NovelToon NovelToon
MUTIA

MUTIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Single Mom / Selingkuh / Anak Yatim Piatu
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Riaaan

Masa remajaku tidak seindah remaja lain. Di mana saat hormon cinta itu datang, tapi semua orang disekitarku tidak menyetujuinya. Bagaimana?

Aku hanya ingin merasakannya sekali saja! Apa itu tetap tidak boleh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riaaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2

Senin ini, seperti biasa, kami melakukan kegiatan upacara bendera. Dan aku kembali pingsan di saat 5 menit kegiatan itu berlangsung.

"Kayaknya lo harus periksa ke dokter deh, Mut," ucap Suci dan Bulan yang juga berada di UKS.

Seperti biasa, mereka berpura-pura pusing agar bisa menemaniku di UKS.

"Gue udah periksa ke rumah sakit malahan, hasilnya normal semua," jawabku.

Aku juga tak mengerti dengan diri ini. Aku sehat. Aku normal. Tapi setiap kali aku ikut kegiatan yang melibatkan untuk tidak bergerak, selalunya aku jatuh pingsan.

***

Kami masuk ke kelas dan mendapati Alex berdiri di depan papan tulis.

"Bul! Sabtu kemaren kenapa lo ga masuk?" tanya Alex. Ya dia ketua kelas kami.

Bulan tak memberi jawaban apapun. Dia memang lebih pendiam dibanding aku dan Suci.

"Kemaren itu alfa lo yang ke 23 hari dalam semester ini. Lo udah banyak ketinggalan pelajaran, lo kira dengan nyontek aja bisa nyelesaiin ujian? Mau jadi apa lo?"

Tak seharusnya Alex berkata seperti itu.

"Dia mau mati dari dulu. Kenapa lo nanya-nanya? Mau bantuin?" Suci merangkul Bulan untuk duduk di tempat mereka, yakni di hadapanku.

Suci memberi tos pada Bulan. Aku juga dipaksanya untuk ikut tos bersama. Pertanda bahwa tidak ada yang boleh mengganggu salah satu dari kami. Solidaritas kami tinggi.

***

"Lo ga bareng Suci sama Bulan?" tanya Alex yang membaca buku di perpustakaan pada jam istirahat pertama.

"Bentar lagi mau ke sini kok. Lagi di kantin, gue tinggalin," jawabku memilih-milih komik.

"Semalem tumben lo ga ngobrol padahal on mic," ucapnya.

"Oh itu, ngantuk aja sih," jawabku dengan ragu.

"Lo marah sama gue?"

"Kenapa gue marah sama lo?"

"Ya, mungkin aja ada omongan gue yang bikin lo ga nyaman."

"Ga ah, gue cuma ngantuk doang," balasku mengambil komik dan membacanya di pojok perpustakaan.

"Bawa aja! Gue piket umum jaga perpus! Mau makan, mau ngerumpi, terserah!" Kalimat itu keluar dari mulut Suci.

"Woii!" teriakku melambaikan tangan agar mereka ikut duduk di dekatku.

"Loh, ada Alex?" bisik Bulan dengan nada tidak suka.

"Lo tenang aja, kalo dia ganggu lagi, gue tusuk pake penggaris!" tegas Suci.

Seketika itu kami tertawa bersama.

"Lo liat ga tadi, Bul?" tanya Suci membuka topik obrolan.

"Liat! Muka sama leher ampe beda gitu warnanya. Jangan-jangan punggungnya Zebracross, Ha ha! Hitam putih hitam putih. Ada-ada aja kelakuan bocil," sambut Bulan.

"Mulai deh, ngobrol ga ngajak gue!" omelku.

"Tadi ada adek kelas 10, mukanya putih, lehernya ireng! Pake bedak ampe segitunya!" oceh Suci membuat Bulan terkekeh sembari memakan keripik.

"Ngerasa cantik dia kayak gitu." Bulan ikut-ikutan mengejek.

***

Sepulang sekolah hari ini, aku mendapati ibu yang pulang kerja dari kantor membawa totebag coklat.

"Apaan tuh, Bu?" tanyaku.

"Oh ini, tadi ada sales skincare ke kantor. Mau kolaborasi sama produk kantor Ibu, jadi karyawan dikasih sampel gratis. Buat kamu aja, Ibu ga pake skincare. Ibu pakenya make up," jelas Ibu menyodorkan totebag itu untukku.

"Sesekali cobain, siapa tau cocok. Biar muka kamu ga dekil. Emangnya kamu ga mau cantik?" oceh Ibu berlalu ke dalam kamarnya.

Dengan semangat kupakai rangkaian produk skincare itu meski tidak tahu urutan mana yang benar. Aku hanya mengikuti cara pakai di kemasannya.

Satu kali aku memakainya, kupandangi wajahku di cermin. Wajahku menjadi lebih cerah. Tapi saat kutatap leher, aku jadi mengerti akan apa yang terjadi pada adik kelas yang diejek oleh Suci dan Bulan.

Bergegas aku mencuci muka dan mengelapnya dengan tisu. Wajahku masih cerah. Dengan sengaja aku duduk menghadap matahari di jam 3 sore ini agar wajahku kembali dekil seperti biasanya.

"Kamu kok malah jemur-jemuran gitu, Mut? Kamu ga mau cantik emangnya?" tanya ibu.

Aku mau cantik. Tapi ....

"Jangan-jangan punggungnya Zebracross! Ha ha! Hitam putih hitam putih." Kalimat Bulan yang terngiang di kepalaku.

"Mukanya putih, lehernya ireng." Kalimat Suci.

Aku tak ingin diejek oleh mereka. Tapi aku juga ingin menjadi cantik.

***

"Wuiih! Mut! Mutia! Ini Mutia?! Lo habis cuci muka pake Air Zam-zam? Ha ha!" ejek Suci di pagi ini.

"Kenapa?" balas Bulan.

"Mukanya bercahaya ilahi!" lanjut Suci lagi dan mereka tertawa bersama. Ha ha! Bodohnya aku malah ikut menertawakan diriku sendiri.

***

Di perpustakaan hari ini, kami tidak boleh berisik sebab Suci tidak menjadi penjaga perpustakaan lagi, sebab masa piketnya hanya satu hari.

"Lo masih sering mabar sama Alex, Mut?" tanya Bulan.

"Masih, tiap malem," jawabku.

"Gue udah duga sih, dia itu suka sama lo!" lanjutnya.

"Nah iya! Mutia aja yang pura-pura ga peka!" sambut Suci.

"Dia ga suka sama gue, dia cuma kesepian aja, ga punya temen buat main bareng," balasku.

"Tau dari mana?" tanya Suci.

"Emang iya kok! Dia udah punya cewek. Ceweknya cakep! Putih, tinggi, langsing, pinter," jelasku.

"Dia bilang ke lo?" tanya Bulan.

Aku mengangguk.

Kami berdiam diri dan saling fokus pada buku masing-masing.

"Tapi dia care banget sama lo, Mut," lanjut Suci.

"Dia baik, bukan suka sama gue. Gue aja kayak gini, bantet, ireng, dekil. Mana mungkin dia suka sama gue," balasku.

"Iya sih, kalo ceweknya cakep, ya susah juga mau saingan. Kecuali kalo ceweknya lebih jelek dari kita," sambut Bulan.

"Makanya, lo berdua stop ngejekin dia suka sama gue. Dia udah punya cewek," ucapku malas.

"Eh, ada orangnya ada orangnya, shuutt!" bisik Suci kalang kabut memperbaiki posisi menjadi biasa saja sebab Alex datang.

"Makasih ya," ucap Alex menepuk pundakku sembari berlalu.

"Makasih? Makasih apaan, Mut?" Suci dan Bulan mulai kepo.

Aku juga tidak tahu apa alasan Alex berkata seperti itu. Mungkin karena aku menemaninya bermain di saat pacarnya tidak ada kabar. Dia jadi tidak perlu menghabiskan waktu sendirian. Sebab ada aku sang pelampiasan.

Ha ha! Pelampiasan.

Kenapa terasa sakit jika menyadari fakta itu?

"Malah bengong!" omel Suci.

"Ntar malem mabar lagi ya? Gue tunggu jam 8," ucap Alex padaku.

"Eh, Lex! Lo udah punya cewek?" tanya Suci tanpa basa-basi.

Rasanya aku ingin menghilang dari bumi. Pertanyaan itu mengisyaratkan aku bercerita tentang Alex pada mereka. Alex akan tau.

"Kenapa? Lo mau jadi selingkuhan gue?" balasnya.

"Diiiiih! Najis!" umpat Suci.

Alex terkekeh mendapati respon yang seperti itu.

"Kata gue sih, mending lo suka sama orang lain aja, Mut! Alex segila itu, masa lo mau sama dia?" bisik Suci.

Ha ha! Aku mendadak iri dengan Suci. Kenapa Alex tidak pernah bercanda seperti itu padaku? Jika saja dia melakukannya, mungkin akan aku jawab iya.

Suci menatap tidak suka pada Alex, namun Alex dengan berani membalas tatapannya. Aku memerhatikan mereka berdua.

"Lo beneran mau jadi selingkuhan gue?" ucap Alex membuat Suci mengalihkan pandangannya.

Ternyata benar. Sakit. Seharusnya seorang sahabat tidak berinteraksi lebih banyak kepada pria yang disukai oleh sahabatnya. Anggap saja tidak kenal atau tidak peduli.

Ah, aku jadi menyalahkan sahabatku. Tidak seharusnya juga aku seperti ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!