NovelToon NovelToon
Miracle Of Love

Miracle Of Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Romansa Fantasi
Popularitas:388
Nilai: 5
Nama Author: Yulynn

Cerita tentang Dewa dan Dewi Cinta yang awalnya saling mencintai. Mereka bertugas di alam manusia untuk menolong dan meringankan penduduk di bawah bukit cinta. Tetapi semuanya musna ketika Dewi Cinta jatuh cinta kepada manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulynn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 14

Carissa masih merasa seperti berada dalam mimpi. Pria yang berjalan gagah di sampingnya benar-benar adalah sosok yang selama ini ia pikirkan dan idam-idamkan. Apakah benar kalau afirmasi itu memang benar adanya? Sejak kejadian di pesawat, ia selalu membayangkan sosok Richard Henry, menggambarnya dengan detail di dalam otaknya. Dan kini, gambaran itu seolah meluncur keluar dari benaknya dan menjelma menjadi sosok nyata dalam wujud empat dimensi yang menakjubkan.

“Jadi, apa yang kamu ketahui tentang golf?” sosok empat dimensi itu tiba-tiba berbicara, memecah keheningan. Richard sengaja memperlambat langkahnya agar bisa berjalan sejajar dengan Carissa, memberikan kesempatan baginya untuk menjawab.

Pertanyaan yang meluncur mendadak itu terasa seperti petir yang menyambar Carissa, membuatnya tersentak kaget. Jantungnya langsung memompa darah dengan kecepatan maksimal, membuat ia mendengar suara dentuman aneh di dadanya. Ia sampai lupa bagaimana cara menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh pria di sebelahnya.

“Kalau kamu belum tahu banyak tentang golf, untuk sementara ini kamu hanya perlu mengikutiku dan mengamati apa yang aku lakukan. Tapi setidaknya, aku ingin kamu menghapal dengan cepat jenis-jenis dari tongkat golf,” lanjut Richard, karena tidak mendapatkan jawaban dari gadis yang berjalan membisu di sampingnya.

“Oh… Eh… iya… Untuk jenis-jenis tongkat golf, aku sudah menghapalnya kok. Dan aku juga sudah tahu tugas dari seorang caddy itu apa saja. Yang pertama, tentu saja aku yang akan membawa tas golfnya dan mengikutimu selama di lapangan. Lalu, caddy juga harus mengerti tentang kondisi lapangan, yaitu jarak, kondisi rumput, dan rintangan yang ada. Ehm… terus, caddy juga perlu menguasai kecepatan dan arah angin, kemiringan tanah, lalu memberikan strategi yang tepat dalam permainan. Terus… ehm…” Carissa mendadak tersadar dan menjawab dengan nada panik, berusaha menunjukkan bahwa ia memiliki pengetahuan tentang golf.

“Cukup… cukup,” Richard Henry tertawa renyah, membuat Carissa terpesona. “Untuk teori, tampaknya kamu sudah lulus dengan nilai yang memuaskan. Tapi untuk praktik di lapangan, kamu harus belajar dari awal,” lanjutnya.

Carissa kembali terpesona mendengar tawa renyah dari pria idamannya. Ia tidak mau melewatkan momen berharga itu dengan tidak berhenti menatap wajah Richard Henry yang sedang tertawa. Ia berusaha merekam setiap detailnya dengan resolusi paling tinggi ke dalam otaknya, agar bisa ia putar kembali di saat ia merindukannya.

“Iya, aku akan belajar dengan sungguh-sungguh,” jawab Carissa dengan nada mantap, meskipun hatinya sedang meleleh sempurna karena pesona Richard.

Sosok Richard Henry yang berada di lapangan golf sangat berbeda dengan sosoknya saat di lounge. Matanya berbinar-binar penuh semangat dan fokus, seolah tidak ada hal lain yang lebih penting daripada golf. Pertama-tama, ia mengajari Carissa bagaimana cara membaca arah angin melalui pergerakan daun-daun di pepohonan, arah bendera di green, dan gerakan ilalang yang tumbuh tinggi di sekitar lapangan. Ia menjelaskan tentang istilah headwind (angin berlawanan), tailwind (angin searah), dan crosswind (angin silang). Carissa mencatat dengan teliti setiap penjelasan Richard dalam buku catatan kecil yang memang sengaja ia siapkan.

“Kira-kira itu saja yang penting dan harus kamu pelajari untuk sementara ini,” ucap Richard seraya menoleh ke arah Carissa yang sedang jongkok, menggunakan lututnya sebagai alas untuk menulis di buku catatannya. “Kalau ada yang belum kamu pahami, jangan ragu untuk bertanya padaku,” tambahnya dengan nada lembut.

“Ada,” ujar Carissa sambil mendongak menatap Richard. Matanya langsung bertemu dengan mata Richard, dan sekujur tubuh Carissa terasa seperti tersengat listrik oleh sorot mata tajam Richard.

“Apa itu?” tanya Richard dengan sabar, siap untuk menjawab segala pertanyaan yang mungkin akan dilontarkan oleh Carissa.

“Eh… Ohh… Apa ya tadi?” Carissa berdiri dengan canggung dan memandang sekeliling, berusaha mengingat apa yang ingin ia tanyakan. Ia merasa salah tingkah dengan kelakuannya sendiri yang tampak bodoh.

Pria di sebelahnya tertawa renyah, namun tetap sabar menunggu Carissa mengingat kembali pertanyaan apa yang akan dilontarkannya.

“Oh, iya! Lihat di sana, banyak pemain golf yang menyewa caddy yang sudah profesional dan berpengalaman. Tetapi mengapa kamu malah merekrut aku yang tidak punya pengalaman sama sekali?” tanya Carissa sambil menunjuk ke arah kumpulan caddy-caddy berseragam rapi dengan tas golf di samping mereka.

“Karena aku hanya ingin mendengar analisis dari satu caddy yang kulatih sendiri,” jawab Richard dengan nada mantap dan penuh keyakinan. “Jika kamu serius dan tertarik dengan pekerjaan ini, kita akan menandatangani kontrak kerja sama sebagai partner di lapangan. Aku akan memberimu gaji yang memuaskan,” tambahnya, membuat Carissa terkejut.

Kontrak… Kerja tetap… Dua kata yang selama ini tabu bagi Carissa. Ia paling tidak suka bekerja secara terikat karena ia mudah merasa bosan. Namun, lain cerita kalau itu adalah kontrak kerja sama dengan Richard Henry. Ia rela terikat dengannya selamanya. Jantungnya berdegup kencang, perasaan bangga dan bahagia menyelimuti hatinya dengan hangat.

“Oke! Aku akan berusaha sebaik mungkin,” jawab Carissa dengan nada lugas dan penuh semangat. Matanya berbinar-binar di bawah sinar matahari yang terik, dan ia tidak lupa memamerkan senyum percaya dirinya yang menawan.

Pria itu seperti tertular dengan senyuman Carissa. Ia ikut-ikutan memamerkan deretan giginya yang rapi, membalas senyuman Carissa dengan senyuman yang tak kalah menawan."

***

Dari balik lensa kamera yang besar, Sarah terus mengamati setiap gerak-gerik Henry dan Carissa di lapangan golf. Ia menyewa kamera khusus untuk pengunjung VVIP agar bisa mendapatkan gambar yang lebih jelas dan detail. Ia merasa seperti seorang stalker profesional yang sedang menjalankan misinya. Namun, keasyikannya dalam mengamati dan merekam momen-momen kebersamaan Henry dan Carissa terganggu oleh suara melengking yang memanggil namanya dengan nada kesal.

“Sarah! Dari tadi Mami nyariin kamu, ternyata kamu ngumpet di sini!” seru Maminya dengan suara yang keras, membuat beberapa pengunjung yang sedang bersantai di dekat mereka menoleh dengan tatapan terganggu.

“Mami, bisa nggak sih, nggak usah teriak-teriak kayak gitu? Aku kan nggak budek!” protes Sarah dengan nada kesal, berusaha meredam emosinya.

“Maksud kamu apa sih? Mami kan cuma manggil kamu,” jawab Maminya dengan nada bingung.

“Mami itu loh, manggilnya kayak orang lagi marah. Nggak enak tau didengerin orang,” jelas Sarah sambil memutar bola matanya dengan malas.

“Ya, siapa suruh kamu kabur-kaburan kayak gini? Mami kan jadi nggak enak sama Tante Olive,” ujar Maminya dengan nada menyalahkan.

“Ya, abisnya aku nggak nyaman sama obrolan kalian,” elak Sarah sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Mami Sarah mengikuti arah pandang Sarah dan menyadari bahwa anak gadisnya sedari tadi mengawasi Carissa dan Richard di lapangan golf. Ia pun mendekat ke arah Sarah dan merangkulnya dengan lembut. “Mami janji, Mami sendiri yang bakal ngomong ke Carissa soal perjodohan kamu sama Richard,” bisik Maminya sambil menepuk bahu Sarah dengan lembut. Namun, sentuhan itu justru membuat tubuh Sarah menegang. “Biar Carissa bisa jaga jarak dari Richard dan nggak ganggu rencana perjodohan kalian,” lanjut Maminya, membuat Sarah semakin marah dan frustrasi.

Amarah Sarah memuncak. Ia menepis tangan Maminya dengan kasar dan mundur beberapa langkah, menjauhi wanita yang telah melahirkannya itu. “Aku nggak mau dijodohin sama siapa pun! Titik!” teriak Sarah dengan nada membentak, membuat Maminya terkejut dan ketakutan.

“Sarah, jangan ngomong gitu dong,” ujar Mami Sarah dengan nada memohon. Wajahnya pucat pasi, dan air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia tidak menyangka bahwa Sarah akan bereaksi separah ini.

“Mami mau aku bener-bener pergi dari rumah ini dan nggak pernah balik lagi?” ancam Sarah dengan nada yang lebih tenang, namun menusuk. Ia sendiri pun terkejut dengan kata-kata yang baru saja ia ucapkan. Ia tidak menyangka bahwa ia bisa mengatakan hal sekejam itu kepada Maminya.

“Sarah, jangan ngomong gitu dong. Mami sayang banget sama kamu,” ujar Maminya dengan nada lirih. Air matanya mulai menetes membasahi pipinya.

“Kalau Mami sayang sama aku, tolong batalkan perjodohan ini. Aku mohon sama Mami,” pinta Sarah dengan nada memohon. Ia merasa bersalah karena telah membuat Maminya menangis.

“Oke, Mami janji. Mami bakal bicara sama Daddy dan Tante Olive buat batalin perjodohan ini,” jawab Mami Sarah dengan nada pasrah. Ia mengulurkan kedua tangannya dan meraih tangan Sarah, mencoba untuk berbaikan.

“Maafin aku ya, Mi. Aku tadi udah ngomong kasar sama Mami,” ujar Sarah dengan nada menyesal. Ia memeluk Maminya erat-erat, mencium pipinya, dan meminta maaf atas semua perkataannya yang telah menyakiti hati Maminya."

Sarah bisa menjadi begitu emosi karena ia sangat ingin melihat Carissa menjalin hubungan yang baik dengan Richard. Sangat langka bagi sahabat satu-satunya itu untuk akhirnya menemukan seseorang yang selama ini ia idam-idamkan. Dan secara ajaib, sosok itu benar-benar muncul di hadapan mereka. Tentu saja, Sarah turut merasa senang dan bersemangat. Sialnya, laki-laki itu malah adalah orang yang akan dijodohkan dengannya. Laki-laki bagi Sarah hanyalah sebagai pengisi waktu luang dan kegabutannya. Ia tidak bisa serius berurusan dengan laki-laki. Beda dengan Carissa yang memang ingin memiliki sebuah hubungan yang serius dan langgeng, satu untuk selamanya. Sarah merasa memiliki tanggung jawab untuk mengawal hubungan mereka sampai ke jenjang yang lebih serius. Diam-diam, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk melakukan yang terbaik demi kebahagiaan Carissa.

Sambil menunggu Carissa, Sarah duduk di sofa dan memindahkan hasil jepretan fotonya ke galeri handphone-nya. Ia tersenyum-senyum sendiri melihat tingkah sahabatnya yang lugu dan polos. Memakai pakaian seperti itu di lapangan golf, dan ia terpaksa hanya memakai kaus kaki karena di lapangan tidak diperbolehkan memakai sepatu hak yang bisa merusak rumput.

Ketika sedang asyik-asyiknya scrolling galeri, handphone-nya bergetar, menandakan ada panggilan masuk dari Carissa.

“Rah, kamu udah pulang?” tanya Carissa dengan nada khawatir.

“Belum, lagi nungguin kamu lah,” jawab Sarah dengan nada santai.

“Dia ngajak lunch bareng nih. Kamu ikut ya, Rah,” ucap Carissa dengan suara pelan, nyaris berbisik. “Plissss,” pintanya dengan nada memohon.

“Dia itu siapa? Jangan-jangan lelaki halu yang comes true itu?” goda Sarah dengan nada menggoda.

“Aduh, Rah… Pliss, aku tegang banget dari tadi. Ikut ya, Rah… Plissss,” bujuk Carissa dengan nada memelas.

Walaupun tidak melihat wujud Carissa, Sarah bisa membayangkan kalau saat ini sahabatnya itu sedang menghentak-hentakkan kakinya dengan panik dan menggigit bibir bawahnya.

“Beres, Bos! Si obat nyamuk ini segera meluncur ke TKP,” jawab Sarah dengan nada bersemangat.

1
suhardi wu
ceritanya menarik, gaya bahasanya mudah dimengerti. mantap lah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!