NovelToon NovelToon
Object Of Desires

Object Of Desires

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / Pengganti / Crazy Rich/Konglomerat / Pengantin Pengganti / Romansa / Kaya Raya
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Elin Rhenore

Takdir kejam menuntutnya menjadi pengantin pengganti demi menebus sebuah kesalahan keluarga. Dan yang lebih menyakitkan, ia harus menikah dengan musuh bebuyutannya sendiri: Rendra Adiatmaharaja, pengacara ambisius yang berkali-kali menjadi lawannya di meja hijau. Terjebak dalam pernikahan yang tak pernah ia inginkan, Vanya dipaksa menyerahkan kebebasan yang selama ini ia perjuangkan. Bisakah ia menemukan jalan keluar dari sangkar emas Rendra? Ataukah kebencian yang tumbuh di antara mereka perlahan berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih berbahaya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elin Rhenore, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

First Morning

Seberkas cahaya masuk melalui tirai lantas menyorot pada wajah yang muncul dari balik selimut, membuatnya membuka mata. Samar-samar tapi pasti, ia memastikan di mana dirinya berada saat ini. Ruangan ini cukup asing bagi Vanya, nuansa kamarnya serba putih, tidak seperti kamarnya di Nusantara yang berantakan, ruangan ini cukup sapi—sangat rapi malahan. Vanya langsung teringat apa yang terjadi.

Dia datang ke Jakarta, pergi ke rumah keluarga angkatnya, dipaksa menikah. Ya. Menikah! Astaga dia sudah menikah. Tiba-tiba saja kepanikan menguasai tubuhnya yang kecil itu. Sekuat tenaga ia menyibakkan selimut tebal berwarna putih yang memiliki tekstur lembut dan wangi itu untuk melihat keadaan dirinya.

Dirinya masih berpakaian, bahkan pakaiannya masih sama dengan pakaian yang dirinya gunakan sejak kemarin. Rasa panik yang menyergap tubuhnya pun berangsur-angsur menghilang. Vanya lantas bangun dari tempat tidur dan melangkah ke arah jendela yang ditutupi dengan tirai tinggi itu. Ia menyibakkan tirainya dan melihat ada balkon di luar jendela.

"Apa ini di hotel ya? Kenapa aku tidak ingat sudah dibawa kemari." Vanya bergumam sendiri. Untuk mencari tahu keberadaan dirinya.

Pertama ia memeriksa nakas yang terletak di samping tempat tidur berukuran king size itu. Tidak ada petunjuk tentang service room hotel. Vanya tidak menyerah, ia melihat apakah ada kartu akses yang biasa digunakan untuk kunci pintu kamar hotel.

Tak ada juga.

Bukan Vanya Anantari namanya jika ia langsung menyerah begitu saja. Ia menuju ke sebuah pintu yang dia yakini sebagai sebuah kamar mandi. Langkah Vanya pun cepat, ia meraih gagang pintu dan membukanya. Tapi bukan kamar mandi yang ia temukan melainkan sebuah wardrobe yang luar biasa besar dan tampaknya terisi dengan baik. Ia bisa melihat banyak tas, gaun, sepatu berhak tinggi, semuanya.

"Dimana ini ... dimana pria itu?" Kini ada asumsi liar lain yang memenuhi benaknya. Mungkinkah ini adalah rumah pria yang menyeretnya ke depan penghulu kemaren?

Tidak menunggu lama, Vanya kemudian pergi keluar dari kamar super mewah bernuansa putih itu. Saat keluar dirinya bahkan tidak tahu harus kemana. Namun mengikuti instingnya ia kemudian melangkah ke arah kiri, dan yap! Instingnya hampir tak pernah keliru. Dia menemukan tangga untuk turun. Vanya pun menuruni tangga.

"Kamu sudah bangun." Sebuah suara yang terdengar berat dan dalam itu mengejutkan langkah kaki Vanya yang terburu-buru untuk mencari tahu dimana dirinya berada. Vanya menoleh, melihat sosok itu sedang melipat koran yang tadinya di baca dan menaruhnya ke samping. Rendra duduk di sana dengan balutan jas yang sangat pas di tubuhnya, ia terlihat sangat gagah tapi juga mengintimidasi pada waktu yang sama.

Tubuh Vanya menegang seketika di tempatnya saat sorot mata Rendra langsung tertuju ke arahnya seolah-olah sedang menelanjanginya.

"Dimana ini, aku tidak ingat apapun setelah pulang dari rumah kakak."

"Rumah." Rendra menjawab singkat.

"Oh." Vanya tak berminat untuk mengajak bicara lebih lanjut tapi dia teringat akan sesuatu. Namun, sebelum ia sempat mengatakannya, ia merasakan sebuah telapak tangan melingkar di pergelangan tangannya. Rendra sudah menggenggam tangannya.

"Sarapan dulu, saya tidak mau kamu mati kelaparan saat berstatus sebagai istri saya."

"Hah?" Vanya benar-benar takjub, bagaimana bisa ada pria berpikir seperti itu.

Rendra tak menjawab karena tak penting baginya menjawab pertanyaan tak spesifik seperti itu, hanya membawa Vanya ke ruang makan.

"Duduk!" perintah Rendra tegas, seiring terlepasnya tangan dari pergelangan tangan Vanya.

"Lagipula kita hanya menikah siri, kita tidak perlu berpura-pura saling peduli."

"Duduk!" Kali ini Rendra memerintah dari tempatnya duduk sembari menatap Vanya dengan ... tak bisa ditafsirkan sebenarnya emosi apa yang ada di dalam mata kecokletan milik Rendra. Tapi begitu Vanya mendapatinya ditatap seperti itu, ia menurut saja dan duduk di samping Rendra.

"Saya tidak tahu kamu suka apa, jadi makan saja apa yang ada di meja."

"Aku juga tidak pilih-pilih makanan," ucap Vanya lelah. Ia melihat ada beberapa hidangan yang tampak terlalu sehat baginya yang terbiasa sarapan nasi kuning atau soto banjar.

"Tapi sebelum itu, saya ingin kamu tanda tangani ini." Rendra menyodorkan sebuah dokumen ke depan Vanya.

"Apa ini, Mas?"

"Surat yang bisa membuat saya  berpura-pura untuk peduli, begitu juga sebaliknya."

"Maksudnya?" Vanya menatapnya bingung, Vanya kemudian melihat dokumen itu dan ia tahu bahwa dokumen berlapis-lapis itu adalah dokumen pernikahan. "Ini dokumen pernikahan?"

Rendra menyesap kopi miliknya, tapi ia mengintip dari balik cangkir kopinya. Memperhatikan Vanya yang sedang membaca semua dokumen yang dia berikan.

"Tepat seperti yang kamu katakan."

"Kita sudah menikah, untuk apa semua dokumen ini?"

"Saya tidak suka mengulang, Anantari. Dan kamu hampir membuat saya mengungali ucapan saya sendiri dua kali pagi ini."

"Ya itu semua karena ucapanmu itu absurd, Mas Rendra. Bisa nggak sih jelasin aja, jangan bertele-tele."

"Saya pikir kamu cerdas."

Vanya memutar bola matanya kesal. Lantas dia mendorong dokumen itu ke depan Rendra lagi. Membuat pria itu langsung bermuram durja menatapnya kesal.

"Aku tidak mau tanda tangani dokumen itu."

"Kamu harus."

"Jelaskan padaku kenapa aku harus mengikatkan diriku padamu tidak hanya di depan penghulu tapi juga di depan hukum?"

Rendra terdengar menghela nafasnya dengan kesal. Tapi pria itu jelas mampu menyembunyikan semburat emosinya tergantikan dengan raut wajah yang tenang seperti permukaan air di kolam. Tenang tapi menghanyutkan.

"Saya tidak menikah siri. Saya hanya akan menerima pernikahan ini dengan kepastian hukum yang jelas, jika tidak maka perjanjian dengan Harun Murya akan batal dan ayah yang kamu bangga-banggakan itu akan hancur, Little Cat."

"Aku bukan kucing ya, Mas," tukas Vanya bersungut-sungut kesal. "Sebenarnya perjanjian apa yang kalian buat sampai harus seperti ini?"

"Kamu tidak perlu tahu. Kamu hanya perlu menandatangani dokumen itu." Rendra kembali mendorong dokumen di depannya ke tempat Vanya.

Di tempatnya, Vanya memandangi dokumen tersebut dengan seksama. Ia menimang-nimang apa yang harus dia lakukan. Dia sudah terjebak dalam permainan pria itu.

"Saya tidak punya waktu banyak hanya untuk menunggu kamu tanda tangan, Anantari." Suara Rendra memang terdengar pelan, tapi jelas sekali di telinga Vanya itu suara yang mengancam.

Vanya mengulurkan tangan kepada Rendra dan membuat pria itu mengangkat alisnya penuh tanya pada Vanya.

"Apa?" tanya Rendra dengan sinis.

"Pulpennya mana?"

Kemudian Rendra pun mengambil pulpen yang selalu tersemat di dalam saku jasnya dan memberikannya kepada Vanya. Melihat tangan Vanya meliuk-liuk memberikan keabsahan pada dokumen tersebut ada sebuah senyuman simpul di wajah pria itu.

"Aku ingin bertanya." Vanya meletakkan pulpen, menelengkan kepalanya menatap Rendra.

"Hm."

"Kenapa aku tidak ingat saat dibawa kemari, aku masih ingat saat kita keluar dari rumah kakak. Kamu bius aku ya, Mas?"

Rendra menatap Vanya, sungguh hampir tak percaya dengan pertanyaan konyol Vanya.

"Kamu tidur seperti kerbau."

"Mana mungkin, aku pasti bangun apalagi kalau ada yang menyentuh tubuhku, aku pasti akan refleks memukulnya."

"Benarkah, saya rasa tidak seperti itu."

Karena semalam memang Vanya tertidur sangat pulas sekali. Baru saja keluar dari kompleks perumahan militer, Vanya seperti orang yang dibius, kepalanya terjatuh di pundak Rendra dan langsung mendengkur lembut. Jelas sekali dia kelelahan. Bahkan saat mereka sudah sampai di rumah, saat Rendra menyelipkan tangan di lekukan lututnya dan menggendong Vanya, tak ada pemberontakan dari perempuan itu. Yang ada malah Vanya tampaknya nyaman dalam gendongan 

"Mungkin aku kelelahan, tapi gimana caranya aku masuk ke kamar itu?"

"Ada yang namanya mesin derek." Rendra berseloroh asal, tapi sudut bibir kirinya terangkat sedikit saat melihat ekspresi Vanya melotot kaget itu.

"Kamu menderekku?"

"Saya heran bagaimana kamu bisa jadi pengacara jika logikamu saja tidak jalan."

"Itu tidak ada hubungannya," Vanya kesal. "Aku sangat profesional."

"Ya."

"Ah sudahlah, tidak penting bagaimana caranya. Sekarang aku tanya, dimana barang-barangku?"

"Ada di dalam wardrobe kamarmu."

Vanya mengangguk-angguk, kemudian ia mengambil sebuah roti bakar, irisan alpukat, dan memberinya yogurt di atasnya. Vanya makan dengan tenang. Tidak sadar ada mata elang yang sedang memperhatikannya mengunyah setiap makanan yang dia masukkan ke dalam mulutnya dengan seksama.

"Ini adalah rumahmu, kamu bisa melakukan apapun dengan rumah ini."

"Uhhukk-Uhhuk." Vanya tersedak mendengar ucapan Rendra yang terdengar tak masuk akal sama sekali. Rendra menyodorkan gelas tinggi berisi air putih dan membantu Vanya dengan menepuk-nepuk punggungnya.

"Jangan ceroboh."

"Aku nggak ceroboh, aku kaget!" elak Vanya. "Apa maksudnya ini adalah rumahku?"

"Ini adalah maskawin yang saya berikan untuk kamu, apa kamu tidak dengar saat ijab qabul kemarin?"

Dengar? Bagaimana bisa Vanya mendengarnya saat isi kepalanya mendadak dipenuhi dengan kekecewaannya pada takdir. Ia bahkan hanya mendengar orang-orang berseru sah, lalu bagaimana dia bisa tahu jika Rendra memberikan sebuah rumah untuk maskawin.

"Ini rumah kamu. Sertifikat emas ada di brankas."

"Bisa nggak pelan-pelan kasih tahunya. Mendadak kaya juga butuh tenaga." Vanya butuh waktu untuk mencerna semuanya, makanan dan sekaligus informasi bahwa dirinya memiliki rumah dan juga emas. EMAS?

"Ya."

"Sudah, itu saja?"

"Kamu tidak perlu urus semua urusan rumah tangga. Ada asisten rumah tangga, Bi Murti, dia lagi belanja. Ada sopir, Pak Hasan. Ada tukang kebun, Pak Oki. Jadi kamu hanya perlu bekerja. Dan Oh ya, saya akan urus mutasi kamu ke Jakarta."

"Apa? Mutasi? Kenapa kamu semena-mena sih, mas?!" Vanya belum mampu menerima semua informasi tapi jelas bagian mutasi sangat mengganggunya.

"Lalu kamu mau berhenti bekerja saja?"

"Tidak! tapi mutasi, aku masih mengurusi masalah sengketa di sana. Dan aku ...." Vanya tak melanjutkan ucapannya. Tidak mungkin dia mengungkapkan isi hatinya saat ini.

"Apa karena pria itu, siapa namanya? Henggar?"

Mata Vanya membelalak saat Rendra menyebutkan nama koleganya itu. Vanya teringat jika Rendra sudah menyebutkan nama Henggar dua kali. Semalam dan pagi ini.

"Dia nggak ada hubungannya, lagian bagaimana kamu tahu soal dia? Kamu menguntitku ya, Mas?"

"Jadi tidak ada masalah, saya akan segera urus kepindahanmu."

"Aku tidak mau."

Vanya menenggak air putih untuk melancarkan kerongkongannya dan beranjak pergi.

"Jangan pergi saat saya belum selesai." Suara Rendra menggema di seluruh ruangan. Tapi tak urung membuat Vanya menghentikan langkahnya. Dia menaiki tangga hendak menuju kamarnya.

Dengan dada bergejolak oleh bara amarah, Rendra melangkah cepat, nyaris menghentak lantai dengan setiap ayunan kakinya. Nafasnya memburu, dadanya naik turun, sementara matanya mengunci satu sosok yang tengah menjauh. Vanya.

Seakan didorong oleh sesuatu yang lebih kuat dari sekadar kemarahan, Rendra mempercepat langkahnya, membelah ruang dengan kehadiran yang mustahil diabaikan. Ia mengejar, mendekat, hingga dalam sekejap, tangannya mencengkeram pergelangan tangan ringkih perempuan itu—perempuan yang selalu keras kepala, selalu menentangnya dengan kata-kata tajam dan sangat cerewet.

Vanya terhentak. Tubuhnya berputar dalam hentakan paksa, helaian rambutnya berayun liar mengikuti gerakan mendadak itu. Dan di sanalah mereka berdiri—di tengah anak tangga, wajah hanya terpaut sejengkal, napas mereka bersilangan.

Mata mereka bertemu.

"Kamu tidak bisa mengubah pikiranku, Mas."

"Saya tidak perlu kamu berubah pikiran. Saya hanya perlu kamu tetap bermain, Anantari."

......*Bersambung*......

1
👣Sandaria🦋
wah pasti kasusnya seheboh kasus Jessica Kumalawongso. live lho🤔😅
Elin Rhenore: terima kasih
total 1 replies
👣Sandaria🦋
baca satu bab, Kakak. asik nih cerita pengacara saling bakutikam di ruang sidang, kemudian saling bakugoyang di ranjang👍😆
Elin Rhenore: terima kasih kakak /Hey/
total 1 replies
d_midah
selain cantik, yang aku bayangin pipinya yang gemoy☺️☺️🤭
Tulisan_nic
sidangnya siaran langsung apa gimana Thor?
Elin Rhenore: sidangnya siaran langsung, karena sifatnya terbuka untuk umum.
total 1 replies
Tulisan_nic
Baca bab 1 udah keren banget,aku paling suka cerita lawyer² begini.Lanjut ah
Elin Rhenore: terima kasih yaaa, semoga sukaa
total 1 replies
Ayleen Davina
😍
Sweet Moon |ig:@sweet.moon2025
Hallo Kak. Semangat berkarya ya 🫶
Sweet Moon |ig:@sweet.moon2025: seru ceritanya 🫶
total 2 replies
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
"istri saya" kulanjutin dah😂
Mei Saroha
ayooo kakak othorr lanjutkaann... yukkk bisa yuukkk
Elin Rhenore: sabar yaaaa hehehehe
total 1 replies
Mei Saroha
rendra bertekad untuk lindungi Vanya..
Mei Saroha
alurnya keren thorr
semangat nulisnyaa yaaaa
Mei Saroha
hareudangg euyyy
Mei Saroha
morning wood itu apa kak 😃😀😁
Mei Saroha
apakah keluarga rendra membunuh orangtua Vanya?
Siti Nina
Lanjut thor jgn di gantung cerita nya
Siti Nina
Nah lho perang akan segera di mulai
Siti Nina
Oke ceritanya 👍👍👍
Siti Nina
Meleleh gak tuh mendengar ucapan Renrda manis banget
Mei Saroha
wahh.. ini masuk KDRT bukan sih
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
good
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!