NovelToon NovelToon
TERJEBAK DALAM LUKA DAN HASRAT

TERJEBAK DALAM LUKA DAN HASRAT

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Romansa
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: Reetha

Sudah 12 tahun sejak Chesna Castella Abram tidak lagi pernah bertemu dengan teman dekatnya saat SMA, Gideon Sanggana. Kala itu, Gideon harus meninggalkan tanah air untuk melakukan pengobatan di luar negeri karena kecelakaan yang menimpanya membuat ia kehilangan penglihatan dan kakinya lumpuh, membuatnya merasa malu bertemu semua orang, terutama Chesna. Di tahun ke 12, saat ia kini berusia 27 tahun, Gideon kembali ke tanah air, meski kakinya belum pulih sepenuhnya tapi penglihatannya telah kembali. Di sisi lain, Alan saudara kembar Chesna - pun memiliki luka sekaligus hasrat mengandung amarah tak terbendung terhadap masa lalunya sejak lima tahun silam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reetha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Malam itu langit berwarna kelabu. Hujan baru saja reda, menyisakan udara lembap yang menggantung di balkon penthouse.

Alan baru saja menyalakan musik lembut di ruang tamu, mencoba menenangkan diri setelah seharian dikejar pekerjaan. Tapi pintu terbuka tiba-tiba membuatnya menoleh cepat.

“Chesna?” suaranya naik setengah oktaf. “Lho… bukannya kamu harusnya pulang ke rumah?”

Tanpa menjawab, Chesna langsung melangkah masuk. Wajahnya tenang tapi jelas bukan tenang yang biasa.

Alan sudah tahu, kalau kembarannya datang dengan ekspresi seperti itu, artinya badai baru akan dimulai.

“Kenapa lagi kamu ke sini?” Alan mencoba santai, memegang gelas jusnya seolah situasi baik-baik saja. “Kamu kayak orang yang habis bertengkar?”

“Emang aku tidak boleh ke sini? Atau ada cewek yang kamu sembunyikan di tempat ini?” tanya Chesna, suaranya datar tapi menusuk.

Alan menurunkan gelasnya. “Apaan sih? Ngomong tuh yang jelas!”

“Baik,” potong Chesna cepat. “kamu harusnya bisa jelaskan tentang ini.”

Ia membuka tasnya perlahan, mengeluarkan sesuatu yang membuat Alan langsung mematung.

Sebuah bungkus pil, sedikit lecek.

Alan langsung kehilangan kata-kata.

Wajahnya pucat, sementara Chesna menatap tajam, penuh kecewa tapi tanpa teriak, hanya dingin.

“Ini… aku nemu di kamar mandi pagi tadi,” ucapnya. “Kau mau jelaskan, Alan? Aku ini dokter. Aku tahu ini bungkus pil penyubur kandungan...”

Alan refleks menggaruk tengkuknya, tertawa kecil tapi jelas gugup. “Ah… itu… mungkin,...”

“Tidak bisa bicara?” ulang Chesna cepat. "Aku mau tanya, kau sudah melakukan itu... ?"

Alan diam.

"Kau gila, Alan? kau bahkan belum menikah tapi kau-"

Bibirnya bergerak, tapi suaranya tercekat di tenggorokan.

“Jadi benar,” lanjut Chesna dengan napas berat. “Kau berencana menghamili orang tanpa menikah?”

“Ches, dengar dulu aku—”

“Aku nggak butuh klarifikasi dari pria yang bahkan nggak bisa jaga dirinya sendiri.”

Alan menunduk, tangannya mengepal di pangkuan.

“Aku… aku nggak sengaja, oke? Semuanya terjadi begitu aja.”

“Begitu aja?” sergah Chesna. “Kau tahu, itu alasan paling payah yang pernah aku dengar!”

Suasana di ruang tamu membeku.

Musik yang masih berputar pelan terdengar ironis di antara jeda tegang di antara keduanya.

Alan akhirnya menghela napas panjang, menyerah.

“Dia datang malam itu, dia tiba-tiba muncul. Aku nggak mikir panjang, Ces.”

“Dan hasilnya? Sama aja kamu lagi menciptakan badai yang belum tentu kamu siap tanggung.”

Chesna memalingkan wajah, matanya mulai berair, tapi suaranya tetap tegas.

“Kau itu saudara kembarku, Alan. Aku tahu semua sisi burukmu tapi yang satu ini… kamu benar-benar kelewatan.”

Alan menatapnya, pelan, penuh sesal.

“Aku tahu. Aku tahu aku salah. Tapi jangan lihat aku seperti itu, Ces. Aku cuma-”

“Cuma manusia, ya?” potong Chesna lirih. “Manusia yang nggak belajar dari kesalahan. Kau sudah lupa bagaimana sejarah hidup kita?”

Diam.

Lalu Chesna berdiri, menatap langit kota dari balik jendela besar. Hujan mulai turun lagi, menimpa kaca dengan suara halus.

Alan berjalan mendekat, tapi tak berani menyentuhnya.

"Aku tidak menyuruhnya minum itu. Shenia melakukannya diam-diam. Shenia -"

"Apa? Shenia?" Chesna menyipit begitu dengar nama sahabatnya. "Kau bilang Shenia? Setelah dia menghilang enam tahun, dia kembali hanya untuk menidurimu bahkan meminum pil penyubur?" Chesna menolak percaya. Baginya, ini terlalu seperti lelucon.

"Aku tidak berbohong. Dia memang Shenia. Dia muncul tiba-tiba dan menghilang saat aku bangun."

Chesna menatap mata Alan tajam. Ia mencari sesuatu disana, tapi tidak menemukan tanda kebohongan.

"Aku tidak tahu apa maksudnya, Ches. Dengan jejak pil itu aku jadi mengira dia memang sengaja ingin mengandung anak dariku."

Chesna terdiam, perlahan melunak. bagaimanapun juga, ini tentang sahabat yang ia sayangi. "Kenapa seorang Shenia harus melakukan hal serendah ini? Dan kenapa Kau juga bisa lakukan itu tanpa pikir panjang?" nadanya merendah.

"Aku tidak pernah berpikir hal itu terjadi lagi, Ches. Tapi dia memasukkan sesuatu ke minumanku. Apa namanya kalau bukan disengaja?"

Chesna tampak semakin terkejut. Alan menyebut kata "lagi," sebuah pernyataan bahwa mereka sudah melakukan hal yang sama sebelumnya. Dan ya, Alan membenarkan itu. Ia mengaku kekhilafannya di masa lalu sebelum Shenia menghilang.

Chesna tampak berpikir keras ingin menggali maksud dari potongan kisah asmara itu. "Tunggu! Kalian berdua juga melakukan itu enam tahun lalu. Terus dia menghilang, lalu muncul lagi seolah datang hanya untuk tidur denganmu, lalu pergi. Ini bukan lelucon. Terlalu mencurigakan, Alan." ujar Chesna, tegas.

"Aku juga tidak tinggal diam. Aku mencari keberadaannya sampai detik ini. Tapi aku belum menemukan apapun,"

Malam itu, keduanya tidak bisa tidur karna gelisah memikirkan Shenia.

__

Malam itu rumah sakit di pusat Seoul terasa sunyi. Lampu di ruang rawat VIP meredup lembut, hanya menyisakan cahaya dari monitor medis di sisi tempat tidur Aaron.

Shenia duduk di kursi dekat ranjang, menatap anak kecil itu yang sedang menggambar di buku sketsanya. Wajah Aaron tampak ceria, meski masih tampak pucat setelah menjalani terapi siang tadi.

“Mami…” suara kecil itu memecah keheningan.

“Hmm?” Shenia menunduk, membenarkan selimut Aaron dengan senyum lembut.

“Aku tadi lihat anak-anak lain di taman rumah sakit… mereka sama papa.” Aaron berhenti sebentar, matanya yang besar memandang ibunya polos. “Kenapa aku tidak punya papa?”

Pertanyaan itu sederhana. Tapi menusuk dalam, seperti jarum halus yang menembus dada Shenia pelan-pelan.

Senyumnya goyah sesaat, tapi cepat-cepat ia pulihkan. “Siapa bilang kamu nggak punya papa, hm?” ujarnya lembut, menyentuh pipi Aaron.

“Tapi aku nggak pernah lihat dia,” Aaron menatap bingung. “Teman-teman bilang kalau papa itu yang jagain istrinya. Kalau mama capek, papa yang gendong. Tapi aku nggak pernah lihat ayah gendong mami.”

Shenia tertawa pelan, tapi suaranya terdengar serak. “Papamu… dia orang yang sangat baik, sayang. Cuma… mami dan dia harus hidup di tempat yang berbeda.”

“Jadi apa yang papa lakukan? Dia tidak ingin bertemu denganku? Apa papa tidak menyukai anak yang sakit?”

“Bukan begitu, sayang. Papa hanya sangat sebuk bekerja.”

Aaron terdiam sejenak, lalu kembali fokus pada gambarnya. “Kalau nanti aku sembuh, boleh nggak kita cari papa? Aaron ingin berkenalan.”

Shenia menatapnya, matanya memanas.

Ia ingin menjawab “tidak”, ingin menutup semua jalan menuju masa lalu yang penuh kebohongan itu. Tapi tatapan polos Aaron membuatnya tak sanggup.

“Kalau kamu sudah sembuh, kita lihat nanti, ya,” jawabnya akhirnya, dengan senyum yang hampir pecah jadi tangis.

Aaron mengangguk riang, lalu menyodorkan gambar yang baru ia buat, gambar seorang anak laki-laki di tengah, diapit oleh sosok perempuan dan laki-laki yang sedang bergandengan tangan.

“Ini Aaron, Mami, dan papa,” katanya bangga. “Papa pasti lebih tinggi, kan?”

Shenia mengangguk pelan, bibirnya bergetar.

“Iya, Sayang… papamu tinggi dan tampan sepertimu.”

Meski di dalam hatinya ia berteriak, "Tapi ayahmu juga orang yang paling pantas membenciku."

Shenia menatap jendela rumah sakit yang menampilkan panorama Seoul malam hari. Lampu-lampu kota berkilau seperti bintang yang jatuh.

Tangannya menggenggam erat tangan Aaron. Dalam hati, ia berjanji lagi, meski sudah ratusan kali sebelumnya bahwa ia akan menanggung semua sendiri, asal anaknya tidak pernah tahu kebenarannya.

Bersambung...

1
RaveENa
aku kira neneknya chesna sama kek neneknya gideon/Grin/
Reetha: 🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
RaveENa
ini kenapa sihh para nenek2 kepo bgt,ikut campur bgt.
bukannya nikmatin hr tua,ehh malah ikut campur urusan cucu2 nya/Left Bah!/
thor lidya biang gosip ya,apa2 selalu aja tau/Facepalm/
Reetha: 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
Dar Pin
haduh bangun tidur dibuat spot jantung 😄💪
Nurminah
sudah bau tanah aja bikin rusuh ceptin mati aja Thor nenek peot nya nyusahin aja
RaveENa: bikin emosi ya kak tu nenek2
total 1 replies
Dar Pin
haduh ada aja yg ngalangin 🤣
Nurminah
lanjutkan makin seruuuu
Eva Karmita
so sweet nya 💓💓💓💓💓💓💓😍
Mela Nurmala
slalu ingin baca... utk alan diperbanyak jg ya thor. penisirin pengen alan cepet2 tau klo di pny anak ternyata😄
Dar Pin
meleyot Thor hatiku tunggu gebrakan Alan nih ayo jangan kalah dengan pasangan satunya 👍😄
Ophy60
Alan....kerahkan orang² mu untuk mencari. Shenia sudah didepan mata.
Dar Pin
ayo Alan berjuang semoga cepetan ketemu titik terang biar bisa kumpul menjadi keluarga 💪😄
Dar Pin
deg deg hatiku Thor lanjut 💪
Umi Kolifah
ayo Thor pertemukan keduanya agar si kembar bisa sama2 membina keluarga yang bahagia
Nurminah
aku kira bakal kehamilan simpatik biar alan tambah gencar nyari sherina tau bakal jadi ayah
tari
ayo thor pertemukan alan dan shenia
tari
bacanya sambil senyum senyum nih thor😀🥰
RaveENa
meleyot aq bacanya...seneng bgt kl disuguhin yg manis2 kek gini.
thor kapan giliran alan??
Dar Pin
ketawa terus bawaannya thor JD semangat nunggu lanjutannya kawal sampai halal chesna Gidion 💪😄
Iin Wahyuni
lanjut thor💪
Dar Pin
mudah mudahan cepet ketemu Alan dan shenia ya JD ikut gregetan nih lanjut Thor 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!