Tiffany, tiba-tiba dijemput oleh kedua orang tua kandungnya. Berharap ini awal kebahagiaan darinya, dimana gadis miskin yang ternyata anak dari keluarga kaya.
Namun tidak, inilah awal dari neraka baginya. Meira yang selama ini tinggal bersama keluarganya, melakukan segala cara untuk menghancurkan Tiffany.
Membuatnya dibenci oleh keluarga kandungnya, dikhianati kekasihnya. Hingga pada akhirnya, mengalami kematian, penuh kekecewaan.
"Jika dapat mengulangi waktu, aku tidak akan mengharapkan cinta kalian lagi."
***
Waktu benar-benar terulang kembali pada masa dimana dirinya baru dijemput keluarga kandungnya.
Kali ini, dirinya tidak akan mengharapkan cinta lagi.
"Kalau kamu menolakku, aku akan bunuh diri." Ucap seorang pemuda, hal yang tidak terjadi sebelum waktu terulang. Ada seseorang yang mencintainya dan mengharapkan cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penemuan
Pada akhirnya Tiara mulai mengenakan pakaian olahraga milik Tiffany. Dirinya tertunduk memilin jemari tangannya sendiri. Kala Tiffany menarik tangannya.
"Kita mau kemana?" Tanya Tiara gugup.
"Mencari guru yang paling senang ikut campur urusan siswa." Jawab Tiffany, masih menarik tangan Tiara. Hanya punggung gadis itu yang terlihat membimbingnya. Membuat Tiara menangis penuh rasa syukur. Ada orang yang melindunginya. Orang yang paling jahat di sekolah bagi semua orang, tapi baginya Tiffany adalah pahlawan.
"Si...siapa?" Tiara berusaha menghapus air matanya, mengingat sebagian besar guru tidak begitu menyukai Tiffany.
"Bu Diana..." Kalimat yang membuat Tiara membulatkan matanya.
"Bukannya Bu Diana membencimu!?" Tanya Tiara.
Tapi terlambat, ruang guru ada di hadapan mereka. Tiffany mengetuk pintu tanpa ragu, kemudian mulai masuk.
Mata semua guru tertuju pada mereka. Menatap ke arah Tiffany yang melangkah mendekati Diana.
"Aku ingin meminta ijin untuk Tiara, seragamnya rusak karena pembullyan. Jadi dia menggunakan pakaian olahragaku untuk melanjutkan pelajaran." Ucap Tiffany tegas.
"Pembullyan? Orang yang sering membully saudaranya sendiri berkata membela korban pembullyan? Siapa yang percaya." Cibir Santika, salah seorang guru.
"Benar! Itu seragammu, jadi kamu tidak akan menggunakan seragam olahraga bukan? Akan ada hukuman untuk itu." Ucap Wirata, guru olahraga.
"Diana, mungkin ini hanya trik atau akting untuk---" Kalimat Erin, dari bagian tata usaha disela.
"Aku berikan ijin untuk Tiara menggunakan pakaian olahraga selama jam pelajaranku." Ucap Diana tidak meminta penjelasan sama sekali.
"Terimakasih..." Ucap Tiffany menunduk.
"Tapi kamu tidak meminta ijin menggunakan pakaian seragam untuk olahraga?" Tanya Wirata.
"Pak Wirata tidak mengijinkannya. Dan akan memberi hukuman, jadi aku hanya harus menerima hukuman kan?" Tanya Tiffany tersenyum mengejek, mengangkat salah satu alisnya.
"Kamu tinggal tukar pakaianmu dengan Tiara! Apa susahnya!?" Ucap Santika pada murid yang paling sering membuat masalah.
"Aku hanya ingin menunjukkan, inilah korban pembullyan mereka yang dapat bertahan. Membuat mereka mengingat peristiwa yang terjadi hari ini sepanjang hidup mereka. Hanya dengan melihat seragam olahraga milikku." Tiffany melangkah pergi, kembali menarik tangan Tiara.
"Anak itu tidak ada sopan-sopannya!" Keluh Wirata.
"Dia hanya membenci kita yang membiarkan para murid saling membully." Ucap Diana menghela napas. Terkadang segalanya tidak seperti yang terlihat.
***
Suasananya hening sejenak, Tiara menghentikan langkahnya."Kita ganti saja, biar aku yang memakai seragam."
"Mulai saat ini, kamu budakku. Jadi tidak ada yang boleh membullymu, dengar!?" Tanya Tiffany.
"Tapi seragam..." Tiara terlihat ragu.
"Itu sebagai tanda kamu ada dalam perlindunganku." Tiffany tersenyum, melangkah meninggalkan Tiara yang tidak mengerti dengan maksudnya.
Beberapa puluh menit berlalu. Dirinya ada di kelas yang berbeda dengan Tiffany. Tiffany saat ini mendapatkan pelajaran olahraga. Harus dihukum berkeliling lapangan karena tidak menggunakan seragam olahraga.
Sedangkan dirinya ada di kelas, mengikuti jam pelajaran matematika. Dan benar saja, anak-anak yang membullynya, mulai membicarakan seragam yang dikenakannya.
"Dia memakai seragam olahraga?"
"Bukankah yang mengikuti olahraga hanya kelas A."
"Hani bilang padaku, dia ditendang oleh Tiffany. Apa karena Tiffany membela Tiara?"
"Tentu saja, Tiffany melindungi pengikutnya."
"Aku tidak akan berurusan dengan Tiara lagi."
"Benar! Bagaimana kalau Tiffany yang maju, padahal menyenangkan menyuruh Tiara membeli macam-macam."
Tiara mendengar pembicaraan mereka samar. Jemari tangannya yang gemetar tersenyum, mencengkeram erat kain seragam olahraga yang dikenakannya. Ternyata Tiffany ingin menyatakan perlindungannya melalui seragam olahraga yang mencolok ini.
Budak? Tidak...dialah teman sejatinya. Budak hanyalah istilah, agar dirinya tidak mendekat.
"Tiffany keren..." gumamnya, melihat dari jendela. Tiffany sendang berlari mengelilingi lapangan menggunakan seragam biasa. Rambut panjang, wajah yang cantik, tapi tidak terlihat kelembutan di sana.
***
Menunggu jemputan, Safira datang terlebih dahulu. Matanya menelisik menatap ke arah Meira yang berlari menyambutnya. Sedangkan Tiffany terlihat lebih sibuk dengan handphonenya.
"Ayo masuk, kita harus menyiapkan untuk pesta nanti malam." Ucap Safira penuh senyuman. Tapi hanya Meira yang masuk ke dalam mobilnya. Sedangkan Tiffany masih terdiam.
"Tiffany..." Panggil Safira.
"Nyonya, aku sudah bilang akan berangkat dengan Tante Arelia. Tante sudah menyiapkan gaun yang cocok dengan pink diamond." Tiffany tersenyum menunjukkan kalung yang tersembunyi di balik seragamnya.
"Tiffany, ayo pergi bersama. Jangan terlalu bergantung---" Kalimat Safira disela.
"Tante Arelia akan menjadi ibu mertuaku segera setelah menikah. Dia bukan orang asing, karena itu nyonya, rias lah Meira secantik mungkin. Karena aku akan menggunakan pakaian yang lebih berkelas. Agar Meira tidak merasa tersaingi." Itulah kalimat yang diucapkan Tiffany.
Kala mobil Arelia terhenti, Tiffany segera berlari mendekat."Tante, ayo kita berangkat." Ucapnya memeluk Arelia, kemudian segera masuk ke dalam mobil.
"Ayo ibu, kita berangkat! Kakak mungkin sedang kesal karena dihukum guru olahraga." Ucap Meira.
"Tiffany dihukum?" Tanya Safira.
"Kakak ketahuan merokok di belakang sekolah." Dusta Meira ingin melihat hubungan mereka merenggang.
Dulu, mungkin Safira akan percaya begitu saja. Tapi sekarang tidak, mengingat kejadian di toko pakaian dan Tiffany yang semakin menjauh darinya.
"Ibu akan menghukumnya." Ucap Safira datar, ingin mengetahui kenyataan sebenarnya. Tidak ada bau rokok sama sekali dari Tiffany.
Jika pecandu, mungkin sekali atau dua kali akan tercium. Apa ini hanya tuduhan? Apa selama ini Meira lah yang tidak mau akur dengan Tiffany.
Melajukan mobilnya meninggalkan gedung sekolah.
***
Dalam perjalanan Arelia menyipitkan matanya, menatap ke arah Tiffany."Apa yang kamu sukai dari Martin?"
Dengan lugas Tiffany menjawab."Martin kaya."
"Ti... tidakkah seharusnya jawabanmu diawali dengan cinta yang tulus dan kebaikan hati?" Tanya Arelia berusaha tersenyum.
Tiffany tersenyum, perlahan dirinya tertawa kecil."Apa yang bisa diharapkan dari cinta yang tulus dan kebaikan hati? Karena pada akhirnya jika terlalu berharap, hanya akan mendapatkan kekecewaan."
Arelia sedikit melirik ke arah Tiffany.
"Uang tidak akan pernah mengecewakan. Tapi kepercayaan pada manusia, dapat dikhianati dengan mudah." Lanjutnya.
"Jujur saja, aku tidak menyukaimu. Tapi karena Martin menyukaimu, aku tidak punya pilihan." Ucap Arelia penuh senyuman terus terang.
"Bagaimana menjelaskannya ya? Aku orang yang bicara terus terang, tidak suka berbelit-belit. Jadi setelah menikah dengan Martin, aku akan merawatnya dari pulang kerja hingga berangkat kerja lagi. Setelah itu aku akan kembali kuliah atau bekerja. Aku tidak akan minta banyak sebagai seorang istri, hanya makan 3 kali sehari, dan sebuah kamar sebagai tempat tinggal. Karena aku pasti akan punya penghasilan sendiri. Tante boleh membuat perjanjian pra nikah, tentang pembagian aset jika terjadi perceraian." Ucap Tiffany lugas.
"Per... perceraian?" Tanya Arelia berusaha tersenyum.
"Benar! Tapi aku menjanjikan kesetiaan. Karena jujur saja, aku lebih mencintai diri sendiri daripada orang lain. Aku akan memperlakukan Martin dengan baik, tapi tidak dapat memberikan hati. Dalam artian, kami akan bercerai, hanya jika Martin menikah lagi atau berselingkuh. Karena aku benci hidup dengan ular." Jelas Tiffany penuh senyuman begitu lancar.
"Aku tarik ucapanku, kamu menantu idaman." Gumam Arelia, menemukan spesies menantu yang hampir punah.
bener kata Tiara, Tiffany keren calon istri siapa dulu dong 😁
ternyata Meira blm kapok juga
si author memang psikopat, selalu buat cerita yg buat emosi Naik Turun..
aku suka Thor...
lope Lope lah pokok nya