Aleena terpaksa harus menolak perjodohan karena dirinya sama sekali tidak menyukai laki-laki pilihan orang tuanya, justru malah tertarik dengan sekretaris Ayahnya.
Berbagai konflik harus dijalaninya karena sama sekali tidak mendapatkan restu dari orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 1#Awal cerita
Di ruang keluarga, Aleena tampak kecewa setelah mendengar keputusan dari orang tuanya, terutama ayahnya.
"Pa, Aleena mohon, jangan jodohkan Aleena sama Veriando, Aleena tidak cinta, Pa!"
"Tidak! Aleena. Kamu akan tetap menikah dengan Veriando, tidak ada alasan apapun buatmu menolak." Kata Tuan Arvian dengan tegas.
Aleena yang tidak mendapat pengertian dari ayahnya, pun mendekati ibunya agar bisa mendapat pembelaan.
"Ma, Mama mau 'kan bantuin Aleena buat-"
"Cukup! Aleena. Seharusnya kamu itu bersyukur menikah dengan Veriando, lelaki dari keluarga yang terhormat." Sambung Ayahnya yang langsung menyambar ucapan putrinya yang tengah memohon sama ibunya.
"Maafkan Mama, sayang. Mama tidak bisa berbuat apa-apa, karena hari pernikahan mu sudah ditentukan. Juga, kamu sudah selesai kuliahnya. Mama hanya bisa do'akan yang terbaik buat kamu, dan semoga suami pilihan Papa tidak salah untukmu."
Kemudian, Ibunya memeluk putrinya untuk memberi semangat, dan agar tidak larut dalam kesedihan. Setelah itu, pelukannya pun di lepas, dan menetap wajah putrinya sambil menyelipkan rambutnya yang tergerai.
"Percayalah sama Mama, Papa tidak mungkin mau menyengsarakan putrinya sendiri. Yang pastinya, Papa sudah memikirkan matang-matang memilih calon suami buat kamu. Jadi, kamu jangan berprasangka buruk terhadap Papa, ya."
"Tapi, Ma.. Papa serasa tidak adil sama Aleena. Kalau tau gini, mendingan Aleena tidak pulang kalau gitu. Mending juga di luar negri, nyari suami bule sekalian."
"Hus! jangan bicara seperti itu. Oh iya, hari ini kamu masih bisa jalan-jalan, nanti sekretaris Papa yang nganterin kemana aja yang kamu inginkan. Hitung-hitung menyenangkan mu sebelum menikah."
"Terserah Mama sama Papa aja, Aleena mau ke kamar, mau mandi dulu."
Kemudian, Aleena segera ke kamarnya. Sedangkan kedua orang tuanya pun tersenyum lega karena putrinya tidak ada penolakan setelah beberapa waktu untuk meyakinkannya.
"Akhirnya putri kita menikah juga ya, Ma. Papa benar-benar merasa lega karena kita tidak lagi cemas dengan jodoh Aleena."
"Mama hanya bisa mendoakan yang terbaik buat putri kita, Pa. Semoga suaminya nanti benar-benar tulus menikahinya, dan mendapatkan kebahagiaan sesuai yang kita harapkan."
"Ya, Ma, semoga doa kita dikabulkan. Ya udah ya, Ma, Papa mau siap-siap berangkat ke Kantor. Nanti kalau Devan datang, bilangin, gak ada jadwal jemput Papa, tapi jadi supirnya Aleena seharian, ya."
"Iya, Pa," jawab Nyonya Meli.
Karena tidak ingin terlambat ke kantor, Tuan Arvian segera bersiap-siap. Sedangkan Nyonya Meli tidak lupa untuk menyiapkan bawaan yang akan dibawa suaminya.
Aleena yang baru aja masuk kekamar mandi, buru-buru karena sudah merasa bosan didalam rumah, dan ingin menikmati jalan-jalan kemana yang ia mau.
Selesai mandi, Aleena buru-buru mengenakan pakaiannya. Hanya berpakaian sederhana, Aleena tidak butuh penampilan yang terlihat wah. Sedangkan Tuan Arvian sudah berangkat ke kantor saat putrinya sedang mandi.
Suara mobil yang baru saja berhenti, rupanya tengah mengagetkan Aleena yang sengaja berada di balkon.
"Itu beneran sekretarisnya Papa? yang bener aja, keren banget ternyata." Gumamnya saat mengamati dari lantai atas.
Bahkan, Aleena tidak sadar kalau pintunya diketuk ketuk oleh asisten rumah, yakni Mbak Dila.
"Permisi, Nona, Sekretaris Devan sudah menunggu di depan rumah."
Aleena sendiri tidak menyahut sama sekali, lantaran dirinya tengah fokus memperhatikan sekretaris Devan yang tengah mondar-mandir menunggu anak Bosnya.
Karena pintu tidak dikunci, akhirnya Mbak Dila masuk ke kamar. Sudah mendapat izin sama pemilik kamar untuk masuk ketika ada sesuatu yang mendesak, Mbak Dila segera masuk dan memanggilnya.
"Permisi, Nona, Sekretaris Devan sudah menunggu Nona dari tadi."
"Mbak Dila, sini cepetan."
Bukannya menjawab, Aleena justru memanggilnya.
"Ada apa, Nona?"
"Itu beneran sekretarisnya Papa?"
Mbak Dila pun ikutan melongok kebawah.
"Iya, Nona, namanya Devan, sekretaris Tuan Arvian, juga orang kepercayaannya Tuan."
Aleena justru membayangkan sesuatu, entah apa yang ada didalam pikirannya.
"Maaf, Nona, Sekretaris Devan sudah menunggu Nona dari tadi."
"Mbak, udah kelihatan cantik belum akunya. Bajunya kelihatan norak gak, nanti biar aku ganti baju lagi."
Mbak Dila cuma geleng-geleng kepala sambil bengong.
"Enggak perlu, Nona. Jugaan Nona sudah cantik, cuma perginya bukan sama calon suaminya Nona, tapi sama sekretaris Devan."
"Memangnya apa bedanya, calon suami sama sekretaris Devan. Tapi beneran kan, penampilan aku gak norak."
"Tidak, Nona, Nona sudah cantik kok, malah cantik banget." Puji Mbak Dila yang tidak ingin nambah masalah, pikirnya.
'Ada angin apa lagi, sampai-sampai Nona Aleena jadi aneh gini. Tadi sedih, ini malah kek dapat hoki. Aaah! serahlah. Nona 'kan emang berubah ubah.' Batin Mbak Dila sambil jalan sambil garuk-garuk tengkuk lehernya yang tidak gatel karena merasa aneh dengan anak majikannya.
Aleena sendiri buru-buru keluar, sampai-sampai lupa berpamitan sama ibunya.
"Aleena," panggil ibunya yang tengah menyusul putrinya yang sudah keluar rumah.
Aleena begitu terpukau saat keluar dan melihat sosok Devan yang tengah berdiri tegak di dekat mobil.
"Aleena,"
Aleena tidak menanggapi panggilan dari ibunya, ia justru mendekati Devan sambil senyum sumringah.
"Kenalin, aku Aleena, putri semata wayang, bukan sih, punya Kakak laki-laki. Oh iya, kamu sekretaris Devan, 'kan?"
"Iya, Nona, saya Devan, sekretarisnya Tuan Arvian."
"Ekhem!"
Aleena langsung menoleh ke samping.
"Mama, ngagetin aja deh."
"Nak Devan, maaf ya, sudah merepotkan kamu. Hari ini jadwal kamu bukan menjemput Tuan Arvian, melainkan nganter Aleena jalan-jalan ke mana aja yang dia mau. Tolong jaga Aleena dan awasi ya, jangan sampai dianya ceroboh, soalnya hari pernikahannya sudah dekat. Kami percayakan semuanya sama kamu, jaga Aleena baik-baik," ucap Nyonya Meli berpesan sebelum putrinya pergi jalan-jalan.
"Baik, Nyonya. Tuan Arvian juga sudah menghubungi saya barusan, saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga putri Nyonya dengan baik. Berangkat dengan selamat, pulang juga dengan selamat."
"Sudah lah, jangan banyak basabasi, entar gagal lagi jalan-jalannya. Ya udah ya, Ma, Aleena berangkat dulu, byebye Mama,"
"Hati-hati dijalan," jawab ibunya, Aleena pun segera masuk ke mobil.
"Silakan masuk, Nona," ucap sekretaris Devan saat mempersilakan masuk ketika pintu mobil dibuka.
Bukannya segera masuk, justru menatap serius pada Devan.
"Nona, silakan masuk."
Aleena justru tersenyum saat Devan mempersilakan masuk, dan tidak disangka pintunya ditutup.
"Aku mau duduk di depan, soalnya gak nyaman kalau duduk dibelakang."
"Aleena, kamu sudah mau menikah, jaga sikap kamu."
"Ya deh, iya," jawabnya mendadak menunjukkan muka masamnya. Kemudian, dengan terpaksa si Aleena duduk dibelakang.
Nyonya Meli cuma mengelus dadanya saat menghadapi sikap putrinya.
'Semoga sama suaminya nanti tidak bersikap kekanak-kanakan, atau bersikap kasar. Kalau sampai suaminya tidak bisa mengerti dengan karakter Aleena, entah lah, cuma bisa pasrah.' Batin Nyonya Meli penuh kekhawatiran