Karena beda kasta maka Danudirja menitipkan bayi itu ke panti asuhan, pada Yunita putrinya dia berbohong mengatakan bayinya meninggal. Takdir membawa bayi itu pada ayah kandungnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosida0161, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis Keras Kepala
"Aku mau pulang dan kamu sebaiknya ikut denganku dulu karena khawatir mereka masih mencarimu " ujar Yunita berharap Tiara mau singgah dulu di rumahnya demi keamanan gadis itu sendiri.
"Bu apa saya turun di sini saja," ujar Tiara merasa enggan ikut ke rumah Yunita.
"Bagaimana kalau dua orang lelaki itu masih mencarimu, kan lebih aman jika kamu berada.di rumahku, nah nanti aku mau tahu keadaan kedua orang tuamu sekalian ngabarin mereka kalau kamu aman,"
Si remaja hanya menatap tanpa suara. Teringat nasehat bapak dan ibu angkatnya.
"Jangan langsung percaya pada orang yang membicarakan kebaikan, karena bisa jadi dia itu penipu yang berkedok orang baik," si ibu angkat berbicara.
"Ya jangan silau penampilan luarnya. Berkerudung seakan dia seorang yang beragama dengan baik, tak tahunya dia hanya seorang jauh lebih busuk dari penjual sahwat atau pelacur bisa jadi lebih mulia," sambung bapak angkatnya.
Nah perempuan ini persis sama seperti yang diucapkan kedua orang tua angkatnya. Penampilan rapih. Berkerudung dan yang dibicarakan adalah kebaikan.
"Tapi bukankah perempuan ini yang tadi telah menolongku dari penjualan diriku?" Batin gadis remaja itu diantara kecurigaannya pada penolongnya yang berdiri memandang dirinya itu.
"Aku maklum kalau dirimu masih ragu padaku mengingat apa yang telah terjadi padamu tadi." Ujar perempuan itu lagi.
Tiara masih diam, tapi wajahnya jelas menunjukkan keraguannya.
"Apa kamu akan kembali kepada orang tua angkamu?" Yunita cemas jika gadis belia itu akan menjadi korban penjualan anak.
Duh kenapa sih nih anak keras kepala banget, sungut hatinya mengingat betapa dirinya cemas pada gadis belia yang cantik dan masih terkesan polos walau menunjukkan kewaspadaannya
"Tidak," geleng Tiara, "Tapi walau begitu aku mengenal mereka selama ini sebagai orang apa adanya, tidak berpura pura. Dan sangat tulus padaku. Bahkan aku cemas pada mereka pasti kemarahan akan diterima dari Sarkim yang gagal mendapatkan aku."
"Sarkim?"
"Ya lelaki yang telah membuat ayah angkatku bangkrut dan berhutang."
"Kalau begitu masuklah,"
Terima kasih telah menolongku ..." gadis itu melangkah keluar halaman.
Yunita berusaha mengejarnya."Tunggu!"
Tapi terlambat.
Tiara sudah mencegat ojek dan langsung duduk di jok belakang, "Ayo cepat aku takut dijual ...!"
Karuan saja tukang ojol yang kebingungan langsung tancap gas.
Gadis yang berada di atas boncengan ojek online itu bingung mau diantar kemana. Tak mungkin dirinya tak turun dari boncengan motor. Tapi tujuannya kemana?
Aduh jadi semakin runyam saja. Mana tak pegang uang lagi.
"Mbak mau turun dimana?" Tegur di pengemudi ojek online, mana naik serampangan nggak pakai aplikasi lagi?
"Aku juga bingung, Bang," seru Tiara.
"Lho, ko!" segera saja abang ojek online menepi sekaligus menghentikan motornya.
Gadis belia itu turun. Wajah cantiknya tampak ketakutan tak berani menatap abang ojek online.
"Mbak turun di sini saja?" Walau kesal tapi si abang ojek online masih bertanya sopan.
Tiara mengangguk tak ada pilihan. Lalu membuka anting anting yang dikenakan. Diulurkannya pada si abang ojek online.
"Bang ambil aku nggak ada uang,"
Abang ojek online menggeleng. Pemuda dua puluh satu tahun merasa kasihan melihat penumpangnya. Lagi pula jarak tempuh yang tak sampai sepuluh kilometer tak pantas dibayar dengan sepasang anting emas.
"Anting emas?"
"Ya," angguk Tiara.
"Simpan saja anggap saja barusan aku ngantar Mbak ke sini," tak sampai hati menerima anting milik gadis yang tampaknya kebingungan itu.
"Terima kasih, Bang, semoga banyak penumpangnya, ya,"
"Aamiin ..." si abang ojol pun berlalu dari hadapan Tiara.
Tinggallah Tiara yang kebingungan mau melangkah kemana. Rasa takut tiba tiba menguasai dadanya. Bagaimana kalau ketahuan oleh pemilik uang yang dihutangi oleh kedua orang tua angkatnya?
"Aku harus cari kerja, tapi kerja apa?" Tiara bingung sendiri.
Tiba tiba dilihatnya seorang perempuan sangat kerepotan dengan bawaan belanjaannya di kedua tangannya. Timbul idenya untuk mendapatkan pekerjaan dari perempuan paruh bayah yang kelihatannya biasa saja. Artinya tak semewah Yunita yang tadi meminta dirinya tinggal di rumahnya.
Gadis belia itu langsung mendekat. Menyapa dengan sopan.
"Ibu boleh saya bantu membawakan belanjaannya, kelihatannya Ibu sangat kerepotan."
Perempuan yang disapa itu tak langsung mengangguk. Tapi menatap gadis yang mengulurkan tangan untuk membantu lekat.
Tiara mengangguk dan tersenyum sebagai tanda bahwa dia tulus mau membantu.
"Baiklah," angguk perempuan itu memberikan belanjaan di tangan kirinya pada Tiara yang segera menerimanya.
Tiara meringis sesaat merasa keranjang berisi belanjaan pasar di tangannya cukup berat. Tapi selanjutnya dia mengikuti langkah perempuan itu ke sebuah mobil yang menunggu yang berjarak sekitar dua puluh meteran.
"Terima kasih ini untukmu," perempuan itu mengulurkan uang sepuluh ribu pada Tiara.
"Tidak usah," geleng Tiara. Sebenarnya ada perang batin antara mau menerima atau menolak pemberian itu. Menerima jelas dia bisa mempergunakan upah yang diberikan mengingat saat ini dirinya memang sedang kesulitan di luar rumah sendirian. Menolak karena selama ini dirinya diajari untuk tak mengharapkan upah dari pertolongannya. Maka secara spontan yang dilakukannya adalah menolak.
"Terima kasih kalau begitu," perempuan itu tak lagi menghiraukan Tiara yang masih berdiri.
Selagi Tiara dalam kebingungan, perempuan itu masuk ke mobil dan mobil itu pun langsung bergerak meninggalkan Tiara yang berdiri bengong memandang body mobil yang biasa dibuat untuk mengangkut barang belanjaan itu, menjauh.
"Hei kamu kenapa bengong memandang mobil itu?" Seseorang menepuk pundak Tiara.
Spontan gadis itu menoleh dan menatap penepuknya tak lain si abang ojek online.
"Kamu Abang ojek tadi?"
"Ya," angguk pemuda itu tersenyum, "Dari tadi aku neduh di sana," lanjutnya menunjuk pohon rindang dimana beberapa pengemudi ojek online duduk memainkan ponselnya.
Tiara memandang kearah yang ditunjuk pemuda itu.
"Aku melihat kamu dari tadi bengong, eh nggak tahunya baik hati juga ya mau bantuin bawain barang belanjaan orang," pemuda itu tersenyum.
Tiara membatin, cowok ini tampan juga ternyata, pantasnya jadi model, kenapa juga jadi kang ojek. Tapi kang ojek juga kerjaan halal, terserah ajah deh.
"Heh kamu ngeliati aku kagum ya karena aku melebihi gantengnya aktor Korea?" Pemuda itu tertawa.
"Huh ge er," seru Tiara tapi hanya dalam hati saja.
"Gimana?" Seru si pemuda masih menatap gadis di depannya dengan senyumnya.
"Apanya?" Tiara tanpa sadar ikut tersenyum, sehingga menambah manis wajahnya.
"Aku,"
"Kenapa dengan kamu?" Tiara mengernyitkan alisnya.
"Nggak usah seserius itu kali mikirin aku ..." tertawa si pemuda.
"Ih siapa juga yang mikirin kamu nggak ada kerjaan," sergah Tiara sedikit sewot.
"Jangan gampang marah nanti cantiknya hilang lo,"
"Ah kamu," sergah Tiara merengut tapi sesaat kemudian tersenyum.
"Nah gitu dong kan damai dunia dengan senyummu,"
"Huh kamu ternyata pemuda gombal, ya," sungut Tiara, tapi merasa terhibur hatinya dengan candaan pemuda tampan tukang ojol itu.
Pemuda itu tertawa.
"Udah," tanya Tiara.
"Apanya?" Pemuda penarik ojek online itu menatap Tiara.
"Ketawanya,"
"Oh itu," si pemuda nyengir, "Ya namanya juga lagi seneng karena hari ini aku dapat kenalan gadis seperti kamu,"
Tiara cemberut, "Memangnya aku lucu diketawain,"
"Bukan lucu jangan salah paham, tapi unik,"
"Kok Unik?"
"Ya tiba tiba ngadang aku terus naik ojekku, lalu turun di sini tapi kayak orang kebingungan,"
Ucapan pemuda itu membuat Tiara tersadarkan keadaannya yang entah mau kemana. Maka mendadak wajahnya meredup.
"Hei kamu kok jadi melamun, maaf, ya kalau ucapanku membuatmu marah dan sedih, tapi sesungguhnya kamu mau kemana, sih?"
Tiara menggeleng.
Si pemuda menatap lekat pada wajah yang kebingungan itu.
"Aku juga bingung tapi ini urusanku jangan nanya kenapa," ujar Tiara enggan untuk bercerita.
"Oke aku tak ingin ikut campur urusanmu, itu hak pribadimu, tapi sebagai sesama manusia aku memiliki kewajiban untuk menolong, ya, mungkin saja kamu butuh pekerjaan ..."
Mendadak wajah Tiara langsung berbinar memandang si pemuda. Tapi apakah pemuda ini bisa dipercaya, ya?
Mendadak rasa curiga memasuki dadanya, seperti saat dirinya ditawari Yunita untuk tinggal di rumahnya.
Terngiang lagi nasehat ayah angkatnya supaya jangan gampang terhanyut oleh kebaikan orang yang baru dikenalnya..
"Heh kok bengong?"
Gadis itu meneliti sosok dan raut muka si pemuda. Menimbang nimbang jujur tidak, ada niat terselubung tidak. Tapi sayangnya dirinya tak menemukan jawaban dari keraguannya.
"Oh lagi menilai diriku, percayalah aku sembilan puluh sembilan persen jujur dan InsyaAllah amanah. Kalau kamu mau aku anterin ke tempat langgananku yang butuh pelayan,"
"Pelayan apa?"
"Restaurant,"
"Makanan?"
"Ya masa restaurant jualan baju?" Pemuda ojol itu tertawa.
"Ya juga sih," tersenyum Tiara.
"Mau nggak kalau mau aku anterin sekarang," seru si pemuda serius menawarkan pekerjaan, "Kalau kamu masih ragu dan nggak percaya ya udah aku mau kasih tahu ma restaurantnya kalau temanku nggak mau gitu,"
"Teman?" Tiara menatap heran pemuda itu.
"Oh maaf kalau aku kege eran ya menganggap kamu teman, baru juga ketemu ..." ralat si pemuda membuat gadis di depannya terperangah.
"Ya ya kita teman," angguk Tiara segera mengulurkan tangannya begitu saja. Tapi buru buru dia tarik lagi.
"Eh nggak jadi kenalan, nih," kerling si pemuda.
bersambung