Bab 3. Jangan Bodoh!

Rambut basah dan jubah mandi membalut kedua orang tersebut yang tampak asik bercanda, membuat Dikta benar-benar hancur. Ia melemas, hingga cake yang dipegangnya pun terlepas.

Brakkkk ....

Kedua orang itu langsung terkejut dan mengarahkan pandangannya pada Dikta yang saat ini tengah menatap mereka dengan intens.

"Dikta, ...."

Sarah yang langsung terkejut dengan keberadaan Dikta langsung melepaskan pelukannya seketika. Sementara Dikta hanya diam membisu tanpa mengeluarkan kata-kata dari bibirnya.

Dan hal yang paling menyakitkan lagi, dimana saat Dikta mengetahui pria yang tengah bersama dengan Sarah itu adalah senior di tempat kerjanya dulu. Senior yang ia hujani pukulan dan membuat dirinya berhenti dari pekerjaan. Senior yang selama ini menekan dirinya di perusahaan.

Dikta langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sarah langsung mengejar Dikta, lalu kemudian menarik tangan pria itu. Dikta langsung menghempaskan tangan Sarah begitu saja hingga membuat Sarah mundur beberapa langkah.

"Terima kasih, dan maaf karena tak bisa menjadi yang terbaik untukmu."

Dikta melanjutkan langkah kakinya pergi meninggalkan apartemen itu. Bajunya basah kuyup, ditambah lagi hatinya terasa sakit melihat kejadian yang baru saja ia saksikan beberapa menit yang lalu.

Selama ini, Dikta sangat menjaga Sarah. Ia hanya memegang tangan Sarah. Saat berduaan, ia tak berani berbuat lebih bukan karena ia tak normal. Dikta tak ingin menodai Sarah dan menjunjung tinggi harga diri gadis yang ia sayangi. Baginya, ada saatnya nanti ia melakukan hal yang lebih, dimana saat keduanya telah disatukan dengan sebuah ikatan pernikahan.

Namun, sayangnya ... wanita yang ia junjung tinggi kehormatannya justru memilih menodai diri dengan pria lain. Seakan selama ini Dikta tak pernah dianggap oleh Sarah. Perjuangannya ... kerja kerasnya ... Semua itu hanya demi Sarah.

Baru kemarin mereka bertengkar hebat, mustahil jika malam ini Sarah memiliki pria lain dan langsung bermain sejauh itu. Pasti perselingkuhan tersebut sudah terjalin sebelumnya, atau memang sudah sangat lama.

Wajar jika senior itu selama ini selalu memberikan tekanan pada Dikta, karena nyatanya pria itu adalah pria yang juga memiliki hubungan spesial dengan Sarah, bahkan lebih spesial dari Dikta.

Di bawah guyuran hujan malam itu, Dikta membelah jalanan dengan motornya. Jika tadi ia rela hujan-hujanan demi menemui kekasih yang dicintainya, tetapi sayangnya hal itu tak sesuai harapan. Kekecewaan yang ia dapatkan.

Dikta berhenti di sebuah jembatan. Ia turun dari motornya, lalu kemudian berdiri di pinggir jembatan tersebut sembari melihat air sungai yang mengalir di bawahnya.

"Percuma ku lakukan semua ini, jika hanya sebuah pengkhianatan lah yang ku dapatkan. Andaikan aku tak mencintaimu sedalam ini, aku pasti tidak akan berkorban terlalu jauh, Sarah! Aku ... adalah manusia yang bodoh!" racau Dikta.

Dikta pun mulai memberanikan dirinya untuk menaiki besi penyangga jembatan tersebut. Pria itu berniat untuk mengakhiri hidupnya saja. Ia benar-benar kehilangan akal untuk saat ini.

Namun, saat ia telah membulatkan tekadnya untuk melompat, tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah tulisan yang ada di penyangga jembatan tersebut.

Jangan bodoh mati hanya karena cinta. Dengan banyak uang, kamu juga bisa membeli kebahagiaan tanpa mulai mengejar cinta lagi. Kami siap membantu setiap kesusahan anda. Dana cair langsung tunai tanpa perantara.

Setelah melihat tulisan tersebut, selangkah demi selangkah Dikta menurunkan kakinya di penyangga besi itu.

"Bisa-bisanya membaca tulisan yang berisikan iklan seperti ini membuatku langsung tersadar," gumam Dikta.

......

Keesokan harinya, Dikta telah membulatkan tekadnya untuk membuka usaha di desa. Setelah kejadian malam itu, ia tak lagi menghubungi Sarah. Lebih tepatnya Dikta menahan keinginannya untuk menghubungi gadis itu setelah mendapatkan pengkhianatan dari sang kekasih, dan menorehkan luka yang begitu mendalam.

Hari ini, Dikta memutuskan untuk mengemasi barang-barangnya. Ia ingin pulang ke desa, memulai semuanya dari 0. Untungnya Dikta masih mempunyai tabungan yang cukup besar untuk modal membuka usahanya. Tabungan yang hendak ia gunakan untuk mahar Sarah, ia gunakan untuk kepentingannya karena baginya tak akan ada pernikahan yang akan terjadi apalagi dengan gadis tersebut.

Setelah mengemasi barang-barangnya, Dikta pun berangkat mengendarainya motornya untuk menuju ke desa.

Di perjalanan, ia mencoba untuk menguatkan dirinya. Rasa sakit itu masih ada dan tetap ada. Apalagi Dikta pernah berkata pada orang tuanya yang ada di desa untuk membawa Sarah dan mengenalkannya secara langsung.

Namun, kini semua itu hanya tinggal lah kenangan belaka. Tak ada Sarah, tak ada lagi pernikahan, Dikta benar-benar memulai semuanya dari segi cinta maupun keuangan.

Setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu hampir 5 jam, akhirnya Dikta pun tiba di rumahnya. Kedua orang tuanya terlihat sangat antusias menyambut kedatangan Dikta. Begitu pula dengan kakak perempuannya dan juga abang iparnya.

Dikta menyalami satu persatu tangan kedua orang tuanya, begitu pula dengan kakak dan juga Abang iparnya itu.

"Loh, kok sendirian? Katanya bawa calon? Mana?" tanya Diana, kakak perempuan Dikta.

Dikta hanya diam sembari menanggapi pertanyaan itu dengan senyum simpul. Pria tersebut memilih untuk masuk ke rumah dan duduk di kursi yang ada di ruang tengah.

"Ditanya malah senyam-senyum! Mana adik ipar?" tanya Diana lagi.

"Sstttt ... Diana, adik kamu baru sampai. Mungkin dia capek. Biarkan dia istirahat dulu," sanggah Pak Bahri, ayah Dikta.

"Iya, kamu lagian nanya-nanya terus," sambung Jay yang juga menegur istrinya.

Diana hanya mengendikkan bahunya seraya mengambil satu buah jeruk yang ada di atas meja. Ia memilih untuk membungkam mulutnya dengan buah agar tak lagi banyak tanya.

"Aku sudah putus dengan Sarah."

Semua orang yang mendengar hal tersebut langsung terlonjak kaget. Terutama Diana yang baru saja memasukkan jeruk ke dalam mulutnya langsung keluar begitu saja.

"Aku juga sudah berhenti bekerja."

Kembali bersuara lagi membuat semua orang benar-benar tercengang melihat Dikta yang mengusap wajahnya dengan sangat kacau.

"Kamu berhenti? Itu perusahaan bagus, Dikta. Astaga kamu ini, bisa-bisanya ...." Diana benar-benar kehabisan kata-kata mendengar ucapan sang adik.

"Keputusanku sudah bulat. Lagi pula aku akan menetap di desa, aku akan membuat usaha," ucap Dikta.

Kedua orang tua Dikta saling melemparkan pandangan, dan sesaat kemudian menggelengkan kepalanya.

"Lalu ... kenapa kamu putus dengan Sarah. Bukankah kamu bilang akan menikahi gadis itu?" kali ini Bu Idah membuka suara, menanyai putra satu-satunya itu.

"Aku dan Sarah, kami tidak berjodoh. Kami juga tidak sejalan, maka dari itu kami memilih untuk berpisah," jelas Dikta.

"Emak, boleh Dikta istirahat? Dikta lelah karena menempuh perjalanan yang cukup jauh," lanjut Dikta.

Semua orang yang ada di sana pun menganggukkan kepalanya. Dikta langsung beranjak dari tempat duduknya menuju ke kamar. Alasan ia berpisah, Dikta masih menutupi semuanya. Meskipun Sarah melakukan hal yang fatal, setidaknya Dikta masih berbuat baik menutupi aib mantan kekasihnya itu.

Bersambung ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!