Saat berumur lima tahun orang tua Santika membuangnya namun 12 tahun kemudian orang tuanya berusaha mencarinya. Hingga pada akhirnya mereka dipertemukan kembali.
Namun dua tahun kemudian dirinya di paksa untuk menggantikan Adik Tirinya yang dijodohkan dengan seorang pria yang terkenal dengan kekejaman dan dingin namun lebih parahnya pria tersebut ternyata lumpuh.
Awalnya Santika menolaknya namun orang tuanya mengancamnya akan menghentikan biaya rumah sakit Nenek angkatnya membuat Santika terpaksa bersedia menikah dengan pria tersebut.
Santika sama sekali tidak menyangka kalau banyak rahasia keluarga suaminya yang selama ini tidak diketahui oleh orang luar. Rahasia apakah itu?
Apakah Santika bahagia menikah dengan suaminya atau berakhir bercerai mengingat keluarga suaminya sangat membenci suaminya dan juga dirinya? Ikuti yuk novelku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yayuk Triatmaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berusaha
"Gadis kecil ini jatuh dari jurang dan untung saja Aku berada di sana jika tidak tubuh gadis ini menabrak batu besar dan ..." Ucap kakek tersebut menggantungkan kalimatnya.
"Untung saja suamiku menyelamatkan gadis kecil ini." Ucap istrinya.
"Oh ya, bagaimana kalau kita merawatnya dan menganggap cucu kita?" Tanya istrinya yang menyukai gadis kecil tersebut.
"Aku setuju saja biar rumah kita tidak sepi lagi." Ucap suaminya.
Kakek tersebut sudah lama sangat menginginkan kehadiran seorang anak namun Tuhan belum memberikannya begitu pula dengan istrinya.
Karena itulah Kakek tersebut langsung setuju dengan usulan istrinya untuk menganggap gadis kecil itu sebagai cucunya.
Kemudian sepasang suami istri tersebut masuk ke dalam rumah lalu Nenek tersebut dengan telaten merawat dan mengobati luka yang di derita gadis kecil tersebut.
Hingga beberapa saat kemudian gadis kecil tersebut perlahan membuka matanya dan melihat sekeliling ruangan dengan wajah bingung. Hingga gadis kecil tersebut melihat sepasang suami istri sedang menatap dirinya.
"Apakah ada yang sakit?" Tanya Nenek tersebut sambil merapikan pakaian gadis kecil tersebut karena tadi men lap tubuh gadis kecil dengan air hangat.
"Ke dua telapak tanganku agak perih karena tadi sempat memegang akar pohon." Jawab gadis kecil tersebut sambil memperlihatkan ke dua telapak tangannya yang agak memerah dan lecet.
"Aku ada di mana? Apakah Aku sudah mati? Kakek dan Nenek siapa?" Tanya gadis kecil tersebut dengan beruntun.
"Gadis kecil, kamu belum mati. Kakek menyelamatkanmu ketika kamu jatuh dari jurang setelah itu Kakek membawamu ke rumah kami." Jawab Kakek tersebut.
"Kakek, terima kasih sudah menolongku. Jika suatu saat nanti Aku sudah besar, Aku akan membalas kebaikan Kakek dan Nenek." Ucap gadis kecil tersebut dengan tulus.
"Sesama manusia harus saling tolong menolong jadi gadis kecil tidak perlu mengucapkan terima kasih." Ucap sepasang suami istri tersebut dengan serempak.
"Oh ya, siapa namamu? Orang tuamu di mana?" Tanya Nenek tersebut yang tidak ingin ke dua orang tuanya kuatir.
"Namaku Santika dan orang tuaku ..." Ucap Santika menggantungkan kalimatnya lalu tiba-tiba menangis.
Sepasang suami istri tersebut tentu saja sangat terkejut karena tiba-tiba Santika menangis. Nenek tua tersebut yang tidak tega melihat Santika menangis langsung memeluk Santika. Bukannya berhenti menangis malah tangisan Santika semakin keras.
"Santika, ada apa? Kenapa kamu menangis?" Tanya Nenek tua tersebut yang bernama Nenek Ningsih.
"Santika ..... Huhuhuhuhu ..." Ucap Santika sambil masih menangis.
"Menangislah setelah itu ceritakan pada kami apa yang membuatmu menangis." Ucap Nenek Ningsih dengan nada lembut sambil mengusap punggung Santika.
Santika hanya menganggukkan kepalanya hingga beberapa saat kemudian Santika sudah berhenti menangis.
Santika kemudian menceritakan apa yang sudah terjadi sedangkan sepasang suami istri tersebut mendengarkan cerita Santika.
"Itulah yang terjadi." Ucap Santika mengakhiri ceritanya.
"Mereka sangat tega melakukan ini padamu." Ucap sepasang suami istri tersebut dengan serempak sambil menahan amarah terhadap ke dua orang tua Santika.
Sepasang suami istri tersebut sudah menikah selama empat puluh tahun dan selalu mengharapkan kehadiran anak namun Tuhan belum juga memberikannya.
Tapi ini orang tua Santika bukannya bersyukur mempunyai anak malah tega mendorong Santika ke arah jurang dan nyaris kehilangan nyawa jika saja Kakek Tua tersebut tidak menolongnya.
"Bagaimana kalau Santika tinggal sama kami?" Tanya Nenek Ningsih penuh harap.
"Santika mau, Nek. Santika akan bekerja dengan keras untuk membantu Nenek dan Kakek agar Santika tidak menjadi beban buat Kakek dan Nenek." Jawab Santika.
Santika mengatakan hal itu karena Ibunya Santika yang bernama Ibu Risih sering menyebutnya beban ketika Ibu Risih dalam keadaan marah.
Hal ini dikarenakan Ibu Risih harus bekerja keras untuk menghidupi suami dan putrinya yang bernama Santika mengingat gaji suaminya sangat kecil.
Sebenarnya lebih dari kata cukup gaji yang diberikan suaminya namun karena gaya hidupnya yang tinggi di tambah hutang yang menumpuk membuat Ibu Risih terpaksa bekerja keras.
"Kenapa kamu mengatakan harus bekerja dengan keras membantu kami agar tidak menjadi beban bagi kami?" Tanya Nenek Ningsih dengan wajah terkejut begitu pula dengan suaminya.
"Karena jika Ibuku sedang marah maka Ibuku mengatakan Aku sebagai beban. Padahal Aku selalu bekerja keras membantu Ibuku tanpa pernah mengeluh." Jawab Santika dengan wajah sendu.
Sepasang suami istri tersebut bertambah terkejut dengan perkataan Santika. Mereka berdua berusaha menahan amarahnya dan merasakan kesedihan serta penderitaan yang dialami oleh Santika.
"Sekarang kamu tinggal bersama kami dan tidak perlu kamu bekerja keras seperti yang dilakukan waktu kamu tinggal bersama ke dua orang tuamu." Ucap Nenek Ningsih.
"Tapi Nek ...." Ucapan Santika terpotong oleh Nenek Ningsih.
"Jika kamu sudah besar nanti dan tenaga Nenek tidak kuat barulah kamu boleh membantu kami." Ucap Nenek Ningsih.
"Apa yang dikatakan Nenekmu memang benar. Kamu tidak perlu membantu kami karena tenaga kami masih kuat." Ucap Kakek Tua tersebut yang bernama Kakek Alexander.
Santika hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum bahagia karena masih ada orang yang menyayangi dirinya dengan sepenuh hati.
Sejak saat itu Santika tinggal bersama sepasang suami istri tersebut. Santika yang sudah terbiasa membantu Ibunya membuat Santika sering membantu sepasang suami istri tersebut.
Awalnya sepasang suami istri tersebut menolaknya namun Santika selalu mengatakan merasakan bosan jika dirinya diam saja tanpa melakukan apa-apa.
Jika di suruh main maka Santika langsung menolaknya dengan alasan dirinya lebih suka membantu sepasang suami istri tersebut.
Hingga akhirnya sepasang suami istri tersebut mengijinkan Santika untuk membantunya namun tidak seberat yang dulu diperintahkan Ibunya.
Di mana Santika membantu Nenek Ningsih membersihkan rumah dan menyiapkan makan. Sedangkan untuk Kakek Alexander, Santika membantunya memetik tanaman herbal sekaligus dirinya belajar untuk mengetahui khasiat tanaman herbal.
Selain itu Kakek Herbal mengajari Santika ilmu bela diri agar kelak bisa menjaga dirinya sendiri dan bisa membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan.
Enam Tahun Kemudian
Waktu berlalu dengan cepatnya di mana kini Santika sudah berusia 11 tahun. Santika tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan baik hati.
Santika selalu membantu sepasang suami istri tersebut tanpa mengenal lelah ataupun mengeluh. Hal ini tentu saja membuat sepasang suami istri tersebut sangat bahagia.
Sedangkan di tempat yang berbeda, lebih tepatnya di kediaman orang tua Ayah Rese. Di mana kedua orang tua Ayah Rese meninggal dunia karena di bunuh oleh perampok ketika mereka dalam perjalanan mengunjungi putra kedua mereka yang sudah menikah.
Tanpa sepengetahuan suaminya kalau itu perbuatan orang suruhan istrinya yang sangat membenci ke dua mertuanya terlebih Ibu mertuanya.
Hal ini dikarenakan ketika dirinya melahirkan ternyata dirinya melahirkan bayi perempuan. Ke dua mertuanya yang mengetahui hal itu langsung meminta putra sulungnya sekaligus suami dari Ibu Risih untuk menceraikan istrinya.
Ibu Risih tentu saja tidak terima karena dirinya sudah membuang putri sulungnya atas permintaan suami dan Ibu Mertuanya. Namun ketika melahirkan bayi perempuan lagi dirinya harus diceraikan.
Ibu Risih semakin membenci ke dua mertuanya terlebih Ibu mertuanya. Hingga pelayan setianya memberikan ide untuk menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh ke dua mertuanya.
Ibu Risih yang gelap mata dan dendam yang teramat sangat langsung setuju dengan ide pelayan setianya untuk membunuh mereka dalam perjalanan.
Ketika mengetahui ke dua orang tuanya meninggal, Ayah Rese tentu saja sangat sedih karena ke dua orang tuanya meninggal dengan cara yang sangat tragis.
Sejak kematian ke dua orang tuanya sikap suaminya mulai berubah dan sering menyibukkan diri di perusahaan peninggalan orang tuanya.
"Bu, kenapa Ayah belum datang?" Tanya Bertha yang saat itu berumur lima tahun.
"Mungkin Ayah dalam perjalanan pulang jadi kamu sabar ya." Jawab Ibu Risih dengan nada lembut.
"Biasanya Ayah pulang jam 5 sore tapi sekarang sudah jam 7 malam belum datang. Apa jangan-jangan Ayah lembur lagi dan melupakan kalau hari ini adalah hari ulang tahunku?" Tanya Bertha.
"Ayahmu tidak mungkin lu ..." Ucapan Ibu Risih terpotong oleh suara suaminya.
"Istriku dan putriku, Ayah pulang." Ucap Ayah Rese sambil berjalan ke arah mereka yang sedang duduk di kursi makan.
Ibu Risih dan Bertha yang mendengar suara yang sangat familiar langsung menatap ke arah sumber suara. Mereka berdua melihat Ayah Rese sedang berjalan ke arah mereka.
Ibu Risih dan Bertha sangat terkejut ketika melihat tangan kiri Ayah Rese menggenggam tangan seorang wanita cantik dan tangan kanannya menggenggam tangan seorang gadis remaja berusia 9 tahun.
"Suamiku, mereka siapa?" Tanya istrinya sambil berdiri begitu pula dengan Bertha.
"Istriku, perkenalkan wanita ini adalah istri keduaku sekaligus cinta pertamaku dan gadis ini putri angkatku." Jawab suaminya sambil tersenyum tanpa punya perasaan.
"Apa?" Tanya Ibu Risih dan Bertha dengan serempak dengan wajah sangat-sangat terkejut.
"Suamiku ..." Ucapan Ibu Risih terpotong oleh suaminya.
"Bertha, selama ini kamu ingin sekali mempunyai saudara perempuan supaya bisa bermain bersama dan sekarang Ayah membawakan Kakak untukmu." Ucap Ayah Rese tanpa mempedulikan perasaan istrinya yang sangat kecewa.
Sambil berbicara, Ayah Rese berjalan ke arah Bertha dan istrinya yang masih menatapnya dan melihat tangan Ayah Rese memeluk ke dua bahu Kakak tirinya Bertha.
"Kamu ... Uhuk .... Uhuk .... Uhuk ..." Ucap Ibu Risih sambil terbatuk-batuk.
"Ibuuuuu! ..." Teriak Bertha sambil memegangi tubuh Ibu Risih.
"Sayang, maafkan Ibu karena tidak bisa menemanimu." Ucap Ibu Risih dengan suara terbata-bata sambil memegangi dadanya yang terasa sangat sesak.
Ibu Risih mempunyai penyakit jantung karena itulah ketika suaminya membawa wanita lain yang sudah dinikahi membuat penyakit jantungnya kumat.
"Ibuuuuu! ..." Teriak Bertha kembali sambil duduk karena tubuh Ibu Risih tiba-tiba ambruk seperti tidak bertulang.
Ibu Risih hanya tersenyum sambil memegang pipi Bertha hingga beberapa saat Ibu Risih memejamkan matanya dan langsung tidak sadarkan diri.
"Ibuuuuu! Tidakkkkk ..." Teriak Bertha sambil mengguncang-guncang tubuh Ibu Risih.
Bertha berteriak memanggil nama Ibu Risih sambil menangis sedangkan Ayah Rese dan ke dua perempuan yang tadi dibawanya hanya menatapnya tanpa ekspresi sama sekali.
Hingga setengah jam kemudian Ayah Rese memanggil dua pelayan untuk menggotong tubuh istrinya dan meminta salah satu pelayan untuk membawanya ke rumah sakit bersama sopir keluarga.
Bertha menjerit histeris ketika melihat Ibu Risih mengalami koma dan tidak tahu kapan sadarnya. Hingga beberapa saat kemudian Bertha ikutan tidak sadarkan diri.
Hingga beberapa saat kemudian Bertha terbangun dan mendapatkan kabar dari pelayan kalau Ibu Risih sudah di bawa ke rumah sakit dan dirinya tidak boleh menemui Ibunya.
Bertha tentu saja sangat marah terhadap Ayahnya dan langsung memarahi Ibu Tirinya karena sudah membuat Ibunya koma.
Hal ini tentu saja membuat Ayahnya sangat kesal dengan perkataan kasar Bertha. Atas hasutan istri keduanya Bertha di suruh tinggal di desa tempat kelahiran Ibu Risih berasal bersama Ibunya Bertha. Tanpa mempedulikan apakah Ibu Risih nantinya mati atau hidup.
Bertha tentu saja tidak ingin hidup susah dan tinggal di desa di tambah dirinya takut kehilangan Ibunya. Hal itu membuat Bertha dengan sangat terpaksa berlutut dan menyesali perkataannya karena sudah berani melawan Ayahnya dan memarahi Ibu Tirinya sambil menangis.
Walau Bertha masih berumur lima tahun namun Ibu Risih selalu mengajari putri keduanya untuk berlutut dan menyesal sambil menangis.
Hal ini dilakukan jika seandainya Ayah Rese sedang bertengkar dengan Ibu Risih atau jika seandainya Bertha melakukan kesalahan di depan Ayahnya.
Pikiran Bertha yang saat itu masih polos melakukan apa yang dikatakan Ibu Risih dan ternyata selalu berhasil. Hal ini dikarenakan Ayah Rese sangat sayang terhadap Bertha di tambah menebus rasa bersalah karena sudah membuang Santika.
Ayah Rese yang melihat hal tersebut hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan kasar hingga akhirnya membungkukkan badannya untuk memegang ke dua bahu Bertha.
"Berdirilah." Ucap Ayah Rese.
Bertha hanya menganggukkan kepalanya kemudian Bertha berdiri dengan di bantu Ayahnya. Setelah berdiri Ayah Rese menghapus air mata Bertha dengan lembut.
"Ayah harap kalian tidak saling bertengkar karena Ayah akan menghukum siapa saja yang memulai duluan." Ucap Ayah Rese sambil menatap mereka berdua secara bergantian.
Bertha dan kakak tirinya yang bernama Bella hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Sedangkan istri keduanya hanya menatap Bertha dengan tatapan penuh kebencian.
("Aku sudah berhasil merebut suaminya dan menikah dengan pria yang sudah lama Aku cintai. Aku sangat berharap agar wanita itu tidak bangun lagi dan akhirnya mati. Agar Aku bisa dengan mudah menyiksa anak si alan itu." Ucap wanita tersebut yang bernama Veni).
("Tapi jika seandainya wanita itu sadar maka Aku harus cari cara agar suamiku membenci istri pertamanya lalu mengusirnya bersama anak si alan itu." Sambung Ibu Veni sambil tersenyum jahat).
Tidak terasa waktu berlalu dengan cepatnya dan tidak terasa sudah 6 bulan lamanya. Ibu Risih masih mengalami koma. Hingga di bulan ke 7, Ibu Risih barulah sadar dari komanya.
Seminggu setelah sadar dari komanya, Ibu Risih berusaha untuk menyenangkan suaminya agar dirinya tidak di usir bersama putrinya dan usahanya berhasil.
mudh membunuh mafia juga diego sdh siao sedia dgn pengawal bayangannya