Hati Yang Terlepas Dari Belenggu

Hati Yang Terlepas Dari Belenggu

Arumi

Arumi Maharani, seorang gadis Muslimah yang tumbuh di keluarga patriaki, tidak pernah bisa mengangkat kepalanya. Ia hanya bisa menunduk mengikuti semua pengaturan sang nenek yang tegas terhadapnya sejak kecil.

Abinya, Aji juga selalu bersikap dingin kepadanya. Hanya Uminya, Imamah yang menyayanginya dengan tulus. Sayangnya, Umi Im tidak bisa terus membelanya karena kanker telah menggerogoti tubuhnya.

“Sarapan dulu, Umi.” Kata Arumi yang masuk ke kamar membawa nampan berisi bubur dan segelas air putih.

“Letakkan saja! Umi akan makan sendiri. Kalau kamu tidak cepat, kamu bisa telat.”

“Kalau begitu, Arumi berangkat sekolah dulu ya, Mi. Untuk makan siang, Arumi sudah buatkan ayam kecap.” Umi Im mengangguk dan Arumi mencium punggung tangan uminya dan pergi ke kamar mengambil tas sekolahnya.

Di ruang tamu, ada abinya yang sedang menikmati kopi dan gorengan yang sudah ia siapkan. Dengan menunduk, Arumi mengulurkan tangannya untuk berpamitan. Abi Aji menyambut tangan Arumi dan segera membuang muka setelah Arumi mencium punggung tangannya.

Keluar dari rumah, Arumi mampir ke rumah yang ada di sebelah, dimana sang nenek tinggal. Ia berpamitan kepada sang nenek. Seperti biasa, ia akan mendapatkan wejangan sebelum bisa berangkat ke sekolah.

Isi wejangan selalu sama, yaitu sebagai perempuan tidak boleh terlalu dekat dengan laki-laki, jangan menjalin hubungan dengan perempuan di luar sana yang sudah terlalu liar dimata beliau dan lain-lain.

Arumi tentu mendengarkannya sambil mengikuti perkataan sang nenek di dalam hati karena ia sudah hafal di luar kepala. Setelah selesai, barulah Arumi bisa berangkat ke sekolah dengan tenang.

Dengan menggunakan angkutan umum, Arumi berangkat ke sekolah. Sekitar 25 menit kemudian, angkutan berhenti di depan sekolahnya dan ia turun bersama pelajar lainnya.

“Arumi!” teriak seseorang dari kejauhan.

Arumi menengok ke arah sumber suara dan menemukan Aliya, teman sebangkunya berlari ke arahnya.

“Kamu kesiangan lagi?” tanya Arumi.

“Tidak! Hari ini aku bangun tepat waktu.”

“Lalu kenapa seperti dikejar setan?”

“Ini lebih mengerikan daripada setan!”

“Apa?”

“Ibuku!”

Pluk!

Arumi memukul kepala Aliya dengan buku yang dipegangnya.

“Sungguh! Kamu tahu sendiri ibuku kalau sudah mulai mengomel seperti apa. Pagi ini aku hanya tidak sengaja meletakkan handuk di tempat tidur, ibu mengejarku dengan sapu di tangannya!”

“Makanya, kalau dinasihati itu diperhatikan! Jangan Cuma didengarkan dengan telinga kanan dan dikeluarkan dari telinga kiri!”

“Ya, ya! Kamu sudah terkena virus nenekmu!” Arumi tidak mengelak.

Sedikit banyak, ia menjadi pribadi yang tertutup dan berpikir dewasa lebih awal karena semua aturan dan omelan dari sang nenek yang lebih mengutamakan laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

Selesai kelas, Arumi hanya mampir ke perpustakaan untuk meminjam buku dan pulang ke rumah. Aliya hanya bisa melihat punggung Arumi yang menjauh karena ia tahu betul jika temannya tidak bisa telat pulang ke rumah.

Sampai di rumah, Arumi dikejutkan dengan Umi Im yang dilarikan ke rumah sakit. Menurut pamannya, Taufik uminya mengalami pendarahan saat abinya mengganti pakaiannya.

Arumi yang ingin segera menyusul, dihentikan sang nenek yang mengatakan sebaiknya ia menunggu dengan tenang di rumah dan menyiapkan makan malam. Mau tak mau, Arumi menurut dan melakukan pekerjaan rumahnya seperti biasa.

Sekitar pukul 8 malam, Abi Aji kembali ke rumah dengan raut wajah yang lesu. Arumi segera menyuguhkan kopi untuk abinya dan bertanya mengenai keadaan uminya.

“Umi kamu sepertinya tidak bisa bertahan lama lagi.”

“Maksud Abi, apa? Bukankah hasil kemoterapi yang terakhir bagus?”

“Tapi kondisinya semakin menurun. Dokter juga sudah tidak bisa melakukan apapun kalau tubuh Umimu tidak merespons pengobatan!” Arumi menggelengkan kepalanya.

Ia tidak ingin percaya dengan pendengarannya saat ini. Ia ingin memastikannya sendiri.

“Abi, bolehkah malam ini Arumi yang menjaga Umi di rumah sakit?”

“Lakukan saja! Sekalian kamu bawakan keperluan Umimu.” Arumi mengangguk dan segera masuk ke dalam kamar uminya.

Ia menyiapkan perlengkapan untuk uminya ke dalam tas pakaian dan masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil tasnya.

“Abi, Arumi pinjam motornya.”

“Pakai yang lama, yang baru mau Abi pakai ke undangan rapat desa nanti.”

“Iya, Abi.” Arumi mengambil kunci motor dan segera berpamitan.

Sesampainya di rumah sakit, Arumi tidak bisa menemani uminya karena beliau masih berada di ICU. Menurut keterangan perawat yang berjaga, jika Umi Im bisa melewati malam ini, besok baru bisa di pindahkan ke rawat inap.

Arumi menunggu dengan duduk di kursi yang ada di Lorong dekat ruang ICU uminya. Beruntung ia mengenakan jaket, sehingga ia bisa melewati malam tanpa merasa kedinginan. Dalam setiap nafasnya, Arumi melantunkan dzikir untuk berharap kesembuhan uminya.

Sungguh ia belum siap jika uminya dipanggil lebih dulu oleh Allah.

Alarm tubuh Arumi membangunkannya tepat pukul 3 pagi. Segera ia beranjak dan melihat uminya dari balik pintu kaca. Keadaannya masih sama. Arumi akhirnya berjalan menyusuri Lorong yang gelap untuk sampai di masjid rumah sakit.

Di sana, Arumi mengadukan semua doa dan harapannya kepada Sang Khalik. Ketika ia keluar dari masjid, kata-kata abinya terngiang di kepalanya. Arumi terduduk lemas di teras masjid.

Tidak ia pungkiri jika umur manusia adalah rahasia. Jika benar Allah akan mengambil uminya, mungkin ia harus merelakannya dengan Ikhlas.

“Jika ini adalah jalan yang terbaik agar umi tidak lagi merasakan sakit, aku Ikhlas Ya Allah…” gumam Arumi yang kemudian mengusap air matanya yang sudah menganak Sungai.

Ia mulai mengendalikan suasana hatinya dan segera kembali ke ruang ICU. Sesampainya di sana, ternyata uminya telah dipindahkan ke rawat inap karena kondisinya sudah membaik.

“Umi…” panggil Arumi yang segera menghambur ke arah uminya.

“Dari sholat?” Arumi mengangguk.

“Arumi sendirian menunggui Umi?” tanya Umi Im yang mengusap kepala Arumi yang terbenam di lengannya.

“Iya, Umi. Abi ada undangan rapat desa tadi malam.” Jawab Arumi seraya mengangkat kepalanya.

“Apa Umi mau sholat?” tanyanya.

Umi Im menganggukkan kepalanya. Arumi membantu uminya mengenakan atasan mukena dan segera beliau melakukan tayamum dan melaksanakan sholat dengan berbaring.

Dalam doa beliau, bukanlah meminta kesembuhan melainkan kebahagiaan Arumi, anak yang akan ia tinggalkan. Beliau merasa tidak rela jika sepeninggalnya nanti, Arumi akan menjalani kehidupan yang tidak adil.

Selesai melaksanakan sholat, Umi Im meminta Arumi untuk membacakan mushaf. Arumi mengangguk dan segera melakukannya. Umi Im memejamkan matanya sambil meresapi lantunan ayat suci dari Arumi.

Di luar, ada Aji yang berdiri kaku melihat kebersamaan istri dan anaknya. Pandangannya tidak terbaca. Antara sedih, marah, dan sakit hati tercampur menjadi satu. Ia yang ingin masuk mengurungkan niatnya dan berbalik menuju kantin untuk membeli sarapan.

.

.

.

.

.

Halooo semuanya... semoga suka dengan karya baru author..

Episodes
1 Arumi
2 Setengah Tahun Lagi
3 Wasiat
4 Tidak Pulang
5 Berpulang
6 Ibu Tiri
7 Kelulusan
8 Anak Angkat
9 Di Usir?
10 Mogok
11 Menemani Arumi
12 Perbaikan Rumah
13 Kehidupan Baru
14 Mencari Kenalan
15 Membatalkan
16 Mencari Arumi
17 Pertemuan
18 Karang Taruna
19 Berkunjung
20 Kakak Arumi
21 Tidak Bertemu
22 Sengaja Menjemput
23 Canggung
24 Tidak Sesuai Harapan
25 Izin Menginap
26 Luka
27 Bismillah...
28 Tidak Menyesal
29 Air Terjun
30 Apa Aku Layak?
31 Melamar
32 Siti Ingin Bertemu
33 Saingan Cinta
34 Menguras Kantong
35 Siti
36 Mencari Masalah
37 Arumi Gugup
38 Mengaku
39 Persiapan Pernikahan
40 Menunggu Waktu
41 Resmi Menikah
42 Suami Istri
43 Lupa Bernafas
44 Masih Berdarah
45 Tidak Melakukan Apapun
46 Resepsi
47 Aku Tahu
48 Kedatangan Tamu
49 Menantu Kesayangan
50 Makan Di Luar
51 Bi Nuri
52 Maafkan Kami
53 Malu Sendiri
54 Kamu Sangat Seksi
55 Ikut Ibu
56 Ziarah
57 Ziarah 2
58 Menyambut Arumi
59 Berusaha
60 Berita Kehamilan
61 Berita Duka
62 Tetaplah Anak
63 Durhaka
64 Sudahlah, Dek!
65 Wasiat
66 Kepiting dan Kerang
67 Nana dan Nani
68 Mulai Jalan-jalan
69 Pemeriksaan
70 Mengunjungi Siti
71 Mana Yang Baik
72 Cobaan
73 Kembar
74 Ide Jualan
75 Masuk Angin
76 Semuanya Datang
77 Cara Bikang
78 Berjauhan
79 Titip Salam
80 Keinginan Bumil
81 Menyayangi Arumi
82 Maaf
Episodes

Updated 82 Episodes

1
Arumi
2
Setengah Tahun Lagi
3
Wasiat
4
Tidak Pulang
5
Berpulang
6
Ibu Tiri
7
Kelulusan
8
Anak Angkat
9
Di Usir?
10
Mogok
11
Menemani Arumi
12
Perbaikan Rumah
13
Kehidupan Baru
14
Mencari Kenalan
15
Membatalkan
16
Mencari Arumi
17
Pertemuan
18
Karang Taruna
19
Berkunjung
20
Kakak Arumi
21
Tidak Bertemu
22
Sengaja Menjemput
23
Canggung
24
Tidak Sesuai Harapan
25
Izin Menginap
26
Luka
27
Bismillah...
28
Tidak Menyesal
29
Air Terjun
30
Apa Aku Layak?
31
Melamar
32
Siti Ingin Bertemu
33
Saingan Cinta
34
Menguras Kantong
35
Siti
36
Mencari Masalah
37
Arumi Gugup
38
Mengaku
39
Persiapan Pernikahan
40
Menunggu Waktu
41
Resmi Menikah
42
Suami Istri
43
Lupa Bernafas
44
Masih Berdarah
45
Tidak Melakukan Apapun
46
Resepsi
47
Aku Tahu
48
Kedatangan Tamu
49
Menantu Kesayangan
50
Makan Di Luar
51
Bi Nuri
52
Maafkan Kami
53
Malu Sendiri
54
Kamu Sangat Seksi
55
Ikut Ibu
56
Ziarah
57
Ziarah 2
58
Menyambut Arumi
59
Berusaha
60
Berita Kehamilan
61
Berita Duka
62
Tetaplah Anak
63
Durhaka
64
Sudahlah, Dek!
65
Wasiat
66
Kepiting dan Kerang
67
Nana dan Nani
68
Mulai Jalan-jalan
69
Pemeriksaan
70
Mengunjungi Siti
71
Mana Yang Baik
72
Cobaan
73
Kembar
74
Ide Jualan
75
Masuk Angin
76
Semuanya Datang
77
Cara Bikang
78
Berjauhan
79
Titip Salam
80
Keinginan Bumil
81
Menyayangi Arumi
82
Maaf

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!