THE MASK OF SILENCE

THE MASK OF SILENCE

Bab 1: Hujan dan Bayang-Bayang Keadilan

Hujan mengguyur kota dengan derasnya, membasahi jalanan yang memantulkan kilau lampu neon. Bangunan-bangunan megah berdiri kokoh, menantang langit kelabu, sementara di sudut-sudut gelapnya, kehidupan manusia yang tersisih berjuang dalam keputusasaan yang tak berkesudahan.

Kota ini adalah ladang para dewa palsu—pejabat korup, pengusaha rakus, dan orang-orang kaya yang menganggap diri mereka berada di atas segalanya. Tapi mereka salah. Mereka semua hanyalah boneka yang menari di atas benang-benang keserakahan.

Malam ini, benang-benang itu akan putus. Malam ini, dia akan berburu.

Di dalam sebuah ruangan gelap di lantai paling atas sebuah gedung terlantar, seorang pria duduk di depan layar komputer. Cahaya monitor yang dingin menerangi wajahnya yang tirus, menampakkan mata tajam yang menatap data-data berserakan.

Rekening bank rahasia, bukti transaksi haram, daftar nama mereka yang berlumuran dosa—semua itu adalah peta harta karun yang menjijikkan, dan dia tahu persis di mana harus menggali.

Jari-jarinya bergerak cepat di atas keyboard, menari-nari bagaikan pemain piano yang gila. Dia meretas sistem keamanan yang konon tak tertembus, menyebarkan kebenaran ke dalam jaringan layaknya virus yang mematikan. Biarkan mereka melihat, biarkan mereka panik.

Biarkan mereka melihat bayangan kematian yang kini mengikuti langkah kaki mereka. Dan ketika mereka ketakutan, dia akan datang.

Mereka menyebutnya monster, iblis, hantu yang memburu para penguasa. Tapi dia bukan itu semua. Dia adalah keadilan yang tidak bisa dibeli, algojo bagi mereka yang mengira diri mereka abadi. Tidak ada pengampunan, tidak ada negosiasi. Hanya ada satu hukum yang berlaku baginya: darah akan mengalir. Malam ini, dan seterusnya.

Di balik kehidupan malam yang kelam, yang diselimuti oleh cahaya kota modern tahun 3200 M, Noir hanyalah seorang pria biasa yang baru dewasa, berusia 23 tahun. Ia menjalani hidupnya sebagai karyawan rendahan di sebuah perusahaan besar.

Setiap hari, ia bangun pagi dengan tubuh terasa remuk, pergi bekerja bagaikan zombie yang digerakkan oleh rutinitas, lalu pulang larut malam dengan tubuh lelah dan pikiran kosong. Rutinitas itu berulang tanpa akhir, seakan hidupnya hanyalah roda yang terus berputar tanpa tujuan.

Namun di balik wajahnya yang tenang dan matanya yang sepekat malam, Noir menyimpan luka yang tak terhapuskan. Seumur hidupnya, ia hanya merasakan kesakitan—diperalat, dihina, diinjak-injak oleh mereka yang memiliki kekuasaan dan harta. Dunia ini tidak pernah memberinya kesempatan untuk bernapas. Ia hanya catur di papan permainan mereka.

Hujan rintik-rintik jatuh di atap rumah kecilnya, mengalun seperti bisikan lirih kenangan yang enggan pergi. Di dalamnya, Noir duduk diam di kursi reyot, tangannya menggenggam secarik foto usang. Kesunyian dan bayang-bayang masa lalu kini menjadi satu-satunya teman yang setia.

Ia pernah mencintai, mencintai dengan segenap hidupnya. Ia pernah menanam harapan dalam setiap langkahnya. Namun, harapan itu terkubur bersama jejak kaki sang istri yang memilih pergi. Katanya, cinta butuh lebih dari sekadar janji dan ketulusan. Katanya, cinta juga butuh kemewahan.

Noir masih ingat bagaimana wanita itu, yang pernah ia panggil dengan penuh kasih, mengemasi barangnya tanpa ragu. Meninggalkan rumah ini, meninggalkan dirinya, meninggalkan anak mereka yang bahkan belum bisa mengucapkan kata 'ayah' dengan sempurna. "Maaf," hanya itu yang wanita itu katakan, sebelum pergi dalam taksi yang melaju tanpa menoleh ke belakang, tanpa memedulikan hati yang hancur.

Kini Noir sendiri. Bukan benar-benar sendiri, karena ada anaknya yang masih terlelap dalam buaian malam. Namun, sepi yang menyelimuti hatinya terasa lebih menggema daripada suara tangis anaknya. Ia memandangi foto itu sekali lagi, menatap senyuman yang dulu adalah dunianya.

Ia ingin marah, ingin membenci, namun hatinya hanya mendekap luka tanpa dendam. Barangkali, cinta sejati adalah ketika kau tetap mendoakan seseorang yang telah meninggalkanmu.

Bahkan di tempat kerja pun Noir tak menemukan kedamaian. Setiap hari, ia hanya menjadi sasaran ejekan dan hinaan. Atasannya memandangnya dengan sebelah mata, menuntut lebih tanpa pernah memberi penghargaan. Rekan-rekannya tak berbeda. Mereka adalah serigala-serigala yang menunggu saat yang tepat untuk menerkam.

"Kau masih di sini? Kupikir kau sudah menyerah dan pergi," kata salah satu rekan kerjanya dengan tawa mengejek.

Noir hanya diam. Ia tahu, kemiskinan adalah dosa di mata mereka. Tak ada yang peduli bahwa ia bekerja lebih keras dari siapa pun. Tak ada yang peduli bahwa ia menanggung seorang anak seorang diri. Yang mereka lihat hanya seorang pria gagal, seseorang yang layak diinjak tanpa rasa kasihan.

Tapi Noir tetap bertahan. Bukan karena ia kuat, melainkan karena ia tak punya pilihan lain. Ia bekerja demi anaknya, demi memastikan ada makanan di meja kecil mereka, demi memastikan bahwa setidaknya ada secercah harapan, sekecil apa pun itu.

Ia menghadapi layar monitor dengan mata yang lelah. Setumpuk berkas tergeletak di mejanya, menunggu untuk diselesaikan. Kantor sudah hampir sepi, hanya tersisa suara dentingan keyboard dan dengungan lampu neon yang samar. Atasannya baru saja datang, melemparkan dokumen tambahan ke mejanya tanpa peduli apakah Noir masih sanggup atau tidak.

"Lembur lagi. Aku ingin semua ini selesai besok pagi. Jangan pulang sebelum beres," suara dingin itu menusuk seperti pisau tumpul yang menggores daging.

Tak ada tawaran, tak ada pertimbangan. Hanya perintah. Noir ingin membantah. Namun, ia tahu kata-katanya hanya akan berakhir menjadi bahan ejekan. Seperti sebelumnya. Seperti setiap kali ia mencoba membela dirinya sendiri.

Rekan-rekannya sudah pulang sejak tadi, meninggalkannya seorang diri di ruangan yang terasa semakin dingin. Beberapa dari mereka bahkan sempat tertawa sebelum pergi, melontarkan kalimat yang menyayat tanpa mereka sadari.

"Dasar pecundang, kau kerja mati-matian tapi tetap miskin."

"Mungkin istrimu benar meninggalkanmu."

Noir menggenggam pulpen di tangannya, berusaha menahan gemuruh di dadanya. Ia menarik napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Ia tak boleh jatuh. Belum. Masih ada satu nyawa yang bergantung padanya, satu nyawa yang harus ia lindungi dari kejamnya kota ini.

Episodes
1 Bab 1: Hujan dan Bayang-Bayang Keadilan
2 Bab 2: Kehancuran yang Abadi
3 Bab 3: Bekas Luka yang Tak Terlihat
4 Bab 4: Saat Keadilan Menjadi Iblis
5 Bab 5: Kebangkitan yang Kejam
6 Bab 6: Kematian dan Kehampaan
7 Bab 7: Awal yang Tragis
8 Bab 8: Bayang-Bayang yang Mengisi Kekosongan
9 Bab 9: Sebutir Harapan di Tengah Sampah
10 Bab 10: Kebencian di Bawah Hujan
11 Bab 11: Bertahan Hidup dalam Kebencian
12 BAB 12: Sebuah Kisah Usang di Tangan yang Luka
13 Bab 13: Jalan Baru Menuju Kebebasan
14 BAB 14: Jerat Kekuasaan dan Percobaan yang Kejam
15 Bab 15: Kebangkitan Sang Iblis
16 BAB 16: Akhir yang Terlupakan
17 BAB 17: Kelaparan dan Kelangsungan Hidup
18 BAB 18: Sungai dan Beri Liar
19 BAB 19: Jamur Beracun dan Sebuah Pelajaran Pahit
20 BAB 20: Bertahan Hidup dalam Hutan
21 BAB 21: Kabut dan Kereta yang Berderak
22 BAB 22: Pasar Budak dan Pembeli Tak Terduga
23 BAB 23: Milik John Vale
24 BAB 24: Kehangatan yang Mematikan
25 BAB 25: Sebuah Celah di Kubus Baja
26 BAB 26: Pilihan Akhir dan Bom Waktu
27 BAB 27: Kedatangan Liora
28 BAB 28: Harapan dan Kehancuran
29 BAB 29: Perjalanan ke Neraka
30 BAB 30: Dua Jiwa yang Retak dan Kesepian yang Mendalam
31 BAB 31: Panggilan dari Dalam Jurang
32 BAB 32: Kedatangan Sang Pangeran
33 BAB 33: Tambang Merah dan Bara Dendam
34 BAB 34: Perut Dunia yang Dilupakan
35 BAB 35: Celah di Perut Bumi
36 BAB 36: Terlupakan dan Terperangkap
37 BAB 37: Cahaya di Dalam Kegelapan
38 BAB 38: Buah Neraka dan Kelahiran Kembali
39 Bab 39: Warisan Sage
40 Bab 40: Malam di Lembah Kematian
41 Bab 41: Perpustakaan dalam Pikiran
42 Bab 42: Bangkitnya Sang Joker
43 Bab 43: Aktor Utama Naik Panggung
44 Bab 44: Pengadilan Bawah Tanah
45 Bab 45: Bidak Pertama Runtuh
46 Bab 46: Racun dan Pengkhianatan
47 Bab 47: Senyum di Balik Bayangan
48 Bab 48: Kebangkitan Raja Hitam
49 Bab 49: Menuju Jantung Neraka
50 Bab 50: Penjaga Pintu Terakhir
51 Bab 51: Medan Pertempuran Pikiran
52 Bab 52: Permainan Pikiran
53 Bab 53: Danau Ilusi
54 Bab 54: Pengkhianatan Terakhir
Episodes

Updated 54 Episodes

1
Bab 1: Hujan dan Bayang-Bayang Keadilan
2
Bab 2: Kehancuran yang Abadi
3
Bab 3: Bekas Luka yang Tak Terlihat
4
Bab 4: Saat Keadilan Menjadi Iblis
5
Bab 5: Kebangkitan yang Kejam
6
Bab 6: Kematian dan Kehampaan
7
Bab 7: Awal yang Tragis
8
Bab 8: Bayang-Bayang yang Mengisi Kekosongan
9
Bab 9: Sebutir Harapan di Tengah Sampah
10
Bab 10: Kebencian di Bawah Hujan
11
Bab 11: Bertahan Hidup dalam Kebencian
12
BAB 12: Sebuah Kisah Usang di Tangan yang Luka
13
Bab 13: Jalan Baru Menuju Kebebasan
14
BAB 14: Jerat Kekuasaan dan Percobaan yang Kejam
15
Bab 15: Kebangkitan Sang Iblis
16
BAB 16: Akhir yang Terlupakan
17
BAB 17: Kelaparan dan Kelangsungan Hidup
18
BAB 18: Sungai dan Beri Liar
19
BAB 19: Jamur Beracun dan Sebuah Pelajaran Pahit
20
BAB 20: Bertahan Hidup dalam Hutan
21
BAB 21: Kabut dan Kereta yang Berderak
22
BAB 22: Pasar Budak dan Pembeli Tak Terduga
23
BAB 23: Milik John Vale
24
BAB 24: Kehangatan yang Mematikan
25
BAB 25: Sebuah Celah di Kubus Baja
26
BAB 26: Pilihan Akhir dan Bom Waktu
27
BAB 27: Kedatangan Liora
28
BAB 28: Harapan dan Kehancuran
29
BAB 29: Perjalanan ke Neraka
30
BAB 30: Dua Jiwa yang Retak dan Kesepian yang Mendalam
31
BAB 31: Panggilan dari Dalam Jurang
32
BAB 32: Kedatangan Sang Pangeran
33
BAB 33: Tambang Merah dan Bara Dendam
34
BAB 34: Perut Dunia yang Dilupakan
35
BAB 35: Celah di Perut Bumi
36
BAB 36: Terlupakan dan Terperangkap
37
BAB 37: Cahaya di Dalam Kegelapan
38
BAB 38: Buah Neraka dan Kelahiran Kembali
39
Bab 39: Warisan Sage
40
Bab 40: Malam di Lembah Kematian
41
Bab 41: Perpustakaan dalam Pikiran
42
Bab 42: Bangkitnya Sang Joker
43
Bab 43: Aktor Utama Naik Panggung
44
Bab 44: Pengadilan Bawah Tanah
45
Bab 45: Bidak Pertama Runtuh
46
Bab 46: Racun dan Pengkhianatan
47
Bab 47: Senyum di Balik Bayangan
48
Bab 48: Kebangkitan Raja Hitam
49
Bab 49: Menuju Jantung Neraka
50
Bab 50: Penjaga Pintu Terakhir
51
Bab 51: Medan Pertempuran Pikiran
52
Bab 52: Permainan Pikiran
53
Bab 53: Danau Ilusi
54
Bab 54: Pengkhianatan Terakhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!