Belenggu Cinta Pria Beristri

Meja makan yang penuh dengan hidangan lezat, menjadi saksi kebersamaan yang erat.

Tawa dan percakapan riang antara Kaivan dan Arzelo mengalun hangat, menciptakan suasana yang ceria dan bahagia.

Tidak jauh dari sana, Hazelle memperhatikan wajah berbinar Arzelo yang sejak kedatangan Kaivan, bocah tampan itu tidak sedetik pun melunturkan tawanya. Hazelle baru pertama kali melihat Arzelo sebahagia itu selama hidupnya.

"𝘈𝘱𝘢 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘦𝘨𝘰𝘪𝘴?"

"Mom, ayo makan!"

Teriakan Arzelo berhasil membuyarkan lamunan Hazelle. Wanita cantik itu pun bergegas menghampiri Kaivan dan Arzelo yang sudah menunggunya di meja makan.

"Kenapa tidak makan duluan?" Hazelle duduk berhadapan dengan Kaivan yang sejak tadi tidak berkedip menatapnya.

Sedangkan Arzelo duduk bersebelahan dengan Kaivan.

"Kita nunggu Mommy, iya kan Dad?" Kaivan mengangguk sambil mengacak gemas rambut putranya.

Tingkah Kaivan dan putranya itu membuat Hazelle merasakan perasaan yang sulit di artikan. Ada rasa bahagia yang Hazelle rasakan karena Kaivan benar-benar menerima putranya, bahkan pria yang masih bertahta di hatinya itu terlihat sangat menyayangi Arzelo.

Namun di sisi lain, Hazelle sangat takut jika harus menerima Kaivan menjadi pendampingnya. Hazelle takut pria itu hanya menerimanya karena Arzelo semata.

Ditambah lagi janjinya pada Harleya tidak bisa begitu saja dia langgar, karena walau bagaimanapun juga janji adalah sumpah yang yang harus ditepati.

Ketiganya makan dengan lahap, tanpa ada seorang pun yang bersuara kecuali sendok dan garpu yang saling beradu.

Selepas makan, ketiganya duduk bersama di ruang keluarga. Arzelo terus berceloteh menceritakan kehidupannya selama di London pada Daddynya.

Sesekali Kaivan terbahak menertawakan putranya itu ternyata memiliki sisi konyol.

"Oh iya, Son. Apa Kamu mau sekolah di sini? Nanti Daddy carikan sekolah terbaik untukmu."

Arzelo tidak menjawabnya, bocah itu justru menatap Hazelle dengan tatapan memohonnya. Arzelo ingin sekali sekolah di sini, namun keputusan ada di tangan Mommynya. Arzelo tidak ingin membuat Mommynya sedih jika keinginannya tidak sesuai dengan keputusannya.

"No, besok kita akan kembali ke London. Jadi, Zelo tidak perlu sekolah di sini."

Kaivan menatap Hazelle dengan tatapan yang sulit di artikan. Kaivan pikir setelah Hazelle melihat kedekatannya dengan Arzelo, wanita cantik itu akan luluh dan tidak berpikir lagi untuk kembali ke negara persembunyiannya.

Tapi ternyata Hazelle masih keras kepala dan tetap mementingkan keegoisannya.

"Mom, apa gak sebaiknya kita tinggal di sini saja? Zelo bahagia di sini, Mom. Zelo merasa hidup Zelo sangat lengkap," ucap Arzelo. Bocah itu menundukkan kepalanya takut saat Hazelle menatapnya tajam.

"Son, sudah waktunya tidur. Bagaimana kalau Daddy bacain dongeng?"

Kaivan mencoba mengalihkan pembicaraan saat situasi mulai sedikit tegang. Pria itu bisa melihat Hazelle mulai sedikit emosi. Kaivan tidak ingin Hazelle meluapkan emosinya pada Arzelo, karena itu sebisa mungkin Kaivan menghindarkan keduanya terlibat pembicaraan lagi.

Arzelo paham maksud Daddynya, bocah itu pun mengangguk saja walaupun sebenarnya Arzelo tidak menyukai cerita dongeng. Arzelo pun pasrah saat Kaivan menggendongnya ke kamar.

"𝘗𝘢𝘥𝘢𝘩𝘢𝘭 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘡𝘦𝘭𝘰 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘶𝘬𝘢𝘪 𝘥𝘰𝘯𝘨𝘦𝘯𝘨, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘴𝘦𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶 𝘋𝘢𝘥𝘥𝘺𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘢𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘶𝘬𝘢 𝘥𝘰𝘯𝘨𝘦𝘯𝘨," 𝘨𝘦𝘳𝘶𝘵𝘶 𝘏𝘢𝘻𝘦𝘭𝘭𝘦 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘢𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢.

...----------------...

Hazelle bersiap untuk tidur setelah sebelumnya melihat Arzelo di kamarnya tertidur dalam pelukan Kaivan.

Sebenarnya Hazelle berniat untuk meminta Kaivan pulang, namun melihat Arzelo dan Kaivan tidur berpelukan seperti itu membuatnya tidak tega untuk membangunkannya.

Hazelle pun memilih untuk ke kamarnya saja dan membiarkan anak dan Daddy itu terlelap mengarungi mimpi.

Tok tok tok

Hazelle yang hampir terlelap sangat terkejut saat pintunya tiba-tiba di ketuk dari luar.

"Siapa sih, apa mungkin itu Arfan? Tapi Arfan bilang dia pulang ke rumah papanya."

Daripada semakin penasaran, Hazelle pun turun dari ranjangnya dan segera membuka pintu kamarnya.

"Mas, Kamu ngapain?" Kaivan nyelonong masuk begitu Hazelle membuka pintunya. "Mas Kamu keluar dari sini!"

Pria itu kini sudah berada di kamar Hazelle. Kaivan menatap sama sekali tidak mengindahkan seruan wanita cantiknya.

Pandangannya menelisik seluruh ruangan yang berbau nuansa merah jambu. Kini fokusnya pada sebuah gelang yang tidak asing di matanya.

"Kamu masih menyimpan ini?"

Kaivan menggenggam gelang itu yang ternyata pemberiannya 5 tahun lalu.

"𝘚𝘪𝘢𝘭! 𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘮𝘣𝘶𝘯𝘺𝘪𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢?"

Kaivan tidak tahu saja, gelang yang Hazelle namai gelang harapan itu selalu Hazelle bawa kemanapun dia pergi. Walaupun Hazelle tidak memakainya, tapi gelang harapan itu selalu ada di dalam tas nya. Hanya gelang itu yang Hazelle jadikan sebagai pengobat rindunya pada Kaivan.

"Aku lupa membuangnya!" Ucap Hazelle dengan ketus.

Kaivan tersenyum smirk, pria itu melangkahkan kakinya mendekati Hazelle. Semakin dekat dan tatapannya semakin mengunci pergerakan Hazelle. "Kamu tidak berubah, Sayang! Kamu tetap tidak pandai berbohong."

"Ma--maksudmu apa, Mas? Stop, Mas!"

Hazelle semakin memundurkan langkahnya saat Kaivan semakin mendekatinya. Sampai akhirnya Hazelle menghentikan langkahnya karena Kaivan sudah menguncinya di dinding.

Tatapan Hazelle dan Kaivan saling bertemu, keduanya sama-sama menyelami kerinduan yang terpendam selama ini.

"Aku tidak akan berhenti sebelum Kamu janji sama Mas." Kaivan menatap Hazelle dengan sendu, bayangan putranya yang memohon pada Hazelle untuk tidak kembali ke London masih terekam jelas di kepalanya.

"Janji apa?"

Walaupun Hazelle sudah bisa menebak isi pikiran Kaivan, namun wanita cantik itu tetap ingin memastikannya.

"Jangan kembali ke London! Kali ini saja, jangan egois, pikirkan putra kita! Dan Menikahlah dengan Mas!"

Hazelle memejamkan matanya sejenak, air matanya perlahan keluar dari sudut matanya. Namun Hazelle buru-buru mengusapnya sebelum Kaivan menyadarinya.

Namun tetap saja pergerakan Hazelle tidak luput dari pandangan Kaivan. Jarak yang begitu dekat membuat Kaivan melihat dengan jelas kesedihan di mata wanita cantiknya.

"Maafkan aku, Mas. Tapi aku harus kembali. Aku---"

"Apa karena janjimu pada Leya?"

Hazelle pun menganggukkan kepalanya membuat Kaivan mengusap kasar wajah. "Jika hanya itu masalahnya, Kamu tidak usah khawatir. Harleya sudah mencabut kata-katanya." Kaivan tetap berusaha meyakinkan hazelle.

"Tapi bukan hanya itu saja masalahnya. Ada yang lebih penting dari itu."

"Katakan!"

"Aku tahu, Mas melakukan ini hanya karena Arzelo. Bukan karena cinta sama aku."

Kaivan semakin frustasi dibuat Hazelle. Sampai akhirnya dengan satu tarikan tangannya, Kaivan berhasil membuat Hazelle terlentang di atas ranjangnya.

Kaivan merangkak di atas tubuh Hazelle dan berakhir dengan mengungkungnya.

"Apa Mas harus melakukan hal itu lagi supaya Kamu percaya, Mas sangat mencintai Kamu?"

Tatapan Kaivan kini tertuju pada dada Hazelle yang bergerak naik turun karena napasnya yang memburu.

"Stop, Mas!"

...----------------...

Pagi harinya seseorang terlihat sedang mengawasi rumah Hazelle sejak pagi-pagi buta. Senyumnya terbit tat kala bocah yang menjadi incarannya itu keluar dari rumah mewahnya.

"Kena Kamu!"

"Mommy... hmmmmmpppp!"

𝘛𝘰 𝘣𝘦 𝘤𝘰𝘯𝘵𝘪𝘯𝘶𝘦𝘥

𝘛𝘰 𝘣𝘦 𝘤𝘰𝘯𝘵𝘪𝘯𝘶𝘦𝘥