Ariel tak menyangka pernikahannya dengan Luna, wanita yang sangat dicintainya, hanya seumur jagung.
Segalanya berubah kala Luna mengetahui bahwa adiknya dipersunting oleh pria kaya raya. Sejak saat itu ia menjelma menjadi sosok yang penuh tuntutan, abai pada kemampuan Ariel.
Rasa iri dengki dan tak mau tersaingi seolah membutakan hati Luna. Ariel lelah, cinta terkikis oleh materialisme. Rumah tangga yang diimpikan retak, tergerus ambisi Luna.
Mampukah Ariel bertahan ataukah perpisahan menjadi jalan terbaik bagi mereka?
Ikuti kisah mereka hanya di sini;👇
"Setelah Kita Berpisah" karya Moms TZ bukan yang lain.
WARNING!!!
cerita ini buat yang mau-mau aja ya, gaes.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2#. Curhat dengan teman
Keesokan harinya, Ariel terbangun dengan perasaan gamang. Sinar matahari pagi yang menyelinap masuk melalui celah gorden, seolah mengejek hatinya yang masih diliputi kegelapan. Dia melirik ke samping, mendapati Luna masih terlelap dengan wajah lelah.
Dengan hati-hati, Ariel bangkit dari tempat tidur dan melangkah menuju dapur. Kebiasaan hidup mandiri ala anak kost saat kuliah dulu, membuatnya tidak asing dengan peralatan dapur dan bumbu-bumbu masak. Dia bahkan cukup piawai dalam meracik berbagai hidangan sederhana.
Pagi ini, Ariel memutuskan untuk membuat nasi goreng kesukaan Luna. Aroma bawang putih dan cabai yang ditumis, perlahan memenuhi ruangan, berusaha mengusir hawa dingin yang menyelimuti hatinya. Setelah pertengkaran semalam dan hubungan mereka yang terasa semakin renggang, Ariel ingin memperbaiki keadaan. Dia ingin menunjukkan pada Luna, bahwa dia masih peduli dan masih berusaha untuk membahagiakannya.
Sambil memasak, pikiran Ariel melayang pada kata-kata Luna yang penuh tuntutan dan kekecewaan. Yang membuatnya merasa gagal sebagai suami. Meski dia tahu, Luna tidak bermaksud menyakitinya. Namun, tetap saja, kata-kata itu menghantamnya dengan keras.
"Apa yang harus kulakukan?" gumam Ariel lirih, sambil mengaduk nasi goreng di wajan. Dia merasa buntu, tidak tahu lagi caranya membuat Luna bahagia. Apakah dia harus benar-benar mencari pekerjaan sampingan? Atau, apakah dia harus berani mengambil risiko dengan memulai bisnis sendiri?
Ariel menghela napas panjang. Pikirannya berkecamuk, dipenuhi dengan berbagai pertanyaan dan keraguan. Dia harus segera mengambil keputusan. Tapi, dia takut salah langkah.
"Semoga saja, sarapan ini bisa sedikit mencairkan suasana," bisik Ariel dalam hati, sambil menata nasi goreng di atas piring. Dia menambahkan taburan bawang goreng dan kerupuk udang, agar terlihat lebih menarik.
Dengan senyum getir, Ariel membawa sarapan itu ke kamar dan meletakkannya di atas nakas dekat tempat tidur Luna. Dia berharap, Luna akan menghargai usahanya.
"Selamat pagi, Sayang," ucap Ariel lembut, sambil mengelus rambut Luna. "Aku sudah buatkan sarapan untukmu."
Luna menggeliat pelan, lalu membuka matanya. Ia menatap Ariel dengan tatapan kosong, tanpa ekspresi.
"Apa ini?" tanya Luna, suaranya serak.
"Nasi goreng kesukaanmu," jawab Ariel, berusaha tersenyum.
Luna menatap nasi goreng itu dengan tatapan, tanpa minat. "Aku nggak nafsu makan," ujarnya singkat, lalu kembali tidur dan menutupi tubuhnya dengan selimut.
Ariel terdiam, hatinya mencelos. Dia merasa usahanya kali ini kembali gagal. Luna masih marah padanya, dan dia tidak tahu bagaimana caranya meluluhkan hati istrinya.
Dengan langkah gontai, Ariel keluar dari kamar dan duduk di ruang tamu. Dia menatap foto pernikahannya dengan Luna yang terpajang di dinding. Foto yang terlihat penuh kebahagiaan dan harapan.
"Kemana perginya Luna yang dulu?" bisik Ariel lirih, sambil menyentuh foto itu dengan jari-jarinya. Dia merindukan Luna yang dulu, Luna yang mencintainya tanpa syarat, Luna yang selalu membuatnya merasa bahagia.
Ariel menghela napas panjang. Dia tidak bisa terus-menerus meratapi keadaan. Dia harus melakukan sesuatu dan mencari cara untuk memperbaiki pernikahannya, sebelum semuanya terlambat.
Dengan tekad yang baru, Ariel bangkit dari duduknya dan bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Dia berjanji pada dirinya sendiri, akan melakukan yang terbaik dan berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan impian mereka berdua.
"Aku tidak akan menyerah," bisik Ariel dalam hati, sambil melangkah keluar dari rumah. "Aku akan berjuang demi masa depan kami, meskipun aku tidak tahu apa yang akan terjadi nanti."
*
Di kantor, Ariel terlihat lesu dan tidak bersemangat. Pikirannya masih dipenuhi dengan masalah rumah tangganya. Dia duduk di mejanya dengan pandangan hampa, tak bisa fokus pada pekerjaannya.
"Hei, Riel, kenapa murung begitu?" sapa Andre, salah seorang teman kantornya, sambil menepuk pundaknya. "Ada masalah?"
Ariel tersentak kaget. Dia menoleh ke arah Andre dengan senyum dipaksakan. "Ah, nggak apa-apa, Ndre. Cuma kurang tidur saja," jawabnya, berusaha menutupi perasaannya.
Andre menatap Ariel dengan tatapan menyelidik, seolah tahu Ariel sedang menyembunyikan sesuatu. "Jangan bohong, Riel. Aku tahu kamu sedang ada masalah. Cerita saja, siapa tahu aku bisa bantu," ujarnya, mencoba meyakinkan.
Ariel menghela napas panjang. Dia ragu-ragu untuk menceritakan masalahnya pada Andre. Tapi, dia juga merasa butuh teman bicara.
"Sebenarnya..." Ariel memulai ceritanya dengan suara pelan. Dia menceritakan tentang pertengkarannya dengan Luna, tentang tuntutan Luna yang semakin tinggi, dan tentang perasaannya yang tidak berdaya.
Andre mendengarkan cerita Ariel dengan seksama, tanpa menyela. Dia paham Ariel hanya butuh didengarkan.
Setelah Ariel selesai bercerita, Andre terdiam sejenak, lalu menepuk pundaknya lagi. "Riel, aku mengerti bagaimana perasaanmu. Memang tidak mudah menghadapi istri yang selalu menuntut lebih. Tapi, kamu harus tetap sabar dan berusaha untuk berkomunikasi dengan baik," ujarnya, memberikan semangat.
Ariel mengangguk lemah. "Aku sudah berusaha, Ndre. Tapi, Luna sepertinya tidak mau mengerti," jawabnya, putus asa.
"Jangan menyerah, Riel. Setiap masalah pasti ada solusinya. Kamu harus tetap berusaha mencari cara untuk berkomunikasi dengan Luna dan memahami apa yang sebenarnya ia inginkan."
*
Sementara itu setelah Ariel keluar kamar dan berangkat ke kantor, Luna bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi. Tak butuh waktu lama ia pun keluar dari kamar mandi dan terlihat segar, meskipun hatinya masih dipenuhi kekesalan.
Kemudian, Luna mulai berdandan di depan cermin rias. Ia memoles wajahnya dengan sempurna, seolah ingin menciptakan perisai untuk melindungi dirinya dari dunia luar. Setelah selesai berdandan dan berpakaian rapi, Luna meraih tas kerjanya dan melangkah keluar dari kamar.
Namun, ia melihat nasi goreng di nakas, lalu meraihnya tanpa minat. Ia membawa piring itu ke meja makan dan meletakkannya di sana, tanpa sedikit pun berniat untuk mencicipinya. Ia pergi begitu saja, seolah usaha Ariel tidak berarti apa-apa baginya.
*
Sesampai di kantor, Luna disambut oleh Ita dan Runi rekan kerjanya yang langsung memamerkan tas yang baru saja dibelinya.
"Eh, Lun. Lihat deh, tas baru-ku. Cakep, kan?" katanya sambil menyodorkan tas bermerek terkenal itu ke hadapan Luna.
Luna menatap tas itu dengan tatapan berbinar, tapi kemudian ia mengerutkan kening. "Bagus sih, tapi... mahal banget pasti, ya?"
"Lumayan, lah," jawab Ita, tersenyum penuh arti. "Tapi kan, kamu tahu sendiri, kualitas itu nomor satu. Lagian, suami kamu kan, royal banget sama kamu, Lun."
Runi menimpali, "Iya, bener! Ariel kan, cinta mati sama kamu. Pasti deh, apa pun yang kamu mau dituruti sama dia." Ia terkekeh kecil. "Apalagi dengan memiliki tas kayak gini, penampilan kamu nambah makin kece badai."
Luna terdiam sejenak, menimbang-nimbang. Namun, kata-kata Ita dan Runi terus terngiang di benaknya.
.
.
.
Kira-kira gimana nanti reaksi Ariel, ya. Apa dia akan mengabulkan permintaan Luna?
tapi seru 😂👍