NovelToon NovelToon
Tumbal Rahim Ibu

Tumbal Rahim Ibu

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Kumpulan Cerita Horror / Rumahhantu / Matabatin / Iblis
Popularitas:543
Nilai: 5
Nama Author: Mrs. Fmz

​"Ibu bilang, anak adalah permata. Tapi di rumah ini, anak adalah mata uang."
​Kirana mengira pulang ke rumah Ibu adalah jalan keluar dari kebangkrutan suaminya. Ia membayangkan persalinan tenang di desa yang asri, dibantu oleh ibunya sendiri yang seorang bidan terpandang. Namun, kedamaian itu hanyalah topeng.
​Di balik senyum Ibu yang tak pernah menua, tersembunyi perjanjian gelap yang menuntut bayaran mahal. Setiap malam Jumat Kliwon, Kirana dipaksa meminum jamu berbau anyir. Perutnya kian membesar, namun bukan hanya bayi yang tumbuh di sana, melainkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lapar.
​Ketika suami Kirana mendadak pergi tanpa kabar dan pintu-pintu rumah mulai terkunci dari luar, Kirana sadar. Ia tidak dipanggil pulang untuk diselamatkan. Ia dipanggil pulang untuk dikorbankan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28: Dimas Tidak Kunjung Pulang

Kirana merasakan jantungnya jatuh. Dia berhasil mengalihkan perhatian Nyi Laras dari kunci, tetapi sekarang dia telah mengekspos rahasia yang lebih berbahaya: Dimas Tidak Kunjung Pulang memang bukan masalah, tetapi dia telah membawa Penemuan Buku Harian Kakak ke hadapan Nyi Laras.

"Buku itu," desis Nyi Laras, matanya kini terfokus, bukan lagi merah karena sihir, tetapi hijau karena keserakahan. "Berikan padaku, Kirana. Jangan coba-coba menyentuh harta peninggalan kakakmu."

"Kau menyebutnya harta? Kau membunuh mereka dan sekarang kau ingin menutupi jejakmu?" Kirana mencoba mundur, tetapi punggungnya sudah menyentuh dinding batu yang dingin. Ia bisa merasakan buku harian Laksmi yang keras menempel di kulit perutnya.

"Aku tidak menutupi apa-apa. Kau yang terlalu banyak membaca sampah kota!" Nyi Laras maju selangkah, kini suaranya kembali ke nada lembut yang mematikan. "Laksmi selalu suka menulis cerita khayalan. Buku itu hanya berisi kesedihan. Tidak ada gunanya untukmu."

"Kalau tidak ada gunanya, kenapa kau begitu menginginkannya?" Kirana menantang.

"Karena itu milikku!" Nyi Laras mengangkat tangannya. Jari-jarinya yang panjang dan ramping, yang selalu tampak begitu terawat, kini terlihat seperti cakar yang siap menerkam.

Kirana tahu ia tidak bisa melawan. Memar di lengannya mulai terasa panas membakar. Ia harus membuang buku itu atau mengorbankan tubuhnya.

Kirana mengeluarkan Buku Harian Kakak itu, mengangkatnya tinggi-tinggi. "Jika kau maju selangkah lagi, aku akan merobeknya!"

Nyi Laras membeku di tempat. Wajahnya yang semula penuh amarah kini menunjukkan ekspresi ketakutan yang sesaat.

"Jangan! Jangan sentuh buku itu, Kirana! Itu... itu penting!"

"Penting untuk siapa? Untuk Warismu?" Kirana menarik napas. "Apa yang ada di dalamnya? Bukti kau menjual anak-anakmu sendiri untuk mendapatkan keabadian?"

"Ibu melakukan ini untuk kita semua! Untuk menjaga darah kita tetap kuat!" Nyi Laras merengek, suara aslinya yang tua dan serak mulai muncul, menembus lapisan sihirnya.

Saat Nyi Laras terdistraksi, Kirana melihat sebuah kesempatan. Pintu masuk terowongan yang jebol berada di belakang Nyi Laras. Di sanalah jalan satu-satunya untuk kembali ke rumah utama.

"Buku ini mengatakan kau telah menjual Dimas sejak awal," ucap Kirana, menembakkan tuduhan yang paling menyakitkan yang ia miliki, yang ia dapat dari surat wasiat yang ditemukan semalam.

Nyi Laras tertawa sinis. "Dimas? Dimas Tidak Kunjung Pulang karena dia tidak akan pernah kembali! Dia sudah melunasi utangnya. Dia sudah mendapatkan kepalanya yang baru di kota. Dia menyerahkanmu dengan sukarela, Kirana. Kau hanya wadah yang dibayar mahal!"

Pengakuan itu, meskipun sudah Kirana duga, menusuk hati Kirana seperti belati. Namun, rasa sakit itu kini memberinya kekuatan dingin.

"Terima kasih atas pengakuannya," kata Kirana, membalikkan badan dengan cepat.

Ia tidak berlari menuju pintu terowongan. Sebaliknya, Kirana berlari ke arah kolam.

"Mau kemana kau!?" teriak Nyi Laras.

"Ke air!" Kirana berteriak balik.

Kirana melompat ke tepi kolam, dan dengan gerakan cepat, ia merobek halaman pertama dari buku harian Laksmi. Ia melemparkan potongan robekan kertas itu ke udara.

Nyi Laras mengeluarkan suara geraman dan langsung berbalik, melupakan Kirana sejenak dan fokus pada halaman yang terbang itu. Ia takut informasinya bocor.

"Tidak! Ambil! Ambil semua!" Nyi Laras menerjang kertas yang terbang, mengabaikan Kirana yang kini menggunakan momen itu untuk melarikan diri.

Kirana tidak melihat ke belakang. Ia berlari melewati Nyi Laras yang sibuk memungut robekan kertas. Di pergelangan tangannya, memar baru muncul, tetapi rasa sakitnya tidak sebanding dengan kepuasan yang ia rasakan.

Ia lari kembali melalui terowongan, meninggalkan Nyi Laras sendirian di kolam dengan Air Kolam yang Berubah Merah dan halaman yang bertebaran. Kirana berhasil keluar melalui lubang tersembunyi di Pendopo.

Kirana berlari sekencang mungkin menuju rumah utama. Ia harus mengunci diri dan membaca sisa buku harian itu sebelum Nyi Laras menyusul. Ia tahu Nyi Laras akan kembali dengan amarah yang lebih hebat.

Di tangannya, buku harian Laksmi kini terasa seperti jimat pelindung.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!