NovelToon NovelToon
"Perpindahan Jiwa" Mafia Queen X Gadis Cupu

"Perpindahan Jiwa" Mafia Queen X Gadis Cupu

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Reinkarnasi
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: PrinsesAna

Kisah menakjubkan tentang perpindahan Jiwa seorang Ratu Mafia ke dalam Tubuh seorang Gadis Cupu yang diabaikan dan direndahkan oleh keluarganya.
Gadis Cupu itu terus-menerus dianggap tidak berarti oleh keluarganya.
Namun semua hinaan dan pandangan meremehkan itu tak pernah mempu mematahkan semangat nya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PrinsesAna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2

Dalam sebuah kamar rumah sakit, seorang gadis terbaring koma di atas tempat tidur. Gadis itu telah koma selama empat bulan tanpa ada tanda-tanda kesadarannya akan kembali.

Eughh...

"Air..." gumam lirih Lea dengan suara serak karena tenggorokannya terasa kering.

"Nona, nona sudah sadar! Ini, airnya," kata seorang wanita paruh baya dengan penuh lega sambil menyuapkan air kepada Lea. "Sebentar, nona. Saya panggilkan dokter dulu," lanjutnya sebelum bergegas keluar kamar.

"Bukankah aku sudah mati karena kecelakaan itu?" gumam Lea, bingung dengan apa yang tengah terjadi padanya.

KLEK.

Pintu kamar terbuka, menampakkan wanita paruh baya tadi yang kini datang bersama seorang dokter wanita berparas cantik menurut pandangan Lea.

"Sebentar, nona. Saya akan memeriksa kondisi Anda terlebih dahulu," ujar dokter tersebut, kemudian mulai memeriksa Lea dengan teliti.

"Bagaimana hasilnya, Dok?" tanya wanita paruh baya itu cemas.

"Begini, Bu. Kondisi Nona Ara sudah stabil. Namun, tampaknya ia mengalami amnesia sementara akibat benturan keras di kepala. Tidak perlu khawatir, ingatan nona bisa pulih secara bertahap dengan waktu," jelas dokter tersebut.

"Syukurlah kalau begitu. Terima kasih banyak, Dok," ucap wanita paruh baya itu penuh rasa syukur.

"Sama-sama, Bu. Kalau begitu, saya pamit dulu," balas dokter sebelum meninggalkan ruangan.

Setelah dokter pergi, Lea menatap wanita paruh baya itu dengan alis berkerut. "Siapa itu Ara? Bisa jelaskan pada saya?" tanyanya penuh kebingungan, karena sejatinya namanya adalah Lea, bukan Ara.

Wanita paruh baya itu menghela napas sebelum menjelaskan pelan-pelan, "Nona... nama asli Anda adalah Arabella Lovania Anderson. Orang tua nona bernama Abraham Anderson dan Elmira Revalina. Nona juga memiliki dua kakak laki-laki kembar bernama Arka Julian Anderson dan Arga Julio Anderson. Saya ini bibi Anda, Bi Ina."

"Lalu, di mana keluargaku sekarang, Bi? Kenapa mereka tidak ada di sini? Ke mana mereka?" tanya Ara—mulai penasaran setelah mendengar penjelasan tersebut.

(Baiklah, sekarang kita panggil dia Ara supaya cerita lebih konsisten ya.)

Bi Ina menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab dengan nada penuh hati-hati, "Maafkan Bibi, Nona... Tapi keluarga Anda semua tidak menyukai Anda, bahkan bisa dibilang membenci Anda."

Ara terhenyak mendengar jawaban itu. "Kenapa mereka membenciku, Bi?" tanyanya dengan nada penuh rasa ingin tahu.

"Mereka merasa tidak suka dengan penampilan dan sifat Nona Ara yang dianggap terlalu sederhana dan cupu. Selain itu, mereka menilai Anda lambat dan sering membuat malu keluarga. Malah... mereka percaya Anda pernah mencoba mencelakai adik angkat Anda yang bernama Vania Clarista Anderson," jelas Bi Ina dengan suara lirih tetapi lugas.

"Kakak angkat? Ara punya saudara angkat?" tanya Ara tak percaya.

"Iya, Nona," jawab Bi Ina sambil mengangguk pelan. "Orang tua dan kakak kembar Anda sangat menyayangi Nona Vania karena menurut mereka dia jauh lebih baik dari Anda dalam segala hal. Mereka bahkan terlalu melindungi Vania karena merasa Anda iri padanya dan ingin mencelakainya."

Ara hanya bisa terdiam mendengar penjelasan tersebut. Banyak hal yang kini memenuhi benaknya—tentang siapa dirinya sebenarnya dan mengapa semua orang yang seharusnya menjadi keluarganya justru menjauhinya...

"Huff... ya sudah, Bi. Tidak apa-apa... Kapan aku boleh pulang, Bi?" tanya Ara yang sudah bosan berada di rumah sakit.

"Sebentar, Non. Bibi tanya dokter dulu," jawab Bi Ina sambil segera bergegas keluar.

Ara perlahan bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju toilet. Sesampainya di sana, dia melihat dirinya di cermin. Penampilannya tampak simpel dengan kacamata bulat dan kulit wajah yang tergolong gelap.

Ia mencuci wajahnya, lalu kembali melihat bayangannya di cermin. Sebenarnya, Ara memiliki wajah yang cantik, imut, dan menggemaskan.

Pipi tembamnya, mata bulan berwarna hazel, ditambah bibir tipis berwarna merah ceri semakin memperkuat kesan manis pada dirinya.

Bodoh banget sih lo, Ra! Punya wajah secantik ini malah ditutup-tutupi dengan penampilan nerd kayak gitu, monolog Alea pada dirinya sendiri, bingung dengan tubuh yang kini ia tempati.

Gue masih nggak nyangka kalau transmigrasi jiwa itu benar-benar nyata, dan gue ngalaminnya sendiri. Tapi kenapa Ara belum muncul ya? Setidaknya kasih ingatan dia ke gue biar gue nggak kayak orang clueless begini, gumam Alea sambil merenung.

Setelah keluar dari toilet, Ara kembali ke tempat tidur dan bersandar sambil menunggu Bi Ina kembali.

Ceklek.

Pintu terbuka, dan Bi Ina masuk bersama dokter yang tadi memeriksa Ara.

"Kapan saya bisa pulang, Dok?" tanya Ara dengan nada datar khasnya.

"Sebentar, mari saya periksa lagi Nona terlebih dahulu," jawab dokter sambil memeriksa keadaan Ara. "Baiklah, sepertinya kondisi Nona sudah membaik dan Nona diperbolehkan pulang hari ini. Namun, jangan lupa untuk tetap beristirahat dan minum obatnya secara rutin," jelas sang dokter.

"Hmm..." balas Ara singkat dengan gumaman biasa. Jiwa Alea yang kini berada dalam tubuh Ara memang memiliki sifat dingin dan cenderung malas berbicara.

"Terima kasih banyak, Dok," ujar Bi Ina sopan pada dokter tersebut.

"Sama-sama, Bu. Saya pamit dulu," jawab dokter sebelum meninggalkan ruangan.

"Non Ara, tunggu sebentar ya. Bibi mau beresin barang-barang Non dulu sambil nunggu Pak Maman jemput kita," ucap Bi Ina sambil mulai merapikan barang milik Ara.

"Iya, Bi..." jawab Ara seadanya tanpa emosi.

Bi Ina merasa heran dengan perubahan sikap nona yang biasanya ramah dan murah senyum, tapi kini berubah menjadi dingin dan irit bicara.

Ara menyadari tatapan bingung Bi Ina, tapi tidak sedikit pun ia peduli. Memang dirinya sekarang seperti itu—cuek dan jarang bicara.

"Ayo, Non. Biar Bibi bantu. Pak Maman sudah menunggu di depan. Yuk, Bibi bantu Non jalan keluar, ya," ucap Bi Ina menawarkan bantuan kepada Ara.

"Iya... Makasih, Bi," jawab Ara sambil mengikuti Bi Ina keluar. Sesampainya di lobi, Pak Maman telah bersiap dengan mobil jemputan. Bi Ina membantu Ara masuk ke kursi belakang, kemudian ikut duduk di sebelahnya.

Mobil yang Ara kendarai melaju dengan tenang menuju kediaman keluarga Anderson. Sepanjang perjalanan, Ara hanya melihat keluar jendela, memandang jalan yang mengarahkan mereka ke mansion besar milik Anderson. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam, akhirnya mobil berhenti di depan sebuah mansion megah. Meski begitu, Ara menyadari bahwa mansion ini masih kalah besar dibandingkan mansion keluarganya dulu saat ia masih menjadi Alea.

"Non, kita sudah sampai. Ayo, Bibi bantu Nona turun," ujar Bi Ina, membuyarkan lamunan Ara.

"Oh, iya, Bi. Ayo," jawab Ara cepat. Ia segera keluar dari mobil, dibantu oleh Bi Ina yang memegang tangannya agar tetap stabil. Di halaman mansion itu, ia melihat deretan motor sport berjejer rapi. Dalam hati, Ara berpikir bahwa ini mungkin motor teman-teman kakaknya. Saat langkah kaki terus membawanya ke depan pintu, suara tawa riuh terdengar dari dalam mansion. Namun, Ara tidak terlalu peduli dan tetap melanjutkan langkahnya.

Begitu Ara masuk ke dalam, seketika suara tawa itu terhenti. Semua orang menoleh ke arahnya dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Woi, siapa lu sembarangan masuk rumah orang?" tanya seorang pria yang langsung diingat Ara sebagai kakaknya, Arga.

"Bi, ini orang siapa, Bi?" tanya Arga lagi kepada Bi Ina sambil menunjuk ke arah Ara.

"Den Arga, ini Nona Ara, Den. Baru saja pulang dari rumah sakit," jawab Bi Ina dengan wajah yakinnya.

DEG.

Semua yang ada di ruangan itu tercengang. Ara? Gadis culun yang dulu selalu mencari perhatian mereka? Sulit dipercaya. Yang kini berdiri di depan mereka adalah sosok yang sangat cantik, manis, dan menggemaskan—jauh dari bayangan Ara yang dulu.

"A-apa? Ara? Si cupu dan dekil itu? Enggak mungkin!" kata Arga tak percaya sambil melihat Ara dengan saksama.

"Iya, Bi Ina. Enggak mungkin ini si cupu Ara. Mana mungkin berubah sejauh ini?" sahut Alvin, salah satu teman Arga, dengan nada yang sedikit sinis.

"Tapi ini benar-benar Nona Ara, Den. Bibi enggak salah lihat kok," tegas Bi Ina, meyakinkan mereka semua yang masih linglung.

Dengan wajah mulai muak mendengar drama tak berujung itu, Ara angkat bicara, "Bi Ina, Ara capek. Ara mau istirahat. Bisa antar ke kamar sekarang, Bi?"

"Baik, Non. Ayo, Bibi antar Nona ke atas," jawab Bi Ina sambil memapah Ara menuju kamar yang berada di lantai dua.

Setelah Ara pergi, keheningan kembali menyelimuti ruang tamu. Mereka semua masih terjebak dalam kebingungan melihat perubahan besar pada sosok Ara—bukan hanya penampilannya yang jauh lebih memesona, tetapi juga sikap cueknya yang kini begitu kontras dengan perilakunya di masa lalu.

"Itu seriusan si Ara yang cupu dan dekil? Yang dulu tuh selalu nyamperin lu berdua tiap hari?" Lucas memecah keheningan sambil menatap Arga dan yang lain.

"Iya! Tapi gimana ceritanya si cupu bisa berubah kayak gitu? Cantiknya gila sih tadi," tambah Ryan sambil menggelengkan kepala, terlihat kagum sekaligus takjub.

"Ternyata bener juga, ya! Dia tuh sebenernya cakep banget dari dulu... Apalagi tadi pipinya tuh sampai kelihatan kayak mau 'tumpah' gitu! Hahaha," cengir Alvin sembari bercanda seperti biasa.

Yang lainnya hanya terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing, mencoba mencerna bagaimana mungkin Ara bisa berubah dengan begitu cepat. Namun, hanya satu wanita di antara mereka yang tampak berbeda; ia mengepalkan tangannya erat, berusaha keras menahan amarah yang membara.

Brengsek, tunggu saja kau, Ra. Aku akan membuatmu menderita dan menyingkirkanmu secepatnya, gumam batinnya penuh dendam.

Tanpa disadari oleh siapa pun di sana...

1
Jeremiah Jade Bertos Baldon
ceritanya keren banget, thor! Aku jadi ketagihan!
Deyana: Makasih ya kak..
total 1 replies
♥Kat-Kit♥
Ceritanya dapet banget.
Deyana: thanks banget kak.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!