NovelToon NovelToon
Operasi Gelap

Operasi Gelap

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / Balas Dendam / Mata-mata/Agen / Gangster / Dark Romance
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Radieen

Amara adalah seorang polisi wanita yang bergabung di Satuan Reserse Narkoba. Hidupnya seketika berubah, sejak ia melakukan operasi hitam penggrebekan sindikat Narkoba yang selama ini dianggap mustahil disentuh hukum. Dia menjadi hewan buruan oleh para sindikat Mafia yang menginginkan nyawanya.
Ditengah - tengah pelariannya dia bertemu dengan seorang pria yang menyelamatkan berulang kali seperti sebuah takdir yang sudah ditentukan. Perlahan Amara menumbuhkan kepercayaan pada pria itu.
Dan saat Amara berusaha bebas dari cengkraman para Mafia, kebenaran baru justru terungkap. Pria yang selama ini menyelamatkan nyawanya dan yang sudah ia percayai, muncul dalam berkas operasi hitam sebagai Target Prioritas. Dia adalah salah satu Kepala geng Mafia paling kejam yang selama ini tidak terdeteksi.
Amara mulai ragu pada kenyataan, apakah pria ini memang dewa penyelamatnya atau semua ini hanyalah perangkap untuknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radieen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hukum Bisa Kau Beli

Selembar kertas bermaterai di serahkan. Mereka masih tercengang. Bagaimana bisa permainan ini berganti posisi. Kemenangan di depan mata berbalik tanpa aba-aba.

Beriringan dengan surat itu, masuklah seorang pria paruh baya ke dalam ruang interogasi. Setelannya rapi, ia mengenakan jas hitam licin tanpa kerut, kacamata tipis bertengger di hidungnya. Di tangannya, terlihat map cokelat yang dipenuhi dokumen. Ekspresinya tenang, penuh wibawa.

“Nama saya Harun Wijaya, saya adalah penasihat hukum yang mewakili Bara dan kawan-kawannya,” ucapnya dengan suara berat namun tenang. “Saya harap pihak penyidik memahami bahwa sejak saat ini, segala proses pemeriksaan harus didampingi oleh penasihat hukum, sesuai Pasal 55 KUHAP.”

Alfian langsung masuk dan mendengus kasar. “Mereka pengedar kelas kakap, bukan maling ayam! Kau pikir hukum akan melindungi mereka?”

Harun tersenyum miring, tidak gentar sedikit pun. “Hukum melindungi setiap warga negara, Komandan. Termasuk klien saya.”

Amara menatap tajam. “Kau datang terlalu cepat. Seolah-olah kau sudah tahu mereka akan ditangkap malam ini.”

Harun menatap balik dan berbicara dengan tenang. “Mungkin saja klien saya yang selalu menyiapkan diri. IPTU Amara, sepertinya anda terlalu meremehkan orang lain.”

Alfian mengepalkan tangan mencoba menahan diri. Ia tahu, ia tak bisa gegabah.

Harun lalu mengeluarkan selembar dokumen dari mapnya, meletakkannya di atas meja.

“Dan lagi, penangkapan ini cacat prosedur. Kalian masuk ke club tanpa surat izin penggeledahan yang jelas. Tidak ada saksi independen saat penyitaan barang bukti, hanya anggota kalian sendiri. Sesuai KUHAP, bukti yang diperoleh dengan cara melawan hukum bisa dinyatakan tidak sah di persidangan.”

Alfian menghentakkan tangannya ke meja, amarahnya tak bisa lagi dia tahan.

“Jangan samakan kami dengan preman jalan! Kami melakukan penangkapan berdasarkan laporan intelijen!”

Harun tidak bergeming, ia menggeser dokumen di atas meja mendekati Alfian.

“Laporan intelijen tanpa surat perintah resmi tetaplah tidak sah. Kau tidak mungkin tidak tahu, Komandan Alfian. Dan lebih baik kalian memikirkan baik-baik ucapan saya…Saya yakin kalian tidak ingin nama baik kalian tercoreng hanya karena masalah ini.”

Ruangan mendadak hening. Hanya terdengar detak jam dinding diantara ketegangan.

Amara menatap Alfian, mencoba membaca pikirannya. Di satu sisi, bukti yang mereka dapat sudah sangat jelas. Di sisi lain, setiap kalimat Harun terdengar seperti pisau yang siap memotong habis kredibilitas mereka.

Harun menutup mapnya kembali, merapikan jasnya.

“Untuk malam ini, saya tidak meminta keajaiban. Saya hanya meminta hukum ditegakkan sebagaimana mestinya. Jika klien saya bersalah, buktikan secara sah dan meyakinkan. Jika tidak, maka mereka berhak bebas tanpa noda. Itu saja.”

"Tak..tak..tak..", masuk seorang petugas administrasi dengan dokumen berita acara pelepasan tahanan beserta barang pribadi milik Bara.

Petugas administrasi itu, dengan wajah kikuk, meletakkan dokumen di meja. “Mohon maaf, Komandan. Kami… hanya menjalankan instruksi atasan.”

Bara menundukkan kepala sebentar, lalu mengangkat tangannya yang terborgol. “Nah, kalau begitu…” katanya santai.

Harun memberi isyarat. Petugas itu membuka borgol Bara. Bara menggerakkan pergelangannya perlahan, menikmati kebebasan yang baru saja dia renggut kembali. Lalu, bangkit dan merapikan kerah bajunya. Ia menepuk bahu Amara, “terima kasih atas pesta sambutannya, saya tidak akan melupakan wajah cantik yang penuh keramahan ini."

Semua polisi di ruangan itu tak ada yang bisa berkutik. Hanya menahan geram yang tidak berkesudahan.

Harun membuka pintu, keluar bersama Bara yang melenggang bebas di sisinya. Bayangan keduanya memanjang di lantai koridor, meninggalkan ruangan interogasi yang masih penuh amarah dan rasa terhina.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Alfian menghempaskan tinjunya ke dinding, suara kerasnya memantul. “Dasar bedebah… Binatang!”

Amara hanya menatap pintu yang tertutup rapat, napasnya berat. Pikirannya melayang mencari cara agar para Mafia itu dikenai hukuman yang setimpal.

"Ini terlalu mudah, apa tidak ada yang bisa kita lakukan?" Amara bergumam pelan.

Alfian, yang masih menahan amarahnya, menepuk meja dengan telapak tangan. Suaranya bergetar, antara frustrasi dan kemarahan.

“Kita harus mulai dari sesuatu, Amara! Mereka mungkin bebas malam ini, tapi aku tidak akan membiarkan mereka lolos begitu saja!”

Amara menghela napas panjang. Ia tahu mereka harus berhati-hati menghadapi para Mafia ini. Ini bukan sindikat ikan teri, bisa saja ini adalah paus pembunuh. Sebuah kesalahan kecil bisa saja membuat mereka terseret dalam jebakan.

Mata Amara melirik tajam setiap sudut, setiap orang yang ada di sekelilingnya. Tubuhnya kemudian ia condongkan mendekati telinga Kompol Alfian.

Sesuatu yang dibisikin Amara membuat Alfian mengangguk-anggukan kepalanya, seolah setuju dengan semua ide itu.

"Baiklah", Alfian memecah keheningan ruangan itu. " Kita akan melanjutkan pemeriksaan yang kita bisa, mulai cari selah hukum untuk menahan mereka! Apapun pasalnya, kita buat saja berlapis. Kumpulkan semua yang bisa dijadikan bukti, termasuk rekaman CCTV di klub itu!"

Alfian melihat IPDA Haris, "Haris, cepat selesaikan surat penyergapan kita, mungkin itu masih bermanfaat!"

“Siap, Komandan,” jawabnya tegas. “Aku akan siapkan semua dokumen, aku pastikan kali ini tidak akan ada celah.”

“Kita tidak bisa main-main. Setiap bukti, setiap saksi, setiap langkah harus kita tata ulang dengan rapi. Tidak boleh ada kesempatan!”

Amara menyilangkan tangannya, mengingat ulang setiap kejadian malam itu.

“Kita juga harus pastikan siapa saja yang masuk dan keluar club malam itu. Kita harus selidiki semua hal yang mencurigakan.” Amara setengah berbisik mengatakannya ke kompol Alfian, seperti takut ada yang akan mencium strategi mereka. Alfian mengangguk, matanya menyapu seluruh ruangan.

"Brakk", meja dihantam, terlihat semangat kembali muncul pada wajah Alfian.

“Kita juga harus menyiapkan tim cadangan untuk memantau pergerakan mereka. Jangan sampai mereka bergerak sebelum kita siap. Malam ini mereka bebas, tapi besok semua harus di bawah kendali kita.” Ucap Alfian penuh tekad.

Amara dan Haris langsung serempak berdiri tegak dengan punggung lurus dan mata menatap hormat ke Komandan Alfian. Dengan gerakan cepat tapi rapi, tangan mereka terangkat ke pelipis, jari-jari rapat dan lurus, membentuk sudut yang sempurna.

“Siap, Komandan!!!” Suara mereka terdengar mantap, meski sedikit menahan ketegangan yang tergantung di udara.

Alfian menatapnya sebentar, lalu mengangguk perlahan. Hanya dengan satu isyarat, rasa hormat dan ketaatan itu diterima tanpa kata-kata panjang.

Alfian melangkah keluar dari ruangan. Tanpa aba-aba, semua anggota bergerak bubar. Suara langkah kaki dan pintu yang terbuka-tutup memenuhi koridor.

Amara menatap sekeliling ruangan yang kini hampir kosong. Hanya lampu yang masih menyala dan tumpukan dokumen di meja, menjadi saksi bisu rencana yang baru saja mereka susun. Ia menghela napas, meninggalkan sejenak beban pikirannya.

Diambilnya tas ransel hitam miliknya. Dimasukkannya dokumen itu dan memastikan tidak ada yang kurang. Dia menutup pintu perlahan, meninggalkan koridor yang dingin menuju parkiran.

1
Piet Mayong
so sweet deh fai dan Amara...
Piet Mayong
semanggad Thor...
Piet Mayong
musuh yg sesungguhnya adalah komandannya sendiri, Alfian.
sungguh polisi masa gthu sih....
Piet Mayong
seru ceritanya..
semangat.....
Radieen: 🙏🙏 Makasih dukungan, sering sering komen ya.. biar aku semangat 🩷
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!