DILARANG DIBACA SEBELUM TIDUR!!!
Hanya untuk kalian yang sudah dewasa, yang sudah bisa tidur sendiri tanpa lampu😏
Cerita dalam novel ini akan membawa kalian pada malam mengerikan tanpa akhir. Malam panjang yang dingin dengan teman sekamar yang tanpa tahu malu tidak perlu patungan biaya kamar kos.
Bersama Penghuni kos lain yang tidak tercatat dalam buku sewa. Begitu sepi saat siang tapi begitu ramai saat malam. Dengan bayang-bayang penghuni sebelumnya yang sebenarnya tidak pernah pergi darisana.
Seakan mendapat diskon untuk sebuah keberanian sia-sia. Karena bayaran mahal yakni nyawa setiap malamnya.
Setiap inci gedung kos begitu tipis untuk menghalangi antara yang Hidup dan Mati. Dimana pagi adalah harta terindah yang telah kalian lupakan. Karena memang hanya untuk mereka yang sudah tidak punya pilihan lain.
Cerita horor ini sangat berbeda dari yang kau bayangkan.
Apakah Calista bisa melunasi atau masih berutang nyawa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ittiiiy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 2 : Selamat Datang
Calista berjalan tak tentu arah, hanya mengikuti langkah kakinya dibanding apa yang dikatakan hatinya. Seakan tubuhnya bergerak sendiri untuk melarikan diri, "Bagaimana kalau sekarang kos-kosan itu sudah penuh?" sambil menendang udara tapi hampir saja dia jatuh karena travel bag yang diselempangkan di bahu membuatnya kesulitan untuk menyeimbangkan diri. Calista menyadari bahwa pikirannya ingin pergi jauh dari kos-kosan itu dan ia tahu kalau selama ini pikirannya sudah menyelamatkannya berkali-kali. Tapi hatinya ingin segera kembali kesana, bagaimanapun dia tidak memiliki banyak uang dan itu membuat pilihannya begitu terbatas. Namun selama ini Calista tahu jika lebih memilih mendengarkan hatinya maka ia harus bersiap untuk terluka.
Setelah mengelilingi banyak kos-kosan, Calista menyadari betapa realistis biayanya. Tidak seperti kos-kosan 100 ribu itu, "Kalau dengan biaya semahal ini, aku tidak akan mampu membeli buku tapi makan pun akan kesulitan. Tunggu, sejak kapan aku begitu emosional begini? Kenapa aku begitu percaya pada rasa takutku dibanding fakta yang jelas bahwa kos-kosan itu satu-satunya harapanku." Calista menghentikan diskusi dengan dirinya sendiri setelah mendengar handphone nya berbunyi.
Setelah menutup panggilan itu, Calista berbalik dan mulai berlari dengan sekuat tenaga menuju kos-kosan 100 ribu itu, "Berhantu? Biar saja! Coba saja lawan aku, tidak ada yang bisa mengalahkan seseorang yang sudah putus asa." Calista tidak peduli lagi, setelah mendapat panggilan dari orangtuanya di desa jika tidak akan bisa mengirim uang bulan depan, semuanya merubah pandangan Calista tentang kos-kosan itu. Bukan sebagai tempat berhantu lagi tapi sebagai satu-satunya pilihan.
Bersamaan saat Calista berlari, sedang ada barisan tentara baru juga yang sedang latihan berlari. Tapi Calista berlari lebih cepat dari mereka membuat semua tentara baru itu kaget dan merasa termotivasi untuk berlari lebih cepat. Tapi Calista yang bahkan membawa tas besar dan berat masih jauh lebih cepat.
Malam telah tiba, kos-kosan murah itu masih terlihat indah untuk dikatakan berhantu. Calista panik ketika melihat ada orang lain yang sedang menyerahkan uang pada Nayla.
"Aku datang lebih dulu, aku datang daritadi sebelum dia!" Calista takut jika sudah kehabisan kamar, sambil memohon dengan keringat yang bercucuran di wajahnya seakan habis kehujanan. Bahkan dia sudah lupa ketakutan saat berlari tadi, bagaimana dia bisa memberanikan diri masuk setelah insiden sesak napas yang dialaminya. Tapi karena pesaing yang terlihat, Calista melupakan semua perdebatan di dalam kepalanya.
"Apa-apaan?! Jelas-jelas aku disini lebih dulu! Kau sudah gila ya?" kata laki-laki itu terlihat begitu marah dengan perkataan Calista yang tiba-tiba.
"Aku datang dari tadi siang, hanya saja keluar dulu sebentar ...." saat Calista mencari alasan Nayla menyela mereka berdua untuk melanjutkan perdebatan sia-sia mereka itu.
"Hei, tenang saja. Masih banyak kamar yang kosong! Dan kamar laki-laki dan perempuan ada di bagian yang berbeda. Laki-laki di sebelah kiri dan perempuan di sebelah kanan." Nayla bangun menjelaskan dengan tegas.
"Ah, masih banyak yang kosong ...." Calista dan laki-laki itu merasa malu sendiri. Terlebih lagi tempat laki-laki dan perempuan yang berbeda, membuat mereka lebih malu lagi karena ternyata telah memperdebatkan hal yang tidak perlu.
"Hai Calista, kau berubah pikiran?" sapa Nayla.
Alvarino Dhipta menghentikan langkahnya setelah mengambil kunci kamarnya karena mendengar dan melihat Nayla dengan ekspresi yang berbeda, "Dia menjadi seperti orang lain ...." Alvarino mengira dia sedang diperlakukan berbeda karena dirinya laki-laki.
Calista kembali mematung, "Sepertinya aku tidak ingat kalau aku pernah menyebutkan nama, atau aku sudah memperkenalkan diri ya?!" tapi Calista mengurungkan pikiran buruknya dan segala macam investigasi yang sedang dilakukan oleh otaknya sekarang.
"Kukira sudah penuh ...." Calista sekedar berbasa-basi sambil membaca setiap detail surat perjanjian itu. Tapi tetap saja, Calista tidak bisa menyembunyikan bagaimana tidak wajarnya surat itu. Bahkan menurut Calista, lebih baik jika sebenarnya kos-kosan itu dilaporkan saja ke polisi.
"Kos-kosan ini tidak akan pernah penuh. Tapi akan selalu ramai." Nayla dengan wajah datar.
Calista mencoba memberanikan diri menyebutkan soal rumor tentang kos itu, "Apa karena disini berhantu?" sambil tertawa kecil.
"Kau mendengarnya darimana? Kalandra?" kata Nayla kini sambil tersenyum.
"Kalandra?" Calista mencoba mengingat nama itu, "Aku seperti pernah mendengar nama itu ... Ah, orang aneh tadi ...."
"Kau bertemu dengannya? Bagaimana dia terlihat sekarang?" Nayla terlihat benar-benar penasaran soal itu.
"Jadi, kalian berdua saling kenal?" Calista merasa sangat lega, "Berarti bisa saja orang aneh itu hanya mengada-ada karena bertengkar dengan kakak ini. Mencoba menghancurkan bisnis orang lain karena sebuah urusan pribadi dan menyebut tempat ini berhantu adalah sebuah tindakan yang sangat kekanak-kanakan." tapi Calista kembali menatap surat perjanjian sewa kamar itu dan menurutnya semuanya sangat konyol, "Apa ini semacam prank? Atau hanya karena aku saja yang belum terbiasa hidup di kerasnya kota?"
"Kenal? Ya. Bisa dibilang begitu." kata Nayla kembali dengan wajah datar.
"Dia ... Em, sehat. Maksudku baik-baik saja." Calista mencoba menjawab pertanyaan Nayla yang sebelumnya walau tidak tahu jika itu adalah jawaban yang diinginkan Nayla atau bukan.
Elvara datang dengan banyak tas belanjaan sambil menyapa Nayla dan Calista, "Hai, Kak Nayla dan Hai Teman ... Eh tetangga baru! Salam kenal, aku Elvara di kamar 2013. Aku baru saja membeli seprai baru dan selimut baru, pokoknya segala hal baru untuk kamar baruku yang cantik hahahaha." Elvara sambil berputar-putar layaknya boneka barbie diatas music box yang terlihat begitu bahagia.
Calista dan Nayla hanya terdiam dengan kemunculan tiba-tiba Elvara yang seperti tuan puteri tanpa ada beban sama sekali.
"Hai, akk ...." Calista hendak memperkenalkan diri juga tapi ditahan oleh tangan Nayla yang begitu dingin seperti es batu.
"Lebih baik kau tidak mengenalnya."
"Kak Nayla baik-baik saja?" Calista merasa khawatir. Sementara Elvara sudah naik ke lantai dua seperti memiliki sayap dikakinya karena langkah kakinya begitu ringan melompat-lompat.
Nayla menunjuk AC untuk menjawab pertanyaan Calista, seakan sudah tahu apa yang dipikirkan Calista.
"Aku punya ini!" Calista menyerahkan sepasang kaos tangan rajut buatannya sendiri setelah mencari di dalam tasnya, "Ini tidak aku beli, jadi Kak Nayla tidak perlu sungkan." Calista biasanya tidak menunjukkan kebaikan seperti itu terlebih lagi pada orang yang baru saja dikenalnya.
"Kau punya koin seribu?" tanya Nayla.
"Sepertinya ada ...." Calista yang sudah menerima kunci kamar mengurungkan niatnya untuk berpamitan dan kembali memeriksa dompetnya, "Ini!"
"Ketuk kamarmu terlebih dahulu sebelum kau masuk." Nayla mengambil koin itu tanpa menjelaskan apapun.
"Apa-apaan? Dia mengambil koinku begitu saja?" Calista mengabaikannya saja kerena tidak mau menjadi orang pelit aneh hanya untuk uang seribu, tapi bagi Calista seribu begitu berharga kini. Terutama setelah resmi menjadi mahasiswa yang jauh dari orangtua dan menjadi anak kos-kosan. Seakan dunianya langsung dijungkir-balikkan didepan matanya sendiri tanpa persiapan mental terlebih dahulu.
Saat menaiki tangga, Calista melihat kesegala arah karena gelisah tapi lebih dari itu dia tidak merasa takut sama sekali. Nuansa kos itu terlalu mewah untuk dirinya merasa takut, "Hantu? Menurutku lebih cocok peri yang tinggal disini." Calista memegang pegangan tangga dan mendengar decitan khas sebuah benda yang sangat bersih.
Perasaan Calista menjadi lebih tenang tapi saat memutar kunci kamar, dia teringat perkataan Nayla untuk mengetuk pintu terlebih dahulu. Dia mengira itu konyol tapi Calista juga berasal dari desa yang penuh dengan banyak budaya dan mitos jadi hal seperti itu tidak terlalu aneh baginya, "Mungkin ini hanya seperti ritual kebiasaan aneh di daerah ini, kukira di kota tidak akan ada yang percaya hal seperti ini ...." meski dengan segala macam keluhan tapi Calista tetap melakukannya. Dia mengetuk pintu sambil menertawakan dirinya sendiri.
"Selamat Datang!" sebuah kumpulan dari banyak suara yang tidak didengar menyambut kedatangan Calista.
...-BERSAMBUNG-...
Ini kyk smacam misi yg harus di ungkap
" di setiap ada kesulitan , pasti ada kemudahan"