Rio Baswara diceraikan istrinya karena dianggap bangkrut dan gagal. Satu hari kemudian, dia dapat sistem informasi paling akurat. Seminggu setelahnya, dia jadi miliarder.
Mantan istri yang sombong kini hanya bisa menangis menyesal. Sementara Rio sibuk bangun kerajaan bisnis dan dekat dengan adik kandung mantannya yang jauh lebih baik—cantik, baik hati, dan setia.
Saatnya dunia tahu, pria yang mereka remehkan kini jadi penguasa baru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chal30, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2: JERATAN PRIA BERISTRI
Kata-kata Kiara benar-benar menampar Vanya habis-habisan, semua kedok yang selama ini dia pakai, robek seketika. Malu bercampur marah membuat wajah Vanya memerah, tangannya terangkat tinggi, siap menampar adiknya sendiri yang berani melawan, tapi sebelum tamparan itu mendarat, pergelangan tangannya ditangkap kuat oleh Rio.
Vanya menoleh, Rio menatapnya dengan tatapan dingin yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
"Jadi cerai atau enggak? Kalau enggak, balik aja ke kamar!" ucap Rio dengan nada datar yang menusuk.
Selama ini, meski hubungan mereka sudah dingin, Rio selalu mengalah, selalu berusaha membujuknya dengan lembut, tidak pernah sekalipun membentak atau menatapnya seperti ini.
Perubahan sikap Rio membuat Vanya sedikit terguncang, tapi kebanggaannya terlalu tinggi untuk mundur. Dia melempar tatapan tajam ke arah Kiara, lalu berbalik dan melangkah keluar apartemen dengan langkah cepat.
Rio kemudian menatap Kiara, ekspresinya melembut, senyum tipis muncul di wajahnya.
"Soal ini jangan dulu bilang ke Mama Papa ya, nanti kalau udah beres, gue yang telepon mereka sendiri," ucap Rio dengan nada tenang tapi tegas.
Kiara membuka mulutnya, ingin membujuk Rio untuk berpikir ulang, tapi melihat tatapan mata kakak iparnya yang sudah bulat, dia tahu percuma. Lagipula, masalah utamanya memang ada di Vanya.
Kiara menghela napas panjang, natanya melirik ke arah Kenzie yang masih asyik nonton kartun, tidak sadar dunianya akan berubah.
"Ya udah, cepetan balik ya, Kak. Aku sama Kenzie tunggu di sini," balas Kiara pelan.
Begitu kata-kata itu keluar, Kiara merasa ada yang janggal.
Kakaknya mau cerai, tapi dia yang adik ipar malah di rumah nungguin kakak iparnya pulang sambil jagain anak? Ini aneh banget. Pipi Kiara tiba-tiba terasa panas, dua bercak merah muncul di wajahnya, dia langsung menunduk, tidak berani menatap Rio.
Rio tidak menyadari perubahan itu. Dia berjongkok di samping Kenzie, mengusap kepala anaknya dengan lembut.
"Sayang, Papa keluar bentar ya, nanti pulang bawain es krim cokelat kesukaan Kenzie, gimana?"
Kenzie langsung mengangguk ceria tanpa mengalihkan pandangan dari layar televisi. "Iya, Pa! Jangan lama-lama ya!"
Rio tersenyum, lalu bangkit dan keluar dari apartemen.
Di bawah, Rio memilih mengendarai motor listrik Segway miliknya, sementara Vanya sudah duduk di dalam mobil Mercedes C yang terparkir di tepi jalan. Hanya dari bentuk dan kondisi cat yang sudah kusam, Rio langsung tahu itu mobil bekas punya Tyas, sahabat Vanya.
Seperti dugaannya, jendela mobil terbuka, kepala Tyas menyembul keluar dengan senyum pura-pura ramah yang menjijikkan.
"Rio, panas banget di luar, mending naik mobil aja deh, gue anterin, kasihan nanti kepanasan," tawar Tyas dengan nada sok peduli.
Rio memutar bola matanya. Dulu dia masih mau menghormati Tyas demi menjaga perasaan Vanya, tapi sekarang? Buat apa?
"Gak usah deh, gue takut mobil lu tiba-tiba mogok di jalan, lagian AC lu juga gak dingin kan? Mending gue naik motor, lebih adem," balas Rio ketus tanpa sungkan.
Wajah Tyas langsung berubah hitam, memang benar, mobilnya bekas entah sudah berganti tangan berapa kali, sering banget bermasalah, AC-nya juga udah rusak dari kemarin tapi belum diperbaiki karena mahal.
Dia hidup terlihat mewah, padahal cuma gengsi doang. Dalam hati sudah susah payah. Tyas mendengus kesal, lalu menutup jendela dengan kasar, dia langsung menginjak gas dengan keras, memuntahkan asap knalpot langsung ke arah Rio. Rio cepat-cepat menarik visor helmnya dan memutar gas motornya, kabur sebelum kena serangan asap berikutnya.
Kalau dia santai, pasti Tyas bakal sengaja pelan-pelan biar dia makan asap terus.
——
Setengah jam kemudian, di depan Kantor Catatan Sipil.
Vanya menatap buku nikah berwarna merah di tangannya yang kini sudah dicap "CERAI" dengan huruf besar. Dia melirik Rio dengan tatapan dingin.
"Mulai hari ini, kita udah gak ada hubungan lagi, jangan ganggu gue kalau gak ada perlu, kalau ada perlu juga tetep jangan ganggu, tapi demi mantan suami yang udah beberapa tahun, gue kasih saran, cepetan cari kerjaan. Lu mungkin gak perlu makan, tapi Kenzie butuh, qpalagi sebentar lagi dia udah waktunya masuk TK," ucap Vanya dengan nada menggurui.
Rio tertawa sinis. "Kalau lu emang peduli sama Kenzie, kenapa gak minta hak asuhnya? Atau minimal bayar nafkah anak?"
Vanya langsung terdiam, mulutnya terbuka tapi tidak ada kata yang keluar.
Dia jago banget kalau soal nyalahin orang lain sambil pura-pura jadi orang baik, tapi kalau udah disuruh keluarin uang beneran? Dia langsung bungkam.
Ucapan Rio tadi merobek habis topeng terakhir yang dia pakai. Vanya menatap Rio dengan tatapan penuh kebencian, lalu berbalik dan berjalan pergi, langkahnya dibuat-buat seksi, menuju parkiran. Yang menunggunya di sana bukan Tyas, tapi seorang pria paruh baya dengan perut buncit dan kepala setengah botak. Di sampingnya terparkir Audi A7 yang masih terlihat baru, kayaknya baru dibeli beberapa bulan terakhir.
Ekspresi Vanya yang tadi masih dingin dan ketus langsung berubah drastis begitu melihat pria itu. Senyum manis mengembang di wajahnya, suaranya jadi lembut.
"Ko Gunawan, makasih banget ya udah repot-repot jemput aku," sapa Vanya dengan manja.
Gunawan tertawa, memperlihatkan deretan gigi kuning. Bau mulutnya yang menyengat langsung tercium sampai ke hidung Vanya.
Vanya hampir muntah di tempat, tapi dia menahan sekuat tenaga. Digigitnya bibir bawahnya kuat-kuat.
'Memang sih, penampilannya gak bisa dibandingin sama Rio. Bau mulutnya parah, ketiaknya juga bau, tapi dia punya duit!' pikir Vanya sambil berusaha menenangkan diri.
Pria ini tinggal di apartemen mewah, punya mobil bagus, jauh banget dibanding Rio yang cuma kerja kantoran biasa.
Tyas benar, dia udah gak muda lagi, harus mikirin masa depan sendiri.
Gunawan tidak sadar kalau baunya bikin Vanya mual. Dia malah mengira Vanya tidak enak badan.
"Vanya, kamu kenapa? Gak enak badan ya?" tanya Gunawan dengan nada khawatir yang dibuat-buat peduli.
Vanya menggeleng cepat. "Gak kok Ko, aku baik-baik aja. Yuk, kita berangkat, kan katanya mau liat toko?"
Gunawan mengangguk, lalu dengan sopan membukakan pintu mobil untuk Vanya.
Di dalam mobil, Tyas yang sedang main ponsel langsung menatap Vanya dengan senyum lebar.
"Vanya, udah beres semua kan?" tanya Tyas antusias.
Vanya mengangguk, tapi tiba-tiba rasa ragu muncul di dadanya. Wajahnya berubah gelisah.
"Tyas, beneran gak sih gue udah bener? Kenzie masih kecil banget, gue tinggalin dia gini, nanti dia tumbuh jadi gimana?" tanya Vanya pelan, suaranya sedikit bergetar.
Tyas langsung cemberut, menatap sahabatnya dengan tatapan kesal.
"Emang lu mau ikut tenggelam bareng Rio? Lu udah liat sendiri kan, dia utang ke mana-mana, hidupnya bakalan ancur. Lu mau terseret juga? Coba deh lu liat Ko Gunawan ini. Umurnya emang udah empat puluhan lebih, tapi di kota besar kayak Jakarta, dia punya apartemen gedong sendiri, mobilnya Audi A7, itu bukan main-main loh. Yang penting lagi, usahanya jalan terus, penghasilannya setahun bisa lima-enam ratus juta, mana ada bandingannya sama Rio?" Katanya menyakinkan dengan memainkan psikologis nya.
Lagian Ko Gunawan udah janji, dia bakal bantu kita dapetin harga bagus buat salon kecantikan itu. Kalau udah jalan, kita juga punya usaha sendiri, hidup enak. Nanti kalau udah stabil dan lu masih kangen sama Kenzie, tinggal ajak dia ikut lu. Gampang kan?" Lanjut Tyas panjang lebar dengan nada meyakinkan.
Mendengar penjelasan itu, Vanya merasa masuk akal. Keraguan di hatinya perlahan hilang.
Benar juga, Masa mudanya tinggal sedikit, gak bisa terus dihabiskan sama Rio yang hidupnya gak jelas.
Kalau lepas dari Rio, dia bebas, bisa ngapain aja.
Membayangkan masa depan cerah yang menunggunya, Vanya kembali tersenyum. Dia langsung ngobrol sama Tyas, ngebahas mau makan malam di mana buat rayain kebebasannya.
Sementara dua sahabat itu asyik ngobrol, Gunawan tidak langsung masuk mobil, dia malah berjalan menghampiri Rio yang masih berdiri di depan gedung.
Dengan senyum palsu, Gunawan mengeluarkan kotak rokok dari sakunya dan menyodorkannya ke Rio.
"Bro, ngobrol sebentar yuk?" tawar Gunawan sambil tersenyum.
Rio sama sekali tidak tertarik menerima rokok itu, dia memang bukan perokok, apalagi mau terima dari orang kayak Gunawan.
Begitu Gunawan membuka mulut, bau busuk langsung menyerang hidung Rio. Rio refleks mundur dan langsung muntah-muntah.
Melihat reaksi Rio, wajah Gunawan langsung gelap, dia mendengus keras.
"Dasar gak tau diri! Pantesan aja Vanya mau ninggalin lu! Mulai sekarang, jauhin dia. Kalau sampe gue tau lu ganggu dia, lu bakal tau akibatnya!" ancam Gunawan dengan suara rendah penuh intimidasi.
Rio sebenarnya ingin membalas, tapi bau mulut Gunawan terlalu kuat. Rio bahkan gak berani bernapas, apalagi ngomong, dia cuma bisa terus muntah-muntah di tempat, hampir sampai keluar cairan empedu.
Merasa sudah menang, Gunawan berbalik dengan wajah kesal dan kembali ke mobilnya, tapi di dalam hati, dia sudah menandai Rio sebagai musuh. Dia berencana nyari orang buat ngajarin Rio pelajaran. Harus balas dendam! Setelah mobil Gunawan menjauh, Rio baru berani bernapas lega. Rasanya seperti orang yang hampir tenggelam dan akhirnya bisa naik ke permukaan.
Membayangkan Vanya dan Tyas harus duduk di dalam mobil bareng Gunawan yang baunya naudzubillah itu, Rio gak bisa nahan tawa.
Entah dari mana Tyas nemuin pria aneh kayak gitu. Vanya juga bodoh banget, kalau Gunawan beneran bagus, Tyas udah duluan ambil, mana mungkin dikasih ke sahabatnya?
Pasti ada sesuatu yang mencurigakan.
Tapi itu bukan urusan Rio lagi, mereka udah resmi cerai, gak ada hubungan apa-apa. Bahkan kalau Vanya sampai dibawa kabur ke kamboja buat penipuan online, Rio gak akan peduli sama sekali. Perceraian udah selesai, sekarang di depan Rio terbentang jalan lebar menuju masa depan cerah.
Dia langsung menyalakan motornya dan meluncur ke gedung perusahaan sekuritas.
Sesuai informasi dari sistem, hari ini adalah awal mula lonjakan gila-gilaan saham Galaksi Ventura. Delapan hari, tujuh kali hit batas atas, dia harus masukin semua uangnya sebelum pasar buka.
Rio udah jual semua barang berharga yang dia punya, totalnya dia berhasil kumpulin dua ratus dua puluh juta lebih.
Sekarang tinggal satu jam sebelum pasar saham dibuka, harus cepat!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...