Seorang wanita miskin bernama Kirana secara tidak sengaja mengandung anak dari Tuan Muda Alvaro, pria tampan, dingin, dan pewaris keluarga konglomerat yang kejam dan sudah memiliki tunangan.
Peristiwa itu terjadi saat Kirana dipaksa menggantikan posisi anak majikannya dalam sebuah pesta elite yang berujung tragedi. Kirana pun dibuang, dihina, dan dianggap wanita murahan.
Namun, takdir berkata lain. Saat Alvaro mengetahui Kirana mengandung anaknya. Keduanya pun menikah di atas kertas surat perjanjian.
Apa yang akan terjadi kepada Kirana selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 _Pesta Yang Menghancurkan hidup
"Kamu harus menggantikan Rina dipesta itu, Kirana! Kamu tidak kasihan melihat Rina yang sedang sakit? Masa depan Rina dipertaruhkan jika sampai tidak datang ke pesta itu"
Kirana masih menunduk, sesekali melihat Rina yang sedang terbaring di tempat tidur.
"Tapi nyonya, saya takut. Saya tidak pernah pergi kepesta. Saya takut akan membuat kesalahan" Kata Kirana ragu.
“Hanya berdiri sebentar, makan, lalu pulang,” kata nyonya besar dengan nada tak ingin repot.
Tak ada pilihan lain, Kirana hanya bisa mengangguk tanpa membantah.
Rina, semula yang diundang ke pesta ulang tahun seorang anak konglomerat ternama, tetapi tiba-tiba ia jatuh sakit. Undangan itu tak bisa dibatalkan karena membawa nama perusahaan tempat Rina magang. Dan atas desakan majikan pemilik rumah, Kirana diminta menggantikan Rina, anak majikannya.
...----------------...
Mobil mewah yang dikirim keluarga majikannya berhenti di depan hotel bintang lima tempat pesta berlangsung.
Seumur hidup, Kirana belum pernah menginjakkan kaki ke tempat semewah ini. Langkahnya terasa canggung saat berjalan melewati karpet merah.
“Undangan?” tanya satpam elegan di pintu masuk utama.
Dengan gugup, Kirana menyodorkannya. “Atas nama Rina Hartono.” ucapnya.
Pria itu memeriksa sebentar, lalu memberi isyarat hormat. “Silakan masuk, Nona Rina.”
Jantung Kirana berdegup kencang. Nama itu bukan miliknya, tapi ia harus berpura-pura. Demi menjaga nama baik Rina, dan demi sedikit uang tambahan yang dijanjikan jika ia selesai mengikuti pesta tersebut.
Rina nampak canggung. Semua terlihat asing. Pesta itu begitu mewah, penuh lampu kristal dan gemerlap emas.
Musik lembut mengalun. Pria-pria bersetelan jas berdansa bersama wanita-wanita dengan gaun mahal. Kirana berdiri di sudut ruangan, menyentuh gelas jus jeruk yang disediakan, berusaha tidak menarik perhatian.
Namun, justru kehadirannya yang sederhana menarik tatapan sinis dari beberapa tamu.
“Siapa tuh? Gaunnya tua banget ya.”
“Aduh, kayak pembantu nyasar.”
Kirana menunduk malu. Ia tahu dirinya tidak selevel dengan orang-orang di ruangan itu, ia sangat canggung hingga untuk menatap pun ia sangat takut. Tapi ia harus bertahan hingga pesta ini selesai.
Tak begitu lama, suara riuh mendadak sunyi. Musik berhenti dan semua orang terlihat diam dengan hormat dan nampak tegang.
Kirana merasa bingung. Perasaan penasarannya membuat ia menatap kearah yang ditatap semua orang.
Pandangannya seketika ikut membeku. Seorang pria tampan, Tinggi, tegap, dan mengenakan jas hitam elegan yang dikawal oleh banyak pengawal berjalan masuk ke ruang pesta. Tatapannya tajam seperti elang, dan wajahnya terlihat asing sekaligus mengintimidasi. Pria itu mengangkat alis tipisnya, melewati Kirana, menatap nya tanpa senyum.
"Siapa dia?" gumam Kirana. Terpana sekaligus tegang, karena untuk pertama kalinya ia bertemu langsung dengan pria setapan itu di dunia nyata.
"Itu Alvaro. Pemilik pesta ini sekaligus orang yang sangat berpengaruh di kota ini" seorang pria tiba-tiba menjawab dan berada disebelahnya.
Alex, itulah namanya. ia menyodorkan minuman kepada Kirana. Sesekali Matanya menatap Kirana sangat liar. Walaupun Kirana berpenampilan begitu sederhana, namun tak ada yang dapat menandingi kecantikan Kirana di pesta itu.
"Mau minum?" Tanya Alex ramah menawarkan minuman ditangannya.
Kirana sangat canggung, "Terimakasih, saya sudah minum" Jawab Kirana, menolak dengan sopan.
"Jangan malu-malu. Ini adalah minuman terbaik di pesta ini. Kalau jus jeruk mah itu sudah biasa. Sekarang, kamu cobain minuman ini, enak, kamu pasti ketagihan jika meminumnya" Ujar Alex lagi agak memaksa.
Kirana mengambil minuman itu dengan ragu. Sedangkan Alex tersenyum penuh arti, menatap Kirana yang sedang meminum air yang dia berikan.
Kirana meneguknya. Rasanya manis dan agak pahit di ujung lidah, tapi ia tidak berpikir macam-macam. Dalam beberapa menit, kepalanya terasa berat. Pikirannya pun mulai kabur.
“Kenapa... kenapa ruangan ini... berputar?” bisiknya pelan, tubuhnya limbung.
Alex mendekat dengan senyum licik.
“Ternyata dosisnya bekerja cepat.” Tangannya menyentuh bahu Kirana yang mulai melemah.
Kirana mencoba berdiri, tapi lututnya goyah. “Apa... yang kau masukkan ke dalam minuman itu?”
“Sedikit bantuan agar kau rileks,” gumam Alex sambil mendekat, wajahnya menjijikkan saat memandang Kirana.
“Aku merasa... ada yang salah dengan minuman...”
Kirana pun mulai merasa kepalanya berputar. Tenggorokannya kering. Napasnya sesak.
“Apa... ini...?” bisiknya. Ia mulai gelisah dan tubuhnya terasa panas.
Melihat obat sudah bereaksi, Alex buru-buru membawa Kirana keluar dari pesta, membawanya ke kamar hotel dan meletakan tubuhnya disana.
"Malam ini, kau akan menjadi milikku. Akan ku buat kau menjerit puas malam ini sayang....." Ucap Alex, segera melepas pakaiannya, tak sabar ingin melahap tubuh Kirana yang sudah seperti cacing kepanasan di atas ranjang.
Kirana panik. Nafasnya memburu. Tangannya gemetar saat ia mencoba mendorong tubuh Alex yang mulai menindihnya.
Kirana yang masih memiliki kesadaran, tak ingin di nodai.
“Jangan sentuh aku!” Kirana berteriak, suaranya parau.
Tapi tubuhnya terasa berat, pikirannya melayang, dan dunia mulai buram. Obat itu membuatnya lemah, tapi tidak melumpuhkan kesadarannya sepenuhnya.
“Aku hanya ingin kau sedikit... lebih menurut, karena aku menginginkan tubuhmu” bisik Alex di telinganya, tangannya mencoba membuka resleting gaun Kirana.
Air mata Kirana mulai jatuh. Ia berusaha meraih benda apapun yang bisa digunakan untuk melawan. Disaat genting, Tangannya meraba meja kecil di samping sofa.
Dan—Cling!—ia meraih vas kaca kecil.
Dengan kekuatan terakhirnya, Kirana mengayunkannya ke kepala Alex.
Bugh!
Alex mengerang kesakitan, terhuyung ke belakang. Kepalanya berdarah hingga dia merasa hampir pingsan. Kirana segera bangkit—tertatih, tapi penuh keberanian. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Ia mendorong tubuhnya ke arah pintu.
“Dasar bajingan!” teriaknya, membuka pintu dan berlari keluar tanpa melihat ke belakang.
Lorong hotel terasa seperti labirin, tapi ia terus berlari. Napasnya berat, tubuhnya berkeringat, tapi jiwanya hanya ingin satu: bebas dari manusia bajingan itu.
"Hei....jangan kabur!" Alex beserta anak buahnya menyusul di belakang.
Kirana berlari secepat yang ia mampu. Keadaan begitu mendesaknya. Nafasnya memburu, dan jantung seakan berdegup sangat kencang hingga ia tak bisa mengatur nafasnya.
Matanya liar mencari tempat berlindung. Di ujung lorong lantai tujuh, ia melihat sebuah pintu kamar yang terbuka sedikit. Tanpa pikir panjang, Kirana masuk ke dalamnya dan segera menguncinya dari dalam. Jantungnya berdetak kencang, tubuhnya masih berkeringat dingin.
Beberapa saat. Alex dan beberapa rombongannya terdengar melewati kamar tersebut tanpa menyadari keberadaan Kirana di dalamnya.
Didalam hati, Kirana merasa lega. Ia pun menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya penuh kebebasan. Namun.......
Seseorang tiba-tiba mendekap tubuhnya. Memeluknya penuh kehangatan. Kirana terkejut. Sebuah ciuman mendarat di bibirnya tak terbantahkan. Kirana diam namun tak menolak ciuman itu.
Hasrat yang memuncak akibat pengaruh obat perangsang yang diberikan Alex, membuat Kirana tak bisa menahan diri untuk tidak menuntaskannya.
Ruangan dengan cahaya remang-remang, serta aroma parfum maskulin menyelimuti udara saat pria itu mendekapnya. Kirana serasa terhanyut dalam buaian hasrat yang menggelora.
Ia tidak menyadari bahwa kamar itu bukan kosong, dan penghuninya sedang dalam kondisi kacau akibat pengaruh obat yang serupa—Alvaro. Itulah namanya.
Dan dalam kabut kesadaran yang terganggu, mereka saling mendekap. Bukan karena nafsu, tapi karena keputusasaan. Karena kesendirian. Karena tubuh dan emosi mereka yang sama-sama tidak stabil.
Sentuhan yang dimulai dari pelukan—untuk mencari rasa aman—perlahan berubah menjadi pelampiasan tanpa logika. Mereka hanyut dalam malam yang tak bertuan, tanpa tahu siapa yang ada di depan mereka. Tak ada nama. Tak ada identitas. Hanya dua jiwa yang rusak, saling menyatu dalam gelap. Dan malam itu, menjadi awal kehidupan baru bagi Kirana.
.
.
.
Bersambung.