Tidak Pulang

Arumi melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 10 malam, menyudahi sesi belajarnya. Ia keluar dari kamar dan melihat keadaan uminya.

Setelah memastikan uminya baik-baik saja, Arumi mengecek pintu yang ternyata masih belum terkunci. Ini artinya sang abi belum kembali.

“Kenapa Abi tidak pulang sampai larut?” tanya Arumi dalam hati.

Arumi keluar dari rumah dan pergi ke rumah sebelah, jika saja abinya menginap di rumah sang nenek.

“Kenapa malam-malam masih keluyuran?” tegur Nenek Ifah yang melihat Arumi memasuki rumahnya.

“Nenek juga tumben belum tidur.”

“Apa urusanmu?”

“Apa Abi kemari, Nek?”

“Abimu belum pulang?” Arumi mengangguk.

Nenek Ifah terlihat berpikir. Tebakan Arumi, sang nenek mengetahui dimana abinya saat ini berada. Sehingga saat sang nenek memintanya untuk pulang dan mengunci pintu, Arumi hanya menurut.

Di sisi lain.

“Abi tidak pulang?” tanya seorang gadis seumuran Arumi.

“Tidak. Abi malam ini menginap di sini saja. apa kamu keberatan?”

“Tentu saja tidak! Aku justru Bahagia karena Abi jarang-jarang bisa menginap di sini.”

“Tidurlah, besok kamu harus sekolah! Persiapkan ujianmu dengan baik agar bisa masuk di universitas incaranmu.”

“Siap!” gadis tersebut mencium punggung tangan Aji sebelum masuk ke dalam kamarnya.

Pandangan Aji terpaku pada pintu kamar gadis yang seumuran dengan Arumi. Sifat mereka berbeda jauh. Jika Arumi adalah anak yang penurut dan tenang, gadisnya adalah anak manja dan periang.

“Kamu kenapa Mas?” tanya seorang perempuan yang mendekat.

“Aku hanya memikirkan Arumi.”

“Kenapa dengan Arumi?”

“Bagaimana jika istriku meninggal nanti? Apa aku harus mengusirnya?”

“Aku juga istrimu, Mas!”

“Maksudku, Imamah.”

Ya. Perempuan yang saat ini ada di sampingnya adalah istrinya yang kedua, Sari ibu dari gadisnya, Adiba.

Aji menikah lagi karena desakan dari sang ibu yang menginginkan cucu darinya, anak sulung. Sayangnya sang ibu harus kecewa karena cucu perempuan yang didapatkannya.

“Terserah kamu saja, Mas. Aku tidak masalah kalau harus mengasuh Arumi. Tetapi bukannya kemarin kamu mengatakan kalau ada yang melamarnya?”

“Ya. Aku belum tahu jelas siapa laki-laki itu. Aku hanya tahu dia keluarga dari Arif, namanya Izqian Aksa.”

“Apa Mas berencana mempertemukan mereka?”

“Entahlah! Bagaimana menurutmu?”

“Arif orangnya, bagaimana?”

“Arif orangnya baik.”

“Apa masa depan laki-laki itu terjamin?”

“Mungkin saja. Dia lulusan luar negeri, sudah pasti latar belakang keluarganya bagus.”

“Bagaimana kalau Adiba yang menerima lamaran itu?” Aji membeku.

Saat Arif melamar, beliau tidak menyebutkan nama Arumi melainkan anak dari istrinya, Imamah. Anak dari istrinya tentu merujuk ke Arumi. Tetapi jika Adiba menggantikannya, apakah tidak masalah?

Aji yang belum bisa memutuskan tidak menjawab. Ia beralasan jika dirinya Lelah dan masuk ke dalam kamar.

Sari yang sedang hamil 4 bulan hanya menghembuskan nafas dalam. Jika dibandingkan dengan Umi Im dan Arumi, ia masih kalah karena statusnya sebagai istri kedua.

Keesokan harinya.

“Apa kamu mencari Abi?” tanya Umi Im yang melihat wajah khawatir Arumi.

“Iya, Umi.” Jujur Arumi karena ia tidak akan bisa membohongi uminya.

“Tenang saja! Abimu baik-baik saja.”

“Apa Umi tahu Abi ke mana?” Umi Im mengangguk.

“Syukurlah kalau begitu. Arumi berangkat sekolah dulu, Mi.”

“Hati-hati di jalan, Nak!”

Arumi berangkat sekolah seperti biasa. Setiap kali bertemu dengan tetangga di jalan, ia akan menyapanya dan sampai di sekolah, ia dikejutkan dengan perkelahian Aliya dengan murid kelas sebelah.

Semua orang hanya menonton keduanya tanpa ada yang melerai. Arumi menyela gerombolan dan menarik tangan Aliya yang ingin membuka hijab lawannya.

“Hentikan! Apa kamu mau di hukum?” teriak Arumi yang membuat semua orang merasa kagum kepadanya.

Tetapi ada pula yang merasa kesal karena hiburan yang mereka lihat berakhir.

“Dia yang mulai!” seru Aliya.

“Aku mulai apa? Jelas-jelas kamu yang menyerangku duluan!”

“Kalau mulutmu itu punya rem, tentu aku tidak akan menyerangmu!”

“Sudahlah!” Arumi menahan tubuh Aliya yang ingin menyerang lagi.

“Maaf…” Arumi bingung harus memanggil apa karena dirinya hanya mengenal beberapa orang dari kelas sebelah.

“Adiba!”

“Maaf, Adiba. Sebaiknya kita akhiri sampai di sini. Jika berlanjut, yang ada kalian akan dipanggil ke BP.”

Arumi tahu betul sifat Aliya. Temannya tidak akan marah jika tidak ada yang memulai, maka perkelahian ini tidak akan terjadi jika Adiba tidak memprovokasi Aliya.

“Dasar!” Adiba menghentakkan kakinya dan pergi bersama teman-temannya yang lain.

Sesampainya di kelas, Arumi tidak sempat bertanya apa-apa kepada Aliya karena bel masuk sudah berbunyi. Mereka mengikuti kelas sampai bel istirahat berbunyi, barulah Aliya mulai bersuara.

“Kesal sekali mendengarnya mengatakan jika dirinya adalah perempuan tercantik!”

“Dia memang cantik.” Sahut Arumi.

“Itu bagimu yang melihat semua orang setara!”

“Memangnya apa yang membuatmu sampai mengajaknya berkelahi?”

“Oh! Dia mengatakan kalau kamu itu perempuan yatim piatu! Jelas saja aku tidak terima karena kedua orang tuamu masih hidup.” Arumi mengernyitkan alisnya.

Hanya sekedar ejekan atau memang sengaja? Apa maksudnya menyebut dirinya yatim piatu? Arumi tidak tahu apa maksudnya. Yang jelas, kata-kata tersebut tidak bisa Aliya terima makanya terjadi perkelahian.

“Tenang Arumi! Aku akan menghajarnya lagi kalau sampai dia mengatakannya untuk kedua kalinya.”

“Lebih baik kamu diam saja! Fokus naikkan nilaimu.”

“Ya, ya…” Aliya mengatakannya dengan nada malas.

Ia yang tidak begitu suka belajar tentu malas jika disuruh menaikkan nilai. Entah bagaimana ia bisa berteman dengan Arumi yang terkenal kutu buku.

Sepulang sekolah, Arumi mendapati Abinya sedang bersantai di teras. Setelah mencium punggung tangan abinya, Arumi masuk dan melakukan kegiatannya seperti biasa.

Ketika membantu Umi Im mandi, Arumi dihentikan abinya yang mengatakan akan membantu istrinya mandi. Arumi mengangguk dan keluar dari kamar.

Semua kebutuhan Umi Im malam itu disiapkan oleh Aji, sehingga Arumi memilih untuk belajar di dalam kamar.

Tok… Tok… Tok…

Suara pintu kamar Arumi yang di ketuk membuatnya terbangun. Melihat jam weker yang menunjukkan pukul 12 malam, Arumi segera bangun dan mengenakan hijabnya sebelum membukakan pintu.

“Umimu dilarikan ke rumah sakit!” seru Tante Nanik dengan wajah panik.

“Innalillah… Arumi ikut!”

“Cepatlah!” Arumi hanya mengambil tasnya dan segera masuk ke dalam kamar uminya untuk mengambil perlengkapan.

Di rumah sakit, semua orang menunggu dengan khawatir di depan ruang Tindakan. Arumi melantunkan dzikir dalam diamnya, berharap tidak terjadi apa-apa kepada uminya.

Tante Nanik yang melihatnya hanya duduk berjongkok di lantai, membawanya duduk di kursi dan memeluknya. Tante Nanik adalah orang kedua di keluarga Aji yang memperlakukannya dengan baik.

“Semuanya akan baik-baik saja.” bisik Tante Nanik yang diangguki Arumi.

Terpopuler

Comments

indy

indy

Hadir kakak... semoga Arumi perempuan kuat

2025-07-13

1

Elizabeth Zulfa

Elizabeth Zulfa

jdi abi punya keluarga lain gitu kah...

2025-08-24

1

lihat semua
Episodes
1 Arumi
2 Setengah Tahun Lagi
3 Wasiat
4 Tidak Pulang
5 Berpulang
6 Ibu Tiri
7 Kelulusan
8 Anak Angkat
9 Di Usir?
10 Mogok
11 Menemani Arumi
12 Perbaikan Rumah
13 Kehidupan Baru
14 Mencari Kenalan
15 Membatalkan
16 Mencari Arumi
17 Pertemuan
18 Karang Taruna
19 Berkunjung
20 Kakak Arumi
21 Tidak Bertemu
22 Sengaja Menjemput
23 Canggung
24 Tidak Sesuai Harapan
25 Izin Menginap
26 Luka
27 Bismillah...
28 Tidak Menyesal
29 Air Terjun
30 Apa Aku Layak?
31 Melamar
32 Siti Ingin Bertemu
33 Saingan Cinta
34 Menguras Kantong
35 Siti
36 Mencari Masalah
37 Arumi Gugup
38 Mengaku
39 Persiapan Pernikahan
40 Menunggu Waktu
41 Resmi Menikah
42 Suami Istri
43 Lupa Bernafas
44 Masih Berdarah
45 Tidak Melakukan Apapun
46 Resepsi
47 Aku Tahu
48 Kedatangan Tamu
49 Menantu Kesayangan
50 Makan Di Luar
51 Bi Nuri
52 Maafkan Kami
53 Malu Sendiri
54 Kamu Sangat Seksi
55 Ikut Ibu
56 Ziarah
57 Ziarah 2
58 Menyambut Arumi
59 Berusaha
60 Berita Kehamilan
61 Berita Duka
62 Tetaplah Anak
63 Durhaka
64 Sudahlah, Dek!
65 Wasiat
66 Kepiting dan Kerang
67 Nana dan Nani
68 Mulai Jalan-jalan
69 Pemeriksaan
70 Mengunjungi Siti
71 Mana Yang Baik
72 Cobaan
73 Kembar
74 Ide Jualan
75 Masuk Angin
76 Semuanya Datang
77 Cara Bikang
78 Berjauhan
79 Titip Salam
80 Keinginan Bumil
81 Menyayangi Arumi
82 Maaf
Episodes

Updated 82 Episodes

1
Arumi
2
Setengah Tahun Lagi
3
Wasiat
4
Tidak Pulang
5
Berpulang
6
Ibu Tiri
7
Kelulusan
8
Anak Angkat
9
Di Usir?
10
Mogok
11
Menemani Arumi
12
Perbaikan Rumah
13
Kehidupan Baru
14
Mencari Kenalan
15
Membatalkan
16
Mencari Arumi
17
Pertemuan
18
Karang Taruna
19
Berkunjung
20
Kakak Arumi
21
Tidak Bertemu
22
Sengaja Menjemput
23
Canggung
24
Tidak Sesuai Harapan
25
Izin Menginap
26
Luka
27
Bismillah...
28
Tidak Menyesal
29
Air Terjun
30
Apa Aku Layak?
31
Melamar
32
Siti Ingin Bertemu
33
Saingan Cinta
34
Menguras Kantong
35
Siti
36
Mencari Masalah
37
Arumi Gugup
38
Mengaku
39
Persiapan Pernikahan
40
Menunggu Waktu
41
Resmi Menikah
42
Suami Istri
43
Lupa Bernafas
44
Masih Berdarah
45
Tidak Melakukan Apapun
46
Resepsi
47
Aku Tahu
48
Kedatangan Tamu
49
Menantu Kesayangan
50
Makan Di Luar
51
Bi Nuri
52
Maafkan Kami
53
Malu Sendiri
54
Kamu Sangat Seksi
55
Ikut Ibu
56
Ziarah
57
Ziarah 2
58
Menyambut Arumi
59
Berusaha
60
Berita Kehamilan
61
Berita Duka
62
Tetaplah Anak
63
Durhaka
64
Sudahlah, Dek!
65
Wasiat
66
Kepiting dan Kerang
67
Nana dan Nani
68
Mulai Jalan-jalan
69
Pemeriksaan
70
Mengunjungi Siti
71
Mana Yang Baik
72
Cobaan
73
Kembar
74
Ide Jualan
75
Masuk Angin
76
Semuanya Datang
77
Cara Bikang
78
Berjauhan
79
Titip Salam
80
Keinginan Bumil
81
Menyayangi Arumi
82
Maaf

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!