Bangkitnya Seorang Pria Terhina
Di sebuah ruangan, seorang pria tengah sibuk menghias meja, menaruh beberapa makanan di atas meja tersebut. Ia juga menaruh satu loyang cake berukuran kecil dihiasi dengan beberapa buah strawberry diatasnya.
Suara ketukan pintu mengalihkan aktivitasnya. Ia pun segera beranjak dari tempat duduknya, langsung membukakan pintu pada tamu spesial yang ia undang malam ini.
Seorang gadis cantik berambut panjang dengan sedikit bergelombang di bagian bawahnya tersenyum menatap ke arah pria tersebut. Pria itu mempersilakan tunangannya itu masuk ke dalam kontrakannya.
"Sayang, ada apa? Ini kok tiba-tiba jadi romantis begini?" tanya gadis itu terlihat kagum.
"Tidak apa-apa, sesekali romantis. Lagi pula aku ingin merayakan sesuatu bersamamu," jawabnya sembari menuangkan minuman ke gelas tunangannya itu.
"Acara apa? Anniversary kita?"
Pria itu menggelengkan kepalanya.
"Ulang tahun kamu?"
Lagi-lagi ia kembali menggelengkan kepala.
"Kamu naik jabatan?" tebak gadis tersebut dan kembali di jawab dengan gelengan.
"Sebaiknya kita nikmati dulu makanannya. Nanti akan ku jelaskan setelah kita makan," ujar pria itu memilih untuk menundanya.
Gadis itu pun menganggukkan kepala. Mereka menikmati makanan yang ada di atas meja, dan diakhiri dengan desert cake yang menjadi penutupnya.
"Tolong beritahukan padaku sekarang. Jangan membuatku mati penasaran!" pungkas gadis tersebut disertai dengan tawa kecil.
"Hari ini perayaan hari kebebasanku," jawab pria itu.
Tunangannya baru saja hendak memasukkan sesuap cake ke dalam mulutnya. Mendengar penjelasan dari pria yang ada di hadapannya, membuat gadis itu menghentikan pergerakannya.
"Maksudnya?"
"Aku bebas. Hari ini aku di pecat dan aku ingin merayakan hari kebebasanku ini denganmu," jelas pria itu dengan antusias serta guratan bahagia tercetak jelas di wajahnya.
Mendengar kalimat yang baru saja didengarnya, membuat gadis itu kehilangan napsu makannya seketika. Ia memperlihatkan ekspresi yang sebaliknya.
"Dipecat? Terus kamu merasa senang?" tanyanya dengan nada yang sedikit meninggi.
Pria itu kembali menganggukkan kepalanya.
"Dikta, apakah kamu sudah gila? Dipecat lalu kamu bahagia?" tanyanya seolah tak percaya.
"Sarah, aku bekerja di sana sudah sangat tertekan. Aku benar-benar tidak tahan. Aku berpikir bagaimana jika nanti aku pulang ke desa saja dan membuat usaha sendiri di sana," tutur Dikta dengan penuh keyakinan.
"Terus bagaimana denganku?"
"Kamu juga ikut."
Mendengar hal tersebut Sarah langsung beranjak dari tempat duduknya. Ia benar-benar muak mendengar ucapan Dikta yang menurutnya benar-benar tidak masuk akal.
Gadis itu hendak meninggalkan Dikta sendirian di sana, akan tetapi Dikta langsung menahannya dengan cara menarik tangan Sarah.
"Kamu mau kemana? Apakah kamu tidak mau tinggal di desa denganku?" tanya Dikta lagi.
Plakkkk ....
Tiba-tiba satu tamparan mendarat di pipi pria itu. Tunangannya baru saja menamparnya dengan sangat keras.
"Kamu pikir membuat usaha seperti membalikkan telapak tangan? Itu tidak mudah! Kamu memilih berhenti dengan pekerjaanmu yang semua orang berlomba-lomba untuk masuk ke perusahaan itu. Kamu benar-benar bodoh, Dikta!" cecar Sarah.
"Percaya sama aku, kita akan sukses nanti. Tetapi kita mulai dari nol dulu," ucap Dikta yang masih berusaha membujuk tunangannya itu.
"Mulai dari nol, hidup di desa." Sarah terkekeh geli saat mengucapkan kalimat itu.
"Aku tidak bisa. Jika kamu masih tetap ingin seperti itu, silakan saja lakukan apa maumu. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita," lanjut Sarah.
Mendengar ucapan Sarah, membuat Dikta langsung lemas. Genggaman tangan yang sedari tadi menggenggam tangan Sarah, kini terlepas sudah.
Dikta tak berdaya melihat punggung Sarah yang pergi meninggalkannya begitu saja tanpa menaruh belas kasihan padanya sama sekali. Sampai pintu tertutup, Dikta masih memandangi ke satu sisi, dimana sang pujaan hati pergi tanpa permisi.
Sadar akan yang ditunggu tak akan kembali, membuat Dikta menyeret kakinya menuju sofa yang ada di sana. Pria itu menghempaskan tubuhnya, tatapan masih memandang ke langit-langit rumah dengan perasaan yang berkecamuk.
Dikta mengira bahwa keputusan yang ia ambil sudah sangat tepat. Bagaimana pun juga, jika dipaksakan terus menerus dirinya lah yang akan menjadi gila.
Flashback on :
Saat Dikta tengah mengerjakan tugasnya di kantor, seniornya selalu memberikan tugas yang bukan seharusnya menjadi tugas Dikta. Namun, senior tersebut selalu saja mengintimidasinya bahwa ia memiliki wewenang dengan hal itu.
Dikta hanya berpasrah dengan mengerjakan semua tugas berat yang diembannya. Bahkan terkadang dirinya dimarahi oleh pimpinan karena terlalu lamban dalam mengerjakan tugas. Saat Dikta mencoba untuk membela diri, senior tersebut tentunya akan selalu mencari muka dan mencoba untuk memengaruhi pimpinan bahwa semua itu murni kesalahan Dikta.
Semua itu Dikta telan mentah-mentah demi mempertahankan pekerjaannya. Demi mencari nafkah dan mengingat bahwa ada seorang gadis yang ingin ia pinang, dan tentunya semua itu tidak membutuhkan uang sedikit mengingat permintaan Sarah yang terlalu tinggi. Kendati demikian, Dikta tetap berusaha karena demi Sarah, gadis yang ia cintai.
Bertahun-tahun bekerja di sana, membuat bobot tubuh Dikta semakin berkurang. Meskipun gaji terbilang tinggi, akan tetapi tekanan demi tekanan ia dapatkan hingga membuatnya benar-benar merasa muak dengan semua ini.
Dikta sudah cukup lama memendam rasa kesalnya, hingga pada hari itu Dikta benar-benar kalap. Ia meninju senior yang selalu memberikan tekanan padanya. Tak tanggung-tanggung, Dikta dua kali melayangkan pukulan di wajah sang senior tersebut hingga membuat sudut bibir pria itu mengeluarkan darah.
Setelah kabar perkelahian tersebut menyebar, Dikta dan senior itu dipanggil ke ruangan pimpinan. Lagi dan lagi sang senior menjadi seorang penjilat, menghalalkan segala cara dan memutar balikkan fakta yang sesungguhnya terjadi.
"Aku kesal padanya. Dia selalu saja menindasku, melimpahkan semua pekerjaannya padaku hingga membuat tugasku sendiri terbengkalai," bela Dikta.
"Aku tidak pernah memberikan tugas apapun padamu. Hanya saja kamu yang sering tersulut emosi saat aku menegurmu," ucap senior tersebut.
Dikta kembali membela diri, akan tetapi ditengah-tengah adu mulut itu, pimpinan tersebut langsung menghentikan pertengkaran keduanya.
"Baiklah. Aku akan menanyakan hal ini pada rekan kerja seruangan kalian. Jika didapati siapa yang sebenarnya bersalah, maka aku akan memberikan sanksi!" tegas pimpinan yang memilih jalan tengah.
Hal itu pun langsung dilakukannnya. Mereka bertiga segera di bawa ke ruangan dimana tempat kerja mereka terdapat lima rekan kerja yang ada di sana. Saat ditanya apakah senior tersebut bersalah, semua hanya diam membisu seraya menggelengkan kepalanya.
Melihat hal itu , sungguh membuat Dikta tak percaya. Tak ada belas kasihan dari mereka selama ini, disaat Dikta ditindas pun semuanya menulikan telinga.
Dalam situasi ini, Dikta langsung menuju ke meja kerjanya. Ia membuka laci, mengambil map yang berisikan surat pengunduran dirinya.
"Aku sungguh tidak bersalah. Namun, keadaan ini seolah menyudutkan aku. Maka dari itu, Bapak tidak perlu memberikan sanksi padaku, karena aku akan mengundurkan diri."
Setelah menyerahkan surat pengunduran diri, Dikta pun langsung mengambil tas kerjanya dan segera meninggalkan tempat yang mencekiknya selama ini. Seraya tersenyum, ia pun berucap "Aku bebas! Aku bisa bernapas!"
Flashback Off
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Hatus
Kenapa ya.. disaat kita sudah sangat antusias dalam pekerjaan, namun di situ ada orang yang ingin menjatuhkan, apa sebagai bawahan, kita tidak punya hak untuk melawan dan selalu di salahkan hanya karena pangkat kita di bawahnya😭
2025-06-30
1
Anggika15 | Aurin99
Beb buka ig 😁😁
2025-04-28
0
Heny Khayzan
p-1 🤭 semangat kaka 😊
2024-11-24
0