Menikahi Arsitek Kejam

Menikahi Arsitek Kejam

1

“ nduk, sampai kapan kamu seperti ini? bukannya ibu memaksa mu, tapi nak Arya itu bukan sembarang orang loh”

Lampu temaran di dapur rumah itu menutupi wajah Sahana yang murung. Mendengar perkataan ibunya Sahana bingung harus bagaimana lagi untuk menjelaskannya.

Sahana mengambil air minum lalu duduk satu meja dengan sang ibu.

Suaranya begitu halus, Sahana menjawab penuh pengertian “ Hana tau buk, tapi Hana tidak siap kalau jadi istri ke 2. Meski anaknya kyai hamid tapi Hana tidak mau menjalani pernikahan poligami” untuk sekian kalinya, Sahana menjelaskan hal ini pada ibunya.

Tap tap tap

Suara langkah kaki terdengar mendekati dapur bersamaan dengan kalimat “ sudah toh buk, biarkan Sahana yang putuskan, wong dia juga yang menjalani” pak Aswan mengambil piring.

Dia barusaja selesai sholat berjamaah dari masjid desa dan hendak bergabung di meja makan. semua kabar tentang putrinya yang menolak lamaran kyai Hamid sudah dia dengar. Dan tidak ada satupun yang enak didengar telinganya. Tapi dia tidak marah, dia memahami dan menghargai semua keputusan anaknya.

“ tuh, ayah juga setuju.” Dengan senyum nyengir khas Sahana.

Asri menghembuskan nafas kasar, anak dan bapak ini kalau sudah jadi satu sulit sekali melawannya.

Lalu dengan nada kesal langsung menimpali “ mesti loh ayah iki. Sahana itu sudah berumur. Sudah tidak banyak pilihan lagi. Mau sampai kapan dia terus melajang, semua orang bahkan menamainya perawan tua. Mbok ya, jangan dibela terus..”

Pak Aswan, hanya tersenyum tipis menatap Sahana “ ibuk mu. Kalau sudah marah lihaten. Pasti bibire mancung, “ bukannya menenangkan, Pak Aswan malah meledek istrinya yang sudah seperti cacing kepanasan itu. keduanya lalu tertawa diatas kekesalan Asri.

Pagi harinya, seperti biasa Sahana pergi ke pasar. Biasanya dia akan naik motor tapi entah kenapa pagi ini dia memilih berjalan kaki. Sudah lama suasana pagi berkabut di desa tidak dia nikmati.

Saat itu, seperti biasa Sahana melewati proyek bangunan yang sedang berlangsung. Daerah perumahan yang siap di buka dalam beberapa bulan lagi.

“ mba Sahana..” panggilan seorang wanita muda membuat Sahana menoleh ke belakang.

Terdapat seorang wanita menaiki motor “ eh binar,”

Motor itu berhenti “ mbak mau ke pasar? Sini bareng Binar saja” ajakan itu begitu renyah dan bersemangat.

Sahana menggeleng pelan “ wong mbak iki mau menikmati jalan kaki. Sudah kamu duluan saja, nanti pas pulang mbak baru nebeng” ucap Sahana sambil tangannya menyuruh Binar pergi.

Binar tersenyum “ yaudah, aku duluan ya mbak”

Motor itupun melaju meninggalkan Sahana. Baru beberapa langkah terdengar sapaan kurang sopan. “ cantik,.. mau kemana?” tentu saja dari para tukang bangunan yang suka menggoda warga sekitar.

Sahana tidak memperdulikan sama sekali, wanita itu tetap berjalan meskipun sautan tak senonoh masih terdengar jelas mengiringi kepergiannya.

Tak di sangka dari atas, Ethan melihat Sahana. Si perawan tua desa ini. baru beberapa minggu di sini Ethan seakan hafal dan mengetahui berita yang ada di sana. Semua itu berkat mandornya yang terlalu banyak bicara hal-hal tidak perlu padanya.

Sekilas, wajah rupawan Sahana memang sangat memikat. Tapi karena rumor orang-orang membuat Sahana seperti wanita yang tidak diharapkan. Entah kenapa Ethan sedikit kasihan pada wanita itu. Pengalaman hidup di luar negri membuat Ethan bisa melihat dengan jelas perbedaan suasana desa yang terlalu ikut campur dan mengikat. Beda dengan luar negeri yang menjujung kebebasan individu.

Di depan parkiran pasar, Sahana sedang menata belanjaannya di sebuah motor.

“ ini saja mbak?” tanya Binar sambil menaiki motor.

“ iya, hari ini ibuk rewang di budhe laili, jadi ndak masak banyak. Oh ya, mbak nitip saja ya. Mba mau mampir ke mutia, anak ke 2 nya baru lahiran. Tolong sampein ke ayah ya” Sahana menunjuk ke arah jalan menuju rumah mutia.

Binar mengangguk pelan “ oh gitu ya mbak, tenang nanti tak sampein ke pak Aswan” dengan nada cengengesan.

Setelah itu Sahana berjalan ke arah perkampungan tak jauh dari pasar. Dia baru mendapatkan kabar dari penjual di pasar tentang kabar Mutia, teman SD nya, jadi Sahana pergi dadakan ke sana. Berhubungan rumah mutia dekat dengan pasar.

Saat sampai, Sahana tentu saja disambut. Mutia merupakan salah satu orang yang tulus berteman dengan Sahana. Dia sering memberikan semangat pada Sahana yang tak kunjung menikah itu.

Saat ini Sahana sedang menggendong bayi berumur satu minggu itu “ cantik ya ti, kulitnya putih juga” ujar Sahana.

Mutia yang duduk di kursi tersenyum senang “ iya jelas, wong selama hamil aku bayangin biar anakku cantik mirip kamu,” dengan nada bercanda.

Sahana malah menatap dengan bingung “ ya harusnya mirip kamu, ibunya, kalau mirip aku ya ndak masuk”

Keduanya lalu berbincang sebentar. Di luar langit terlihat mendung. Jadi Sahana segera pamit.

“ kamu ndak bawa motor na? tunggu, biar di antar mas Hasan”

Sahana tentu saja tidak nyaman dengan penawaran temannya, “ tidak ti, ndak usah. Aku jalan aja, palingan hanya mendung saja” Sahana segera meninggalkan rumah temannya itu.

Di pertengahan jalan, ternyata hujan sudah turun dengan lebat. Sahana menoleh sekeliling, tak ada bangunan. Dia berada di pinggir jembatan sungai dan hanya persawahan yang ada di sepanjang jalan.

Sahana mempercepat langkahnya, pakaiannya sudah basa kuyup dan rasa dingin langsung menyelimuti tubuhnya.

Bremm breem

Suara motor menggema mendekatinya. Sahana segera menoleh. Berpikir ada seseorang tetangganya yang mungkin menawarkan bantuan.

Tapi setelah memastikan orang yang naik motor itu, Sahana malah mengerutkan keningnya. Sosok lelaki yang tidak dia sangka akan bertemu.

" sini aku antar" ucap Arya. Dia baru akan kembali dari salah satu pondok abahnya. Tak sengaja melihat Sahana di tengah hujan.

" Ndak usah, saya jalan saja" ucap Sahana sopan. Meskipun rumor buruk dirinya juga karena lelaki ini, Sahana mencoba menjaga sikap.

" hujan nya semakin deras, Ndak mungkin ada yang lihat, ayo naik" ucap Arya meyakinkan. Dia berpikir jika Sahana menolak tawarannya karena dia pasti kurang nyaman di lihat warga desa pulang bersama dengan lelaki asing.

Arya juga seperti memanfaatkan kesempatan, dia ingin berdekatan dengan wanita yang berani menolaknya.

Gderrr

Suara petir menggelegar, Sahana menjadi ikut panik. Melihat Sahana yang kekeh, Arya dongkol dan segera meninggalkan wanita itu.

Setelah beberapa saat terdengar rintihan lelaki. Sahana mengira itu mungkin hasil suara hujan. Dia segera mempercepat langkahnya.

Tapi kemudian suara itu kembali terdengar, Sahana akhirnya menemukan sumber bunyi. Seorang lelaki tengah memegang kepalanya dan bersandar di pohon.

" kamu kenapa?" tanya Sahana memastikan,

Ethan menatap Sahana sebentar lalu bertanya dengan suara serak " bisa bantu aku pulang?"

Ethan menunggu dengan setia, dia juga terlihat sabar dengan sikap Sahana yang tak kunjung memberikan jawaban.

" aku tinggal di Villa dekat sini. Aku sudah tidak kuat berjalan .. Tolong ya.. " suara itu terdengar menyedihkan.

Sahana menoleh kanan kiri, lalu memastikan " bener Villa kamu dekat?" tak ada lagi yang bisa membantu lelaki ini selain dirinya, begitulah yang Sahana pikirkan.

Ethan menjawab sambil menunjuk arah " iya, itu di samping ladang bambu. Kamu pasti tau" Sahana mengikuti arahan Ethan.

Dia mengangguk, benar itu kawasan elit dan masih terbilang sepi. Kebanyakan hanya rumah mewah yang di tinggali para penjaganya.

" yawes. Kalau gitu. Aku bantu" balas Sahana lalu memapah Ethan. Karena keadaan Ethan yang sakit Sahana menjadi tidak mempermasalahkan sentuhan nya.

Terpopuler

Comments

cimski

cimski

kak kamu ga plagiat karya aulia lapan bilan yg judulnya lubna kan?

2025-08-31

0

Aulia Lapan Bilan

Aulia Lapan Bilan

PLAGIATOR

2025-09-06

0

Uthie

Uthie

Mampirrr 👍👍👍👍

2025-07-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!