Kekhilafan satu malam, membuat Shanum hamil. Ya, ia hamil setelah melakukan hal terlarang yang seharusnya tidak boleh dilakukan dalam agama sebelum ia dan kekasihnya menikah. Kekasihnya berhasil merayu hingga membuat Shanum terlena, dan berjanji akan menikahinya.
Namun sayangnya, di saat hari pernikahan tiba. Renaldi tidak datang, yang datang hanyalah Ervan—kakaknya. Yang mengatakan jika adiknya tidak bisa menikahinya dan memberikan uang 100 juta sebagai ganti rugi. Shanum marah dan kecewa!
Yang lebih menyakitkan lagi, ibu Shanum kena serangan jantung! Semakin sakit hati Shanum.
“Aku memang perempuan bodoh! Tapi aku akan tetap menuntut tanggung jawab dari anak majikan ayahku!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Menikah Dengan Kakak Mantan
Dua jam yang lalu, mereka semua sudah berada di rumah sakit. Iffah— ibunya Shanum, sudah langsung ditangani dokter. Dan, sekarang hidupnya berada diambang kematian. Ya, antara hidup dan mati. Lebih tepatnya kritis, dokter yang menanganinya menyarankan untuk langsung pasang ring di jantung.
Ayah Aiman tampak duduk pasrah di ruang tunggu, dan menyerahkan tindakan apa pun yang terbaik untuk istrinya pada dokter. Untung saja ia dapat fasilitasi asuransi kesehatan untuk sekeluarga dari perusahaan Wijanarko, sehingga tidak terlalu pusing untuk mencari dana awal, kecuali jika ada biaya yang tidak bisa diklaim oleh orang lain. Ini mungkin akan jadi kendala.
Namun, berbeda dengan Shanum yang sejak tadi menangis pilu. Ia mengusap pipinya, menarik napas dalam-dalam, lalu kembali menegakkan punggungnya, kemudian menoleh ke arah Ervan yang sedang berdiri jauh dari ruang tunggu.
“Sha, kamu mau ke mana?” tanya Bibi Ratih, adik ibunya, saat melihat keponakannya berdiri.
“Ada yang harus Shanum selesaikan, Bik,” jawab Shanum pelan. Langkahnya yang tidak bisa terburu-buru mendekati Ervan yang tampaknya masih sibuk berbicara melalui ponselnya.
Pria itu melirik gadis itu. “Iya Pah, aku masih di rumah sakit, akan mengurus semuanya.” Kalimat itu jadi pamungkas akhir Ervan sebelum memutuskan panggilan teleponnya. Lalu, ia menatap Shanum kembali, seakan bertanya ada apa.
“Jika sampai Ibu kenapa-napa di dalam sana, Kak Renaldi dan Pak Ervan harus bertanggungjawab! Ini semua terjadi karena kalian berdua!” hardik Shanum dengan jemarinya menunjuk-nunjuk ke muka pria tersebut. Ia tak peduli dengan status pria tersebut.
Ervan menarik napas dalam-dalam, ia pun juga turut menyesali sampai terjadi hal yang di luar perhitungannya. Semuanya tidak sesuai dengan ekspektasinya. Meski ia tidak menyukai Shanum, bukan berarti tidak ada rasa empati pada keluarga sopir keluarganya.
“Nyawa harus dibalas dengan nyawa! Andaikan Kak Ren mau datang dan menikahi saya. Ibu saya tidak akan kritis seperti ini. Pak Ervan boleh saja mengatakan hal buruk tentang saya, tapi tolong ... hargai perasaan orang tua saya. Kami memang bukan orang berada, tapi bukan berarti bebas untuk diinjak-injak! Kalian harus bertanggungjawab!” seru Shanum, suaranya agak meninggi.
“Semua gara-gara adik Anda, Pak Ervan! Dasar Laki-laki playboy!” Shanum mengikis jarak di antara mereka, lalu dengan beraninya memukul dada pria itu.
Ayah Aiman dan Bik Ratih yang kebetulan melihat, langsung buru-buru bangkit, dan mendekatinya.
“Hentikan Shanum!” seru Ayah Aiman, tangannya pun melayang begitu keras ke pipi Shanum.
Gadis itu terkesiap dan terdiam, begitu juga dengan Ervan. Iris mata coklatnya berkaca-kaca.
“A-Ayah!” Shanum menyentuh pipinya yang terasa perih.
“Jaga sikapmu, Pak Ervan itu bos Ayah! Kamu tidak pantas bersikap kasar seperti itu!” bentak Ayah Aiman dengan menggebu-gebu.
“K-Kenapa Ayah membelanya ... kenapa? Terus ... semuanya salah Shanum?” tanya Shanum terbata-bata.
“Apa karena Shanum telah melakukan kesalahan besar, maka keluarga majikan Ayah ... ah ... Ayah membelanya? Apa Ayah takut dipecat?” Shanum kembali bertanya dengan suaranya begitu lirih.
“Diam, Shanum!” Ayah Aiman kembali membentak, seraya menahan emosi.
Shanum tergugu, jelas ia kalah dalam kondisi saat ini, percuma berdebat dan berargumen, atau membela dirinya sendiri, padahal ia pun korban dari kelicikan anak majikan ayahnya. Ratih mendekat, lalu menarik lengan Shanum. “Ayo Shanum, ikut Bibi. Kamu juga harus ganti baju, sebentar lagi ada yang mengantarkan baju gantimu.”
Ervan yang sejak tadi memperhatikan pertengkaran ayah dan anak, mendesah pelan. “Pak Aiman nanti papa saya akan datang ke sini. Kami akan bertanggungjawab atas kejadian yang menimpa istri Pak Aiman. Lebih tepatnya selain biaya rumah sakit, saya akan menggantikan posisi adik saya untuk menikahi putri Pak Aiman. Jadi, tolong sebaiknya penghulu serta saksinya untuk segera datang ke rumah sakit, masalah tempatnya nanti akan diurus Ikhsan,” ucap Ervan datar dan dingin.
Sontak saja Shanum menoleh, matanya menyipit seakan mencari sesuatu dari pandangan mata pria itu. Sedangkan Aiman tampak bingung sekaligus tidak memercayai.
“T-Tapi bukannya Pak Ervan sudah—“
Ervan mengangkat tangannya ke udara, membuat Ayah Aiman menghentikan ucapan yang sangat dimengerti oleh anak majikannya. “Hanya keluarga inti saja yang tahu mengenai pernikahan ini. Jadi, silakan persiapkan pernikahan ini, saya tidak banyak waktu untuk berada di sini,” tegas Ervan memerintah.
Aiman menatap putrinya dengan tarikan napas lelahnya. “B-Baik, Pak,” jawab Ayah Aiman agak tergagap
***
Satu jam kemudian, di masjid yang berada di area belakang rumah sakit.
“Saudara Ervan Surya Wijatnako bin Rusdy Wijatnako, saya nikahkan engkau dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya Shanum Lidya binti Aiman, dengan mahar berupa uang tunai sebanyak 25 juta rupiah, dibayar tunai.”
“Saya terima nikah dan kawinnya Shanum Lidya binti Aiman dengan mahar tersebut, dibayar tunai!”
“Alhamdulillah, sah ... sah!”
Shanum yang duduk di sebelah kakak mantannya hanya bisa tertunduk diam. Akhirnya apa yang diminta telah diwujudkan oleh Ervan, disaksikan oleh keluarga inti, sekaligus pak RT serta istrinya yang menjadi saksi. Biar tetangganya tidak comel dengan gosip-gosip yang sekarang sedang berhembus.
“Saya sudah memenuhi permintaanmu, ingat dengan janji-janjimu itu,” bisik Ervan terdengar sinis saat sesi Shanum mencium punggung tangan suaminya.
Gadis itu menarik wajahnya, sudut bibirnya tersenyum getir, pandangan matanya penuh dengan syarat makna.
Sementara itu, Diba—mamanya Ervan, menarik napas kecewa. Ya, ia sangat kecewa melihat pernikahan anak pertamanya dengan anak sopirnya. Tapi, ia terpaksa harus menerimanya karena takut keluarganya dituntut karena keadaan yang menimpa istri Aiman.
“Mimpi apa aku semalam harus punya menantu dari kalangan bawah,” gerutu Diba.
Wijatnako yang mendengar langsung menoleh, “Jaga ucapannya Ma, mau bagaimana pun keluarga Aiman itu keluarga baik-baik.”
“Kalau keluarga baik-baik, kenapa anaknya bisa menggoda Ren. Sampai mau-maunya tidur sama anak kita.” Mama Diba berkata dengan ketus. Lantas, Papa Wijatnako mencubit pelan lengan istrinya.
Shanum yang samar-samar mendengarnya tersenyum hambar. Hatinya tersinggung, tapi mencoba untuk berlapang dada, meski mulutnya ingin sekali membalasnya.
“Ah, siap-siap punya mertua yang sangat benci sama Shanum. Tapi, untungnya Shanum tidak perlu tinggal dengan mereka,” batin Shanum agak lega.
Dan, sebagai menantu yang bakal tidak diakui oleh keluarga Wijatnako, Shanum tetap mencium punggung tangan kedua orang tua Ervan dengan hormatnya, meski Mama Diba tampak jijik, berbeda dengan Papa Wijatnako yang masih bisa bersikap ramah padanya.
“Kamu jangan senang dulu bisa menikah dengan Ervan. Kamu tetap bukan menantu saya. Hanya Meidina yang menjadi menantu saya,” bisik Mama Diba saat Shanum mencium tangannya.
Shanum tersenyum. “Baik Bu, akan saya ingat hal ini,” ucap Shanum begitu tenang.
Bersambung .... ✍️
pokok nya paa klo Ervan macam2 lg ma Shanum,,jauhkan Shanum sejauh jauh nya utk menjaga kewarasan Shanum..dn biar Ervan bisa introspeksi diri...
bener2 gedeg aq ma Mr.Arogaaann 😬😬