Jodoh Setelah Diselingkuhi
Saat sedang menjalani hukuman dari sang ayah, Anggita Maharani — perempuan berusia 22 tahun tiba-tiba disenggol oleh teman kerjanya.
"Lah, itu pacar lo bukan sih?" tanya Shinta— teman kerja kantornya. Alias asisten pribadi ayahnya.
Perempuan yang bertubuh tinggi, berambut hitam panjang menoleh ke seberang jalan. Dimana ia melihat dua orang berdiri.
"Arya?"
Shinta tak kalah terkejut melihat pacarnya Anggita sedang mencium pipi seorang wanita.
Dengan langkah penuh amarah Anggita langsung memergoki sang pacar. Shinta bahkan sampai kewalahan menyusul Gita karena nekat menyeberangi jalan yang sedang ramai.
"Mas Arya!! Kamu ngapain di sini, hah!?" Napas Gita memburu, bola matanya menyorot tajam hanya kepada Arya.
Lantas, wanita lain di sebelah laki-laki itu justru berbalik tanya tak mengerti. "Maksudnya apa ini? Mbak, kamu siapa, ya? Ini bukan pacar saya, tapi kita udah mau jadi pasangan suami istri. Mas Arya, kamu kenal sama Mbak ini?"
Anggita menggeleng dengan raut kecewa. Bibirnya melengkung membentuk senyuman miris.
Sedangkan wanita tersebut masih menatap Anggita dan Shinta. Arya malah tak mampu memberi jawaban.
"Maaf, Sayang. Sebenarnya aku ingin jujur dari kema—"
"Jujur apa! Oh, kamu mau jujur kalau kamu mau kasih aku hadiah kayak gini!? Hah? Kamu menghilang seminggu setelah aku kasih kamu uang lima puluh juta!! Kamu kejam, Arya!! Setelah apa aja yang udah aku kasih ke kam—"
"Mbak, ini saya calon—"
"Lo diam!! Eh, asal lo tahu ya, dia ini calon suami gue. Dia alasan minjem uang lima puluh juta buat modal nikah, tapi apa kenyataannya? Dia udah punya istri yang udah tua!!" Anggita sampai menunjuk-nunjuk Arya dan berbicara tepat di hadapan wanita itu.
Arya kalang kabut. Sementara Shinta tak bisa apa-apa jika keadaan sudah seperti itu.
"Loh!? Kamu kok makin gak terima sih sama saya! Saya aja dari tadi udah sopan sama kamu!" Wanita itu bernama Sofie.
Anggita terbelalak saat melihat kartu identitas yang terpasang di leher wanita itu.
"Ohhh ... Lo kerja di perusahaan Anggara Group, ya? Bagus deh, lo lanjutin tuh hubungan sama laki mata duitan. Dan gue liat, kayaknya lo udah lumayan keren ya penampilannya. Jadi, gak perlu deh lo datang ke perusahaan Anggara lagi."
Wanita tersebut terkejut. Tak mengerti dengan ucapan Anggita. Kepalanya mulai menoleh ke Arya.
"Maksudnya apa sih ini, Mas? Dia siapa? Pacar kamu?"
Shinta berkacak pinggang memperhatikan drama siang hari itu. "Bukan pacar, Mbak. Teman saya ini katanya mau dijadiin istri sama si Arya. Nah, modal nikahnya minta ke Gita, eh ternyata lima puluh juta itu buat belanja sama Mbaknya," ceplos Shinta apa adanya.
Seketika Arya memberi tatapan tajam pada Shinta. Sementara yang ditatap justru mengerucutkan bibirnya remeh.
"Hah?" Wanita itu lagi-lagi tidak paham.
"Sayang, jangan dengerin mereka, ya. Mereka ini gak penting, terus dia itu cuma ngaku-ngaku aja jadi pacar aku. Padahal dia hanya ngefans aja sama aku," jelas Arya berusaha membohongi calon istrinya.
Anggita memutar bola matanya. Kedua tangannya masih terlipat di depan dada. "Gue tunggu duitnya balik. Totalnya semua sembilan puluh juta, lo harus ganti. Dan buat Mbaknya, makan tuh cowok gue. Tapi, besok lo gak usah kerja di perusahaan Anggara."
Tanpa menunggu tanggapan lagi, Anggita langsung pergi kembali ke lapak Es Dawetnya. Karena itu masih awal-awal ia berjualan.
Arya masih melindungi calon kekasihnya. Sedangkan sang wanita pun masih bingung. "Permisi ya, Mbak. Jangan lupa dicatat, lo berani cari masalah sama Gita, jangan harap hidup lo tenang," celetuk Shinta lalu ikut pergi.
ΩΩΩΩ
Matahari mulai terbenam. Anggita menggandeng tangan Shinta masuk ke dalam rumahnya secara sembunyi-sembunyi.
"Git, lo beneran mau ngelakuin kayak gini?" bisik Shinta yang kepalanya menoleh ke segala arah di rumah Anggita.
Tak tak tak
"Shut, kaki lo jalannya gak usah kayak orang ngepel dong. Gue harus bisa dapetin berkas data itu."
Shinta membungkukkan badannya sambil meringis bukan karena kesakitan. Namun, karena ia takut ketahuan oleh satpam dan asisten di rumah tersebut.
Langkah demi langkah akhirnya mereka sampai ke anak tangga menuju lantai kedua. Ketika Shinta sedang berusaha tenang, tiba-tiba salah satu penghuni rumah itu datang dari arah ruang tengah.
"Eh, Mbak Shinta sama Non Gita mau ngapain?"
Sontak Shinta terperanjat, dan Anggita langsung membalikkan tubuhnya gugup. Setelah melihat itu siapa, Gita baru menarik napas lega.
"Aduh ... Tuh, beneran kan Git, gue gak mau kayak gini ...." gumam Shinta takut.
"Pak Ragil yang ngapain? Saya sama Shinta mau naik ke kamar lah, emangnya dikira mau apa?"
Sikap Anggita yang tegas dan dingin, apalagi sambil melipat kedua tangan di depan dada membuat Pak Ragil si supir pribadinya bingung setengah merasa bersalah.
"Oh, iya, Non. Tapi, kamar Non Gita kan di sebelah sana. Biasanya gak lewat tangga depan sini, lebih sering pakai tangga lewat ruang kedua."
Mampus. Shinta mengepalkan kedua tangannya greget. Sedangkan Anggita menelan ludahnya sendiri.
Gila, kok gue bisa lupa sih letak kamar gue. Ini kan mengarah ke ruang pribadi ayah. Mampus, Pak Ragil gak boleh ember. batin Gita merutuki kesalahannya.
"Ya udah sih, Pak Ragil mending kerja deh. Beliin makanan dulu sana, aku mau makan enak. Ditunggu cepetan," perintah Anggita hasil menuruti kata otak.
Lagi-lagi Shinta hanya ingin tepuk jidat. "Duitnya mana, Non? Uang saya kan belum dikasih sama bos,"
Perempuan itu memutar bola matanya. "Ya udah, minta duit nih ke Shinta dulu. Shin, kasih duit lah buat beli makan. Nanti gue ganti."
Kali ini yang disuruh nurut tanpa komentar apa pun. Sang supir pun menerima tugasnya, kemudian pergi.
Kedua perempuan itu kembali berjalan menapaki anak tangga yang baru setengah perjalanan. Tak sampai beberapa menit Anggita berhasil membuka sebuah ruang pribadi ayahnya. Dimana ruang tersebut tidak boleh sembarang orang memasuki tanpa izin.
Decitan pintu terdengar kecil. Shinta sempat memejamkan matanya karena takut gerak-geriknya dicurigai. Apalagi ia bekerja sebagai asisten sekaligus kerja di perusahaan ayahnya Anggita.
"Tutup cepet pintunya, Shin."
Hendak melangkah lebih dekat, Anggita baru ingat jika dalam ruangan itu ada kamera tersembunyi.
"Mampus. Shin, lo tutup itu CCTV lah," bisiknya.
Shinta pasrah melakukan hal cukup berisiko. Apalagi bersama Anggita yang sedang berada dalam masa dihukum oleh sang ayah.
"Udah, Git. Sekarang lo mau apa?"
"Lo jagain pintu sama liatin tuh kamera. Gue mau buka lemari berkas dulu."
Dengan gerakan cepat Anggita mengobrak-abrik berkas data perusahaan milik ayahnya yang tersimpan di lemari ruang pribadi.
Dan suatu kesialan pun menimpanya begitu tiba-tiba.
"Anggita, kamu ngapain?"
Sang anak terkejut sampai nyaris keseleo. Sedangkan Shinta langsung berlari ke jarak tak begitu jauh yaitu di belakang rak buku milik Anggara Bagaskara— ayahnya Anggita.
"Ah, Ayah. Kok udah balik aja," Sambil cengengesan Anggita menutup kembali pintu lemari dengan tangan kosong alias belum mendapatkan apa pun.
"Jangan banyak alasan. Kamu ngapain di ruang pribadi ayah?" Pertanyaan itu membungkam anaknya. Anggara berjalan mengarah lemari tersebut. Sementara sang anak berdiri merutuki dirinya sendiri.
"Oh, kamu buka nama orang yang kerja di perusahaan ayah? Ada apa?"
Ketika mendapat kesempatan untuk menjawab, Gita bergegas mendekati ayahnya. "Iya, Yah. Di perusahaan Ayah ada yang namanya ... Sofie Ayumi, gak?"
Tidak perlu berpikir Anggara mengangguk. "Iya memang ada. Kenapa? Kamu baru tahu kalau Sofie itu adalah pacarnya Arya?"
Gita mengernyit tak paham. "Ayah udah tahu?"
"Besok ayah akan pecat dia."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
Lonafx
kacau banget cwok kayak Arya, gak modal😅
hai kak, aku mampir, cerita kakak bagus💐
2025-08-20
0