NovelToon NovelToon
KEMBALINYA JENDERAL PERANG

KEMBALINYA JENDERAL PERANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Kisah cinta masa kecil / Dikelilingi wanita cantik / Percintaan Konglomerat / Bad Boy / Kriminal dan Bidadari / Rebirth For Love
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: SuciptaYasha

Update setiap hari!

Leon Vargas, jenderal perang berusia 25 tahun, berdiri di medan tempur dengan tangan berlumur darah dan tatapan tanpa ampun. Lima belas tahun ia bertarung demi negara, hingga ingatan kelam tentang keluarganya yang dihancurkan kembali terkuak. Kini, ia pulang bukan untuk bernostalgia—melainkan untuk menuntut, merebut, dan menghancurkan siapa pun yang pernah merampas kejayaannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2 Lunebridge City

“Hadirin yang terhormat, selamat datang di Lunebridge City. Waktu setempat menunjukkan pukul 16:35 dengan cuaca cerah dan suhu 21 derajat Celsius. Terima kasih telah terbang bersama kami, semoga perjalanan Anda menyenangkan.”

Pesawat berguncang halus saat roda menyentuh landasan. Suara gesekan ban terdengar, lalu perlahan melambat hingga berhenti. Lampu sabuk pengaman padam, penumpang segera berdiri, membuka bagasi kabin, suara koper dan tas saling bertabrakan.

Leon tidak terburu-buru. Ia bangkit dengan tenang, menarik koper hitam polos dari bagasi atas, lalu menutupnya kembali. Tanpa menoleh, ia melangkah keluar mengikuti arus penumpang.

Di sampingnya, wanita itu cepat-cepat merapikan rambut dan pakaiannya. Jantungnya masih berdegup kencang, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang ditinggalkan percakapan singkat sebelumnya.

Di ruang kedatangan bandara yang ramai, orang-orang berlalu-lalang dengan koper dan telepon di tangan mereka. Leon berjalan lurus, tatapannya tajam, auranya membuat orang-orang tanpa sadar menyingkir dari jalannya.

Tiba-tiba—

“Hei tunggu!”

Suara itu terdengar jelas di tengah keramaian. Leon berhenti. Perlahan ia menoleh. Dari kejauhan, wanita cantik berambut sebahu tadi berlari kecil sambil menahan tas di pelukannya.

Leon menatapnya dingin. “Oh, wanita dengan selera yang buruk?”

Wanita itu terhenti beberapa langkah di depannya. Nafasnya sedikit terengah, tapi matanya yang berani menatap balik. “Aku punya nama. Virelia Vanesa, itu namaku!”

Leon mengangkat alis tipis, ekspresinya tidak berubah. "Apa aku harus tahu namamu?"

Virelia menggigit bibirnya sesaat, lalu tersenyum kaku. “Y-ya, Karena aku tidak ingin kau mengingatku dengan julukan aneh itu."

“Itu tidak menjamin aku akan mengingatmu selama itu.”

Virelia terkekeh pelan, meski hatinya selalu tertusuk oleh sikap dingin Leon. “Kalau begitu… mungkin ini bisa membantu.” Ia mengeluarkan sebuah kertas kecil dari tasnya, lalu menuliskan angka dengan cepat. Ia menyodorkannya dengan tangan yang sedikit gemetar.

Leon melirik kartu itu sekilas. “Nomor telepon?”

“Ya.” Virelia mencoba tersenyum alami. “Kalau… kau butuh seseorang untuk bicara, atau sekadar butuh rekomendasi novel. Anggap saja… itu sebagai permintaan maafku karena mengganggumu tadi di pesawat.”

Leon menatap kartu itu lama, lalu mengambilnya tanpa ekspresi, menyelipkannya ke dalam saku jasnya. “Aku jarang butuh orang lain. Jadi jangan berharap aku akan menghubungimu.”

“Aku tahu,” Virelia membalas dengan nada lembut, meski sedikit getir.

Sejenak, keheningan jatuh di antara mereka. Lalu Leon mengangguk singkat, tanda pamit. Ia berbalik, melangkah masuk ke keramaian bandara, sosoknya tenggelam namun tetap menonjol di antara manusia lain.

Virelia berdiri mematung, memandangi punggung tegap itu. Bibirnya berbisik nyaris tanpa suara.

“…Dia… pria tertampan yang pernah kutemui..." Matanya sedikit berkilau, senyum samar terukir di wajahnya. “Seperti pangeran yang keluar dari novel.”

...

Di luar, malam mulai turun. Leon masuk ke dalam sebuah taksi, duduk bersandar dengan wajah datar sambil memberi petunjuk supir taksi akan tempat tujuannya.

Leon duduk dengan sikap tenang, namun jemarinya menggenggam erat lututnya. Dari balik kaca jendela, ia melihat kota yang tak pernah benar-benar berubah. Indah, megah, penuh kehidupan—namun bagi Leon, setiap sudutnya menyimpan bekas luka terdalam.

'Sudah lima belas tahun lamanya…' gumamnya dalam hati. 'Dan semuanya masih sama...'

Kenangan masa kecil berkelebat. Suara teriakan, tatapan penuh hinaan, dan dinginnya dinding batu keluarga D’Arvenne.

Leon Vargas adalah anak kedua dari Celine D’Arvenne—putri keluarga bangsawan sekaligus konglomerat terbesar di kota Lunebridge—dan Marcus Vargas, seorang pria biasa yang dipandang rendah. Pernikahan mereka adalah noda bagi nama besar D’Arvenne.

Leon masih bisa mengingat dengan jelas wajah ayahnya. Pria sederhana, hangat, pekerja keras, namun selalu dipandang rendah oleh keluarga D’Arvenne. Meski ditolak, Marcus tetap tersenyum demi istri dan kedua anaknya.

Di usia tujuh tahun, Leon menyaksikan langsung tubuh ayahnya terbujur kaku. “Kecelakaan,” begitu kata mereka. Tapi bahkan sebagai anak kecil, Leon tahu jika itu bukanlah kecelakaan biasa. Itu adalah pesan.

Pesan bahwa orang biasa tidak pantas menyentuh darah D’Arvenne.

Kematian Marcus memaksa Celine kembali ke rumah besar keluarganya. Di sanalah neraka dimulai. Setiap langkah Leon disambut tatapan jijik. Setiap kata yang diucapkan mengandung racun.

“Anak yang tak diinginkan.”

“Sampah.”

“Aib keluarga.”

Sejak hari itu, hidupnya berubah menjadi neraka.

Siksaan fisik. Penghinaan. Penolakan. Tiada hari tanpa luka.

Tangan-tangan dingin pelayan yang diperintah menampar, menendang, hingga mendorongnya ke tanah. Leon hanya bisa menggertakkan gigi, menahan air mata yang terbakar.

Satu-satunya cahaya baginya adalah ibu dan kakaknya, Julius. Sang kakak selalu berdiri di hadapannya, menahan pukulan yang seharusnya jatuh ke tubuh Leon.

“Jangan takut, Leon. Suatu hari kita akan bebas,” bisiknya setiap malam, menenangkan Leon dikala susah tidur.

Namun cahaya itu pun tak bertahan lama. Ibunya jatuh sakit, tubuhnya melemah karena tekanan yang tak pernah berhenti dari keluarganya. Tidak ada dokter yang dipanggil, tidak ada obat yang diberikan. Ibunya meninggal perlahan, dibiarkan begitu saja.

Julius pun menghilang tak lama setelah itu. Ada yang mengatakan ia pergi meninggalkan adiknya yang tidak berguna. Ada yang berbisik ia bunuh diri. Namun, tidak ada jawaban pasti.

Yang tersisa hanyalah kesunyian dan dinding batu dingin yang terus menghina keberadaannya.

Sejak hari itu, Leon belajar satu hal—

Bahwa belas kasih tidak akan menyelamatkan siapa pun.

Bahwa kelembutan hanya akan diinjak.

Dan bahwa satu-satunya cara agar tidak dihancurkan adalah dengan menjadi lebih kuat… lalu menghancurkan mereka terlebih dahulu.

'Keluarga D'Arvenne… cepat atau lambat, nama itu akan musnah dari kota ini...' ucap Leon dalam hatinya, mematangkan sumpah yang telah lama ia pendam.

“Tuan, kita sudah sampai,” suara sopir taksi memecah lamunan Leon.

Leon menatap keluar jendela, pemandangan indah dari sebuah villa megah sontar menerpa wajahnya.

Lampu-lampu kristal dari villa yang lebih mirip istana itu memantulkan cahaya terang, menembus gelapnya malam. Suara musik klasik mengalun samar, bercampur dengan tawa dan obrolan banyak orang.

Jelas sedang terdapat sebuah pesta besar di dalam sana.

Supir taksi menoleh lagi, wajahnya dipenuhi keraguan. "Tuan, apa ini benar tempat yang Anda tuju? Ini adalah Villa keluarga D'Arvenne, malam ini mereka sedang mengadakan pesta ulang tahun kepala keluarga mereka. Hanya orang yang diundang yang bisa—”

Tanpa basa basi, Leon langsung menyelipkan uang tunai ke saku sang sopir dan berkata “Aku tidak salah tempat," ucapnya. “Dan aku tidak butuh undangan untuk masuk kesana.”

Supir itu terdiam. Ada sesuatu dalam suara Leon—tegas, tak terbantahkan. Ia menoleh kearah sakunya, jelas terlihat beberapa lembar uang seratus dollar disana, jauh dari tarif taksi miliknya.

"Aku tidak pergi lama. Tunggu aku disini," ucap Leon sembari keluar dari mobil.

Sang sopir hanya mengangguk sopan, menahan rasa gembira dalam hatinya. “Baik Tuan! Hati-hati.”

Leon menatap villa besar itu dengan sarat emosi, koper hitam miliknya masih melekat di tangannya.

'Sepertinya kalian masih bisa menggelar pesta setelah semua yang terjadi,' batin Leon, dingin. 'Akan kupastikan ini akan menjadi pesta terakhir yang bisa kalian nikmati...'

1
Hendra Saja
sampai saat ini menarik....MC nya Badas...
Hendra Saja
semangat up Thor.......makin seru
Rudik Irawan
sangat menarik
Kustri
☕semangat UP😍
Cha Sumuk
mantap mc cowok nya ga kaleng2 bnr..
Caveine: makasih kak🥰🥰
total 1 replies
Kustri
kutemani thor☕☕☕untukmu💪
Caveine: makasih bang 🥰🥰
total 1 replies
Kustri
wajib dibaca!!!
Kustri
waduuuh jgn biarkan wanitamu dipermalukan , leon
ayooo muncullah!!!
Kustri
weee... leon curi start
gmn malu'a klu tau angeline anak si komandan🤭😄
Kustri
angeline anak komandan?
Kustri
tambah semangat 💪
Kustri
woii tanggung jwb kau, leon🤭
Kustri
apa edward kakak leon
Kustri
latihlah anak" buah garka spy lbh tangguh
Kustri
uuh.... kalimat"mu, keren
sangtaipan
mantap
Kustri
gaaaas pooll
Kustri
wkwkkkk... victor polisi penjilat, rasakno!!!
ternyata sang komandan telah mengenal leon
Kustri
siap thor!
ah, leon akhir'a dpt sekutu
Kustri
seruuu...!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!