"Aku mau kita putus!!"
Anggita Maharani, hidup menjadi anak kesayangan semata wayang sang ayah, tiba-tiba diberi sebuah misi gila. Ditemani oleh karyawan kantor yang seumuran, hidupnya jadi di pinggir jalan.
Dalam keadaan lubuk hati yang tengah patah, Anggita justru bertemu dua laki-laki asing setelah diputuskan pacarnya. Jika pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang, kalau ini malah tak kenal tapi berujung perjodohan.
Dari benci bisa jadi tetap benci. Tapi, kalau jadi kekasih bayaran ... Akan tetap pura-pura atau malah beneran jatuh cinta?
Jangan lupa follow kalau suka dengan cerita ini yaa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JSD BAB 2
Ingatan hari kemarin masih terus terputar di kepala Anggita. Perempuan berumur 23 tahun itu masih belum rela diputuskan oleh Arya— pacarnya.
Bahkan lebih menyakitkannya lagi, Arya memilih wanita yang tak secantik dirinya hanya karena hartanya. Anggita pikir, dirinya sudah cukup sempurna meski hubungannya dengan mantan pacarnya selama tiga tahun memang tidak mendapat restu dari orang tuanya.
"Udah lah, Ta. Lo ngapain sih mikirin Arya? Udah syukur lo bisa putus dari dia, kalo enggak? Gimana nasib lo nanti ah," ucap Shinta, teman kerjanya yang diperintah ayahnya untuk bekerja di warung pinggir jalan raya.
Anggita mendengkus sambil menyeruput es dawet buatan dirinya sendiri yang tak begitu manis rasanya. Hal itu memang disengaja karena sesuai dengan perasaan hatinya yang sedang tidak manis.
"Tapi, Shin, gue tuh sayang sama Arya! Dia tuh dari zaman gue gak pernah disukai sama cowok."
Shinta mengerucutkan bibirnya.
"Justru itu, Anggita! Lo mikir gak? Lo cinta sama Arya, sedangkan dia cuma cinta sama duit lo! Masih untung lah bapak lo gak kasih fasilitas full sewaktu lo pacaran sama si Arya!"
Gelas berisi es dawet diletakkan dengan kesal ke meja.
"Dan kenapa juga gue harus jualan es dawet? Padahal aslinya kan gue—"
"Shut ... Eh, jangan kenceng-kenceng ngomongnya, Gita! Lo mau apa identitas lo kebongkar?"
Anggita menggeleng seperti anak kecil polos.
"Makanya mulut lo ini mending diem aja deh, lo minum nih es dawet sampe akar atau sama gelasnya juga gak papa. Daripada bikin masalah, yang ada gue kena imbasnya," cerocos Shinta membungkam mulut Anggita dengan sedotan es dawet.
Beberapa detik kemudian Anggita melepas sedotan dari mulutnya.
"Cuih, lo kan bawahan gue. Siapa lo ngatur-ngatur gue?" Sindir Anggita melirik sinis pada Shinta.
Perempuan yang umurnya hanya berbeda beberapa bulan saja dengan Anggita, kini merenges tanpa merasa salah.
Mereka bukan saudara bukan juga kerabat. Shinta hanyalah karyawan kantor di perusahaan ayahnya Anggita. Yang tugasnya di empat tahun ini menjadi seorang penjual Es Dawet.
Memang terdengar tidak cocok. Namun, apalah daya jika bayarannya saja membuat Shinta bisa bekerja sekaligus membantu biaya sekolah adik-adiknya di kampung.
Uhuk!
"Uh, mampus kan lo keselek. Makanya minum tuh jangan sambil ngaca, orang udah jomblo aja masih mikirin penampilan," ucap Shinta asal ceplos.
"Apa? Kalo iri mah bilang aja, mendingan gue jomblo masih jaga penampilan, sedangkan lo? Plis, perasaan lo dibayar gede banget sama ayah gue. Kenapa penampilan lo gini sih? Kayak beneran penjual Es."
Shinta membalas dengan menyipratkan tangannya yang baru saja dicuci.
"Aduh! Shinta!! Lo seenak jidat banget nyipratin air ke muka gue!!" pekik Anggita.
"Nih, makan nih roti tawar. Ngomel mulu, berisik."
Kalau Shinta sudah begini, Anggita tidak bisa mengomel lagi. Karena jika tidak ada Shinta, siapa lagi yang bisa membantunya jadi penjual Es Dawet?
"Ya udah, sekarang kita balik aja. Tapi inget, untuk hari ini sampai selanjutnya entah sampai kapan lah ya, lo sama gue harus pulang dan datang naik ojek!!"
"Hah!?"
"Hah, hoh, udah buruan kita kemas warungnya!"
...ΩΩΩΩΩ...
Sementara tak jauh dari itu, dua laki-laki berumur 23 tahun tengah sibuk berbicara di perjalanan. Mereka mengendarai motor melewati warung Es Dawet milik Anggita.
"Eh, Wid! Gue balik duluan ya! Mau mancing!" teriak laki-laki bernama Ridho, hendak menancap gas motornya tapi dicegat oleh Shinta.
"Weh, Mas! Mas nya tukang ojek kan? Kalau gitu mending sekarang Mas anterin kita ke rumah ya! Ini udah sore soalnya, kita buru-buru," cerocos Shinta tanpa rasa malu.
Anggita sampai tepuk jidat menahan malu. Sementara Ridho malah bingung sendiri. "Aduh, Mbak. Maaf banget ini ya, saya gak ngojek. Lagian saya ini abis kerja mau langsung mancing. Tuh, kalau mau minta dianterin mending sama orang belakang saya. Dia gak ada kerjaan setelah kerja seharian," tunjuk Ridho sambil terburu-buru ingin kabur dari Shinta.
Widianto, teman Ridho yang motornya di belakangnya beberapa meter itu mengangkat tangannya memberi kode menolak ucapan Ridho. Sedangkan Shinta terus saja menarik jaket Ridho agar tidak kabur darinya.
"Git! Udah lo naik aja tuh ke motornya Mas samping lo! Biar kita bisa balik cepet!!" pekik Shinta semakin menjadi-jadi.
Matahari sudah hampir tenggelam. Keributan empat orang tidak jelas itu mendapat teguran dari pengendara mobil yang melintas.
"Eh, Mas, Mbak! Kalau mau ribut tuh di rumah aja, jangan di sini!! Lagian masalah rumah tangga dibahas di jalanan. Apa dapet jodohnya di jalan? Mending kayak pasangan yang belakang tuh, akur terus harmonis. Kayak artis aja ribut dikira gak ada yang keganggu." ucap salah seorang bapak-bapak.
Shinta melongo dan mendelik. Satu tangannya langsung menggeplak pundak Ridho cukup keras. "Eh, Pak! Jangan sembarangan kalau ngomong ya. Enak aja, itu mulut mohon maaf ya kalau niat ngasih tau buat gak ribut tolong difilter dulu lah! Orang gak saling kenal tapi ngomongnya sampe jigongnya muncrat!"
Anggita seketika tertawa sambil memegangi kedua lututnya. Sedangkan Widi menahan diri agar tidak menertawakan keadaan yang tengah membingungkan ini.
"Lagian ya, Pak. Siapa juga yang udah suami istri? Kita ini kenal aja baru pas bapak dateng nih, udah kayak hama tau gak, Pak? Bikin rencana saya hancur!" sahut Ridho kesal.
Si bapak tersebut terkejut. "Loh, kok jadi salahin saya? Kan kalian yang salah karena ribut di jalan!" tutur orang itu ikut tegas.
Dengan terpaksa Anggita berusaha menengahi keadaan. "Pak, maaf ya. Ini jalanan raya, banyak pengendara lain yang buru-buru juga. Tolong jika kepentingan bapak hanya untuk mengurusi keadaan kami lebih baik bapak pergi melanjutkan perjalanan dikarenakan semua di belakang bapak udah pada klakson semua," kata Anggita pelan.
"Hah!? Ngomong apa kamu, saya gak denger!"
Shinta sampai terbawa emosi. "Bapak cepet jalan, Pak!! Di belakang udah pada klakson!!" teriak Shinta dekat telinga bapak-bapak itu.
Lagi-lagi Anggita menahan diri untuk tidak ngakak. Dalam kesempatan itu pula Ridho hendak kabur, namun gagal lagi.
"Eitss, lo mau ke mana, Mas? Anterin kita dulu lah! Plis, kita ini cewek loh. Apa gak kasian?" Shinta memelas, Ridho memalingkan wajahnya.
"Cewek cakep tapi mulutnya kayak sambel kecap, manis tapi juga pedes," gerutunya. Shinta mendengar langsung menggeplak punggung Ridho.
"Duh, iya-iya. Ampun dah, mimpi apa gue bisa ketemu cewek model rongsokan gini," gumam Ridho.
"Lo ngomong pake bahasa ghaib pun gue masih denger ya, awas aja lo nolak lagi. Motor lo bakal gue jadiin rongsokan," jawab Shinta.
Berbeda dengan Gita dan Widi yang saling tidak tahu harus apa. Karena sama-sama diam, Widi akhirnya memilih membuka obrolan.
"Barang-barang taruh di depan sini aja, Mbak. Yaa ... Kalau gak mau capek bawa sih," ujarnya.
Gita sedang dalam mode lelah, jadi ia hanya menurut saja tanpa berkomentar apa-apa.
Perjalanan yang terjadi setelah melewati drama dari Shinta, kini telah berakhir sampai di rumah Anggita.
hai kak, aku mampir, cerita kakak bagus💐