di telinga Luna.
Lalu tangan pria itu pun menuju ke area sensitif Luna yang berada di bawahnya. Masih dibalik ce lana yang dikenakan Luna, ia pun merasa ada yang aneh.
"Apa ini?" tanya nya.
Arkana merasa ada sebuah benda yang menghalangi tangannya untuk menyentuh benda favoritnya itu.
"Maaf, aku sedang datang bulan," sahut Luna.
Arkana pun menghela nafasnya lalu menatap Luna dengan lekat.
"Sudah berapa hari?"
"Baru hari kedua."
"Baiklah, aku tidak bisa memaksamu untuk memu askan aku," ucap Arkana lalu bangkit dari atas tubuh Luna dan memposisikan diri duduk di samping wanita itu.
Ia menghidupkan rokok, lalu menghisapnya dengan tenang dan raut wajah yang dingin, sedingin es.
Arkana pun terlihat memainkan ponselnya, lalu beberapa menit setelah itu ia pun beranjak.
"Aku pergi. Aku akan kembali jika tamu bulanan mu telah selesai," ucapnya datar lalu beranjak dari atas sofa.
"Kau mau kemana?"
"Kau tidak berhak bertanya. Aku akan melakukan apapun agar hasratku tak membuatku sakit kepala karena tidak kau turuti malam ini."
Usai mengatakan itu, Arkana pun pergi meninggalkan apartemen Luna begitu saja. Tanpa ada tatapan hangat, ataupun helaian lembut, apalagi kecupan mesra.
Yang ada hanya sikap yang dingin dan arogan mengiringi kepergiannya.
Luna sudah paham akan hal itu. Ia pun hanya tersenyum tipis.
"Apakah status wanitanya Arkana itu adalah memang hanya sebatas wanita penghibur baginya?"
tekan kan juga sama arka kalau dia tidak boleh menikahkan maya selama kamu di sisi nya atau sampai kamu lulus kuliah...
dan buat Arkana mengejarmu sampe tergila2.