NovelToon NovelToon

Bangkitnya Seorang Pria Terhina

Bab 1. Resign

Di sebuah ruangan, seorang pria tengah sibuk menghias meja, menaruh beberapa makanan di atas meja tersebut. Ia juga menaruh satu loyang cake berukuran kecil dihiasi dengan beberapa buah strawberry diatasnya.

Suara ketukan pintu mengalihkan aktivitasnya. Ia pun segera beranjak dari tempat duduknya, langsung membukakan pintu pada tamu spesial yang ia undang malam ini.

Seorang gadis cantik berambut panjang dengan sedikit bergelombang di bagian bawahnya tersenyum menatap ke arah pria tersebut. Pria itu mempersilakan tunangannya itu masuk ke dalam kontrakannya.

"Sayang, ada apa? Ini kok tiba-tiba jadi romantis begini?" tanya gadis itu terlihat kagum.

"Tidak apa-apa, sesekali romantis. Lagi pula aku ingin merayakan sesuatu bersamamu," jawabnya sembari menuangkan minuman ke gelas tunangannya itu.

"Acara apa? Anniversary kita?"

Pria itu menggelengkan kepalanya.

"Ulang tahun kamu?"

Lagi-lagi ia kembali menggelengkan kepala.

"Kamu naik jabatan?" tebak gadis tersebut dan kembali di jawab dengan gelengan.

"Sebaiknya kita nikmati dulu makanannya. Nanti akan ku jelaskan setelah kita makan," ujar pria itu memilih untuk menundanya.

Gadis itu pun menganggukkan kepala. Mereka menikmati makanan yang ada di atas meja, dan diakhiri dengan desert cake yang menjadi penutupnya.

"Tolong beritahukan padaku sekarang. Jangan membuatku mati penasaran!" pungkas gadis tersebut disertai dengan tawa kecil.

"Hari ini perayaan hari kebebasanku," jawab pria itu.

Tunangannya baru saja hendak memasukkan sesuap cake ke dalam mulutnya. Mendengar penjelasan dari pria yang ada di hadapannya, membuat gadis itu menghentikan pergerakannya.

"Maksudnya?"

"Aku bebas. Hari ini aku di pecat dan aku ingin merayakan hari kebebasanku ini denganmu," jelas pria itu dengan antusias serta guratan bahagia tercetak jelas di wajahnya.

Mendengar kalimat yang baru saja didengarnya, membuat gadis itu kehilangan napsu makannya seketika. Ia memperlihatkan ekspresi yang sebaliknya.

"Dipecat? Terus kamu merasa senang?" tanyanya dengan nada yang sedikit meninggi.

Pria itu kembali menganggukkan kepalanya.

"Dikta, apakah kamu sudah gila? Dipecat lalu kamu bahagia?" tanyanya seolah tak percaya.

"Sarah, aku bekerja di sana sudah sangat tertekan. Aku benar-benar tidak tahan. Aku berpikir bagaimana jika nanti aku pulang ke desa saja dan membuat usaha sendiri di sana," tutur Dikta dengan penuh keyakinan.

"Terus bagaimana denganku?"

"Kamu juga ikut."

Mendengar hal tersebut Sarah langsung beranjak dari tempat duduknya. Ia benar-benar muak mendengar ucapan Dikta yang menurutnya benar-benar tidak masuk akal.

Gadis itu hendak meninggalkan Dikta sendirian di sana, akan tetapi Dikta langsung menahannya dengan cara menarik tangan Sarah.

"Kamu mau kemana? Apakah kamu tidak mau tinggal di desa denganku?" tanya Dikta lagi.

Plakkkk ....

Tiba-tiba satu tamparan mendarat di pipi pria itu. Tunangannya baru saja menamparnya dengan sangat keras.

"Kamu pikir membuat usaha seperti membalikkan telapak tangan? Itu tidak mudah! Kamu memilih berhenti dengan pekerjaanmu yang semua orang berlomba-lomba untuk masuk ke perusahaan itu. Kamu benar-benar bodoh, Dikta!" cecar Sarah.

"Percaya sama aku, kita akan sukses nanti. Tetapi kita mulai dari nol dulu," ucap Dikta yang masih berusaha membujuk tunangannya itu.

"Mulai dari nol, hidup di desa." Sarah terkekeh geli saat mengucapkan kalimat itu.

"Aku tidak bisa. Jika kamu masih tetap ingin seperti itu, silakan saja lakukan apa maumu. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita," lanjut Sarah.

Mendengar ucapan Sarah, membuat Dikta langsung lemas. Genggaman tangan yang sedari tadi menggenggam tangan Sarah, kini terlepas sudah.

Dikta tak berdaya melihat punggung Sarah yang pergi meninggalkannya begitu saja tanpa menaruh belas kasihan padanya sama sekali. Sampai pintu tertutup, Dikta masih memandangi ke satu sisi, dimana sang pujaan hati pergi tanpa permisi.

Sadar akan yang ditunggu tak akan kembali, membuat Dikta menyeret kakinya menuju sofa yang ada di sana. Pria itu menghempaskan tubuhnya, tatapan masih memandang ke langit-langit rumah dengan perasaan yang berkecamuk.

Dikta mengira bahwa keputusan yang ia ambil sudah sangat tepat. Bagaimana pun juga, jika dipaksakan terus menerus dirinya lah yang akan menjadi gila.

Flashback on :

Saat Dikta tengah mengerjakan tugasnya di kantor, seniornya selalu memberikan tugas yang bukan seharusnya menjadi tugas Dikta. Namun, senior tersebut selalu saja mengintimidasinya bahwa ia memiliki wewenang dengan hal itu.

Dikta hanya berpasrah dengan mengerjakan semua tugas berat yang diembannya. Bahkan terkadang dirinya dimarahi oleh pimpinan karena terlalu lamban dalam mengerjakan tugas. Saat Dikta mencoba untuk membela diri, senior tersebut tentunya akan selalu mencari muka dan mencoba untuk memengaruhi pimpinan bahwa semua itu murni kesalahan Dikta.

Semua itu Dikta telan mentah-mentah demi mempertahankan pekerjaannya. Demi mencari nafkah dan mengingat bahwa ada seorang gadis yang ingin ia pinang, dan tentunya semua itu tidak membutuhkan uang sedikit mengingat permintaan Sarah yang terlalu tinggi. Kendati demikian, Dikta tetap berusaha karena demi Sarah, gadis yang ia cintai.

Bertahun-tahun bekerja di sana, membuat bobot tubuh Dikta semakin berkurang. Meskipun gaji terbilang tinggi, akan tetapi tekanan demi tekanan ia dapatkan hingga membuatnya benar-benar merasa muak dengan semua ini.

Dikta sudah cukup lama memendam rasa kesalnya, hingga pada hari itu Dikta benar-benar kalap. Ia meninju senior yang selalu memberikan tekanan padanya. Tak tanggung-tanggung, Dikta dua kali melayangkan pukulan di wajah sang senior tersebut hingga membuat sudut bibir pria itu mengeluarkan darah.

Setelah kabar perkelahian tersebut menyebar, Dikta dan senior itu dipanggil ke ruangan pimpinan. Lagi dan lagi sang senior menjadi seorang penjilat, menghalalkan segala cara dan memutar balikkan fakta yang sesungguhnya terjadi.

"Aku kesal padanya. Dia selalu saja menindasku, melimpahkan semua pekerjaannya padaku hingga membuat tugasku sendiri terbengkalai," bela Dikta.

"Aku tidak pernah memberikan tugas apapun padamu. Hanya saja kamu yang sering tersulut emosi saat aku menegurmu," ucap senior tersebut.

Dikta kembali membela diri, akan tetapi ditengah-tengah adu mulut itu, pimpinan tersebut langsung menghentikan pertengkaran keduanya.

"Baiklah. Aku akan menanyakan hal ini pada rekan kerja seruangan kalian. Jika didapati siapa yang sebenarnya bersalah, maka aku akan memberikan sanksi!" tegas pimpinan yang memilih jalan tengah.

Hal itu pun langsung dilakukannnya. Mereka bertiga segera di bawa ke ruangan dimana tempat kerja mereka terdapat lima rekan kerja yang ada di sana. Saat ditanya apakah senior tersebut bersalah, semua hanya diam membisu seraya menggelengkan kepalanya.

Melihat hal itu , sungguh membuat Dikta tak percaya. Tak ada belas kasihan dari mereka selama ini, disaat Dikta ditindas pun semuanya menulikan telinga.

Dalam situasi ini, Dikta langsung menuju ke meja kerjanya. Ia membuka laci, mengambil map yang berisikan surat pengunduran dirinya.

"Aku sungguh tidak bersalah. Namun, keadaan ini seolah menyudutkan aku. Maka dari itu, Bapak tidak perlu memberikan sanksi padaku, karena aku akan mengundurkan diri."

Setelah menyerahkan surat pengunduran diri, Dikta pun langsung mengambil tas kerjanya dan segera meninggalkan tempat yang mencekiknya selama ini. Seraya tersenyum, ia pun berucap "Aku bebas! Aku bisa bernapas!"

Flashback Off

Bab 2. Seorang Pengangguran

Alarm ponsel Dikta berbunyi. Ia pun meraba benda pipih itu dengan mata masih terpejam. Pria itu menggeser layar ponselnya untuk mematikan alarm yang menjadi pengingat bahwa ia harus bangun.

Perlahan Dikta membuka matanya, menatap waktu sudah menunjukkan pukul 05:30 yang artinya ia harus bangun karena harus berangkat bekerja. Dikta bangun dari tempat tidurnya, sesaat kemudian pria itu teringat akan sesuatu.

"Bukankah aku sudah berhenti bekerja. Berarti aku adalah seorang pengangguran. Untuk apa aku bangun terlalu pagi?" gumamnya menggaruk kepala dan kemudian memilih untuk kembali memejamkan matanya dan menarik selimutnya.

Dikta berencana untuk mengawali hari bebasnya ini dengan tidur. Namun, karena telah terbiasa bangun pagi, membuat pria ini pun tetap tak bisa tidur lagi walaupun sudah dipaksa untuk tidur.

"Benar-benar menyebalkan!" gumamnya menggerutu.

Dikta memilih bangun dari tidurnya, ia pun langsung pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajah serta menyikat gigi. Sembari memandangi dirinya di depan cermin, Dikta kembali mengingat ucapan Sarah semalam, bahwa ia tidak bisa jika harus kembali dari 0 lagi.

Hal itu sungguh membuat pikiran Dikta terganggu. Bagaimana pun juga, Sarah adalah gadis yang sangat ia cintai, sebisa mungkin ia ingin mempertahankan hubungan ini. Namun, saat Sarah marah karena dirinya berhenti bekerja, Dikta mencoba untuk mengerti, mungkin saja kemarahan Sarah memang wajar, karena bagaimana pun juga pernikahan pastinya akan membutuhkan biaya dan setelah menikah butuh uang juga untuk penyambung hidup. Ditambah lagi, Dikta harus menghidupi Sarah. Dan dari situ Dikta sadar bahwa ia harus minta maaf pada Sarah karena kejadian kemarin malam.

.....

Dikta sedang mengelilingi taman hari ini dengan melakukan lari pagi. Isi kepalanya terlalu berisik, ia pun memutuskan untuk menyibukkan dirinya dengan melakukan lari pagi agar lebih merasa tenang.

Napasnya terengah-engah, Dikta pun memilih untuk menghentikan larinya dan duduk di jalan setapak dengan kaki yang di selonjorkan di pinggir jalan. Pria tersebut menyeka keringatnya dengan handuk kecil yang menjuntai di antara lehernya.

Dilihatnya berbagai macam orang yang berlalu lalang beraktivitas. Ada yang melakukan hal serupa dengannya, ada yang bersantai, dan ada juga yang mencari nafkah dengan berjualan di pinggir jalan.

Dikta berpikir, jika ia membuka usaha nanti, usaha apa yang akan ia dalami. Cukup lama mengamati keadaan sekitarnya hingga mata Dikta menangkap beberapa orang yang sedang menunggu di halte dengan seragam kantor yang ia kenakan. Entah mengapa, ada sedikit rasa penyesalan saat dirinya memutuskan untuk berhenti bekerja karena banyak orang yang berlomba-lomba menginginkan masuk ke perusahaan tersebut.

Namun, di sisi lain Dikta juga merasa lega keluar dari tempat itu. Jika tidak berhenti sekarang, mungkin entah sampai kapan Dikta mendapatkan tekanan demi tekanan yang ada di sana, tentu saja hal tersebut akan membuat mentalnya semakin tidak sehat.

Dikta kembali melanjutkan larinya. Saat berlari pun ia tetap berpikir keras bagaimana nanti ke depannya. Jika Dikta ingin membangun usaha, kemungkinan besar ia juga tidak akan langsung berjaya. Butuh waktu yang cukup lama untuk dirinya mengumpulkan modal menikahi Sarah dan itu akan lebih memperpanjang waktu lagi.

Dikta terhenti di salah satu minimarket. Ia membeli sebotol air mineral, dan langsung menenggaknya. Saat kakinya hendak melangkah menuju ke kasir, ia tak sengaja mendengar percakapan dua remaja yang saling berbincang. Dan perbincangan diantara mereka cukup menarik perhatian Dikta.

"Apa pekerjaan pacarmu? Jika dia menganggur, lebih baik putuskan saja. Pengangguran itu tidak mempunyai masa depan yang cerah. Lagi pula apakah kamu mau saat menikah dengannya kamu yang bekerja keras sementara dia enak-enakan di rumah. Ayolah! Jangan bodoh! Pria yang harusnya bekerja bukan wanita!"

Mendengar ucapan salah satu remaja tersebut, membuat Dikta sedikit merasa tersentil. Ia berjalan berlalu di antara mereka, dan membayar minum yang baru saja ia tenggak sedikit airnya.

Setelah keluar dari minimarket tersebut, Dikta pun mulai mengambil keputusan. Ucapan dua remaja tadi memanglah ada benarnya juga.

"Sebaiknya aku mencari pekerjaan lain saja. Mengandalkan tabunganku untuk penyambung hidup kami juga tidak akan cukup. Semua butuh proses pastinya. Baiklah, aku akan memutuskan untuk mencari pekerjaan lain," batinnya.

Dikta mengeluarkan ponsel yang ada di sakunya. Ia menekan kontak Sarah, hendak menelepon untuk mengatakan bahwa dirinya akan mencari pekerjaan lain. Namun, pria itu mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih untuk mengunjungi Sarah di apartemennya saja, sekaligus meminta maaf pada tunangannya itu karena telah membuat keputusan yang salah kemarin.

....

Malam itu, Dikta sudah terlihat rapi dengan menggunakan kemeja berwarna coklat dipadukan dengan celana jeans. Ia tak lupa mengenakan jaket kulitnya yang hanya digunakan saat berkendara saja. Pria tersebut menuju ke apartemen Sarah dengan menggunakan motor ninja CBR miliknya.

Dikta sengaja tidak mengabari Sarah karena ingin membuat kejutan kecil untuk gadis kesayangannya itu. Saat di perjalanan, ia singgah ke toko bunga. Tak lupa ia juga membeli cake untuk Sarah, mengingat bahwa sang kekasih sangat senang memakan red velvet cake.

Meskipun sedikit kesulitan membawa bunga dan cake tersebut secara bersamaan, mengingat motor yang ia kendarai bukanlah motor matic yang memiliki ruang yang cukup di bagian tengahnya. Namun, Dikta bisa mengakali itu semua dengan baik. Membawa kendaraan dengan berhati-hati agar cake tersebut tidak rusak.

Sayangnya, jarak sekitar 300 meter lagi menuju ke rumah Sarah, tiba-tiba turun hujan. Dengan terpaksa Dikta pun memilih untuk berteduh sejenak.

Pria itu mengeluarkan ponselnya. Ia ragu ingin mengabari kekasihnya atau tidak bahwa dirinya akan pergi ke apartemennya malam ini juga. Namun, Dikta kembali menyimpan ponselnya lagi ke dalam saku, dan mengurungkan niatnya untuk memberitahu hal tersebut.

"Jika aku memberitahunya sekarang, namanya bukan kejutan lagi," gumam Dikta.

Dikta terus menunggu, hingga 30 menit pun terlewat sudah, tetapi sayangnya hujan pun tak kunjung reda. Dikta melihat kotak cake yang ada di sampingnya. Ia melepaskan jaket kulit yang dipakainya, membalut kotak cake yang hanya berwadahkan kotak kertas saja. Ia pun mengambil resiko kehujanan demi menyelamatkan cake tersebut. Dikta, memilih untuk tetap berkendara di tengah hujan deras yang mengguyur ibu kota pada saat itu.

Setibanya di apartemen Sarah, Dikta menekan bel berulang kali. Namun, tak ada sahutan dari dalam. Pria tersebut tahu kata sandi pintu apartemen kekasihnya itu. Ia pun memasukkan sandi yang biasa digunakan oleh Sarah, lalu kemudian masuk ke dalam.

Pertama kali hal yang ia temukan, terdapat sepatu pria yang ada di sana. Dikta mengernyitkan keningnya, seribu kecurigaan pun mulai menyelimuti diri.

Ia kembali melangkahkan kakinya perlahan. Tidak ada siapapun di ruang tengah, akan tetapi Dikta menemukan pakaian pria dan wanita yang berserakan di sofa dan juga lantai.

Tangannya mulai gemetar. Ia benar-benar penasaran dengan semua itu dan memutuskan untuk membuka kamar Sarah. Dan ternyata ... malam itu Dikta menemukan sebuah fakta yang mengejutkan lagi. Dimana Sarah baru saja keluar dari kamar mandi yang ada di dalam kamarnya bersama dengan seorang pria. Dan pria itu tak asing lagi bagi Dikta.

Brakkkk ....

Dikta menjatuhkan cake yang dipegangnya. Sarah dan juga pria yang mengenakan jubah mandi itu pun langsung mengarahkan pandangannya ke sumber suara.

"Dikta, ...."

Bersambung ....

Bab 3. Jangan Bodoh!

Rambut basah dan jubah mandi membalut kedua orang tersebut yang tampak asik bercanda, membuat Dikta benar-benar hancur. Ia melemas, hingga cake yang dipegangnya pun terlepas.

Brakkkk ....

Kedua orang itu langsung terkejut dan mengarahkan pandangannya pada Dikta yang saat ini tengah menatap mereka dengan intens.

"Dikta, ...."

Sarah yang langsung terkejut dengan keberadaan Dikta langsung melepaskan pelukannya seketika. Sementara Dikta hanya diam membisu tanpa mengeluarkan kata-kata dari bibirnya.

Dan hal yang paling menyakitkan lagi, dimana saat Dikta mengetahui pria yang tengah bersama dengan Sarah itu adalah senior di tempat kerjanya dulu. Senior yang ia hujani pukulan dan membuat dirinya berhenti dari pekerjaan. Senior yang selama ini menekan dirinya di perusahaan.

Dikta langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sarah langsung mengejar Dikta, lalu kemudian menarik tangan pria itu. Dikta langsung menghempaskan tangan Sarah begitu saja hingga membuat Sarah mundur beberapa langkah.

"Terima kasih, dan maaf karena tak bisa menjadi yang terbaik untukmu."

Dikta melanjutkan langkah kakinya pergi meninggalkan apartemen itu. Bajunya basah kuyup, ditambah lagi hatinya terasa sakit melihat kejadian yang baru saja ia saksikan beberapa menit yang lalu.

Selama ini, Dikta sangat menjaga Sarah. Ia hanya memegang tangan Sarah. Saat berduaan, ia tak berani berbuat lebih bukan karena ia tak normal. Dikta tak ingin menodai Sarah dan menjunjung tinggi harga diri gadis yang ia sayangi. Baginya, ada saatnya nanti ia melakukan hal yang lebih, dimana saat keduanya telah disatukan dengan sebuah ikatan pernikahan.

Namun, sayangnya ... wanita yang ia junjung tinggi kehormatannya justru memilih menodai diri dengan pria lain. Seakan selama ini Dikta tak pernah dianggap oleh Sarah. Perjuangannya ... kerja kerasnya ... Semua itu hanya demi Sarah.

Baru kemarin mereka bertengkar hebat, mustahil jika malam ini Sarah memiliki pria lain dan langsung bermain sejauh itu. Pasti perselingkuhan tersebut sudah terjalin sebelumnya, atau memang sudah sangat lama.

Wajar jika senior itu selama ini selalu memberikan tekanan pada Dikta, karena nyatanya pria itu adalah pria yang juga memiliki hubungan spesial dengan Sarah, bahkan lebih spesial dari Dikta.

Di bawah guyuran hujan malam itu, Dikta membelah jalanan dengan motornya. Jika tadi ia rela hujan-hujanan demi menemui kekasih yang dicintainya, tetapi sayangnya hal itu tak sesuai harapan. Kekecewaan yang ia dapatkan.

Dikta berhenti di sebuah jembatan. Ia turun dari motornya, lalu kemudian berdiri di pinggir jembatan tersebut sembari melihat air sungai yang mengalir di bawahnya.

"Percuma ku lakukan semua ini, jika hanya sebuah pengkhianatan lah yang ku dapatkan. Andaikan aku tak mencintaimu sedalam ini, aku pasti tidak akan berkorban terlalu jauh, Sarah! Aku ... adalah manusia yang bodoh!" racau Dikta.

Dikta pun mulai memberanikan dirinya untuk menaiki besi penyangga jembatan tersebut. Pria itu berniat untuk mengakhiri hidupnya saja. Ia benar-benar kehilangan akal untuk saat ini.

Namun, saat ia telah membulatkan tekadnya untuk melompat, tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah tulisan yang ada di penyangga jembatan tersebut.

Jangan bodoh mati hanya karena cinta. Dengan banyak uang, kamu juga bisa membeli kebahagiaan tanpa mulai mengejar cinta lagi. Kami siap membantu setiap kesusahan anda. Dana cair langsung tunai tanpa perantara.

Setelah melihat tulisan tersebut, selangkah demi selangkah Dikta menurunkan kakinya di penyangga besi itu.

"Bisa-bisanya membaca tulisan yang berisikan iklan seperti ini membuatku langsung tersadar," gumam Dikta.

......

Keesokan harinya, Dikta telah membulatkan tekadnya untuk membuka usaha di desa. Setelah kejadian malam itu, ia tak lagi menghubungi Sarah. Lebih tepatnya Dikta menahan keinginannya untuk menghubungi gadis itu setelah mendapatkan pengkhianatan dari sang kekasih, dan menorehkan luka yang begitu mendalam.

Hari ini, Dikta memutuskan untuk mengemasi barang-barangnya. Ia ingin pulang ke desa, memulai semuanya dari 0. Untungnya Dikta masih mempunyai tabungan yang cukup besar untuk modal membuka usahanya. Tabungan yang hendak ia gunakan untuk mahar Sarah, ia gunakan untuk kepentingannya karena baginya tak akan ada pernikahan yang akan terjadi apalagi dengan gadis tersebut.

Setelah mengemasi barang-barangnya, Dikta pun berangkat mengendarainya motornya untuk menuju ke desa.

Di perjalanan, ia mencoba untuk menguatkan dirinya. Rasa sakit itu masih ada dan tetap ada. Apalagi Dikta pernah berkata pada orang tuanya yang ada di desa untuk membawa Sarah dan mengenalkannya secara langsung.

Namun, kini semua itu hanya tinggal lah kenangan belaka. Tak ada Sarah, tak ada lagi pernikahan, Dikta benar-benar memulai semuanya dari segi cinta maupun keuangan.

Setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu hampir 5 jam, akhirnya Dikta pun tiba di rumahnya. Kedua orang tuanya terlihat sangat antusias menyambut kedatangan Dikta. Begitu pula dengan kakak perempuannya dan juga abang iparnya.

Dikta menyalami satu persatu tangan kedua orang tuanya, begitu pula dengan kakak dan juga Abang iparnya itu.

"Loh, kok sendirian? Katanya bawa calon? Mana?" tanya Diana, kakak perempuan Dikta.

Dikta hanya diam sembari menanggapi pertanyaan itu dengan senyum simpul. Pria tersebut memilih untuk masuk ke rumah dan duduk di kursi yang ada di ruang tengah.

"Ditanya malah senyam-senyum! Mana adik ipar?" tanya Diana lagi.

"Sstttt ... Diana, adik kamu baru sampai. Mungkin dia capek. Biarkan dia istirahat dulu," sanggah Pak Bahri, ayah Dikta.

"Iya, kamu lagian nanya-nanya terus," sambung Jay yang juga menegur istrinya.

Diana hanya mengendikkan bahunya seraya mengambil satu buah jeruk yang ada di atas meja. Ia memilih untuk membungkam mulutnya dengan buah agar tak lagi banyak tanya.

"Aku sudah putus dengan Sarah."

Semua orang yang mendengar hal tersebut langsung terlonjak kaget. Terutama Diana yang baru saja memasukkan jeruk ke dalam mulutnya langsung keluar begitu saja.

"Aku juga sudah berhenti bekerja."

Kembali bersuara lagi membuat semua orang benar-benar tercengang melihat Dikta yang mengusap wajahnya dengan sangat kacau.

"Kamu berhenti? Itu perusahaan bagus, Dikta. Astaga kamu ini, bisa-bisanya ...." Diana benar-benar kehabisan kata-kata mendengar ucapan sang adik.

"Keputusanku sudah bulat. Lagi pula aku akan menetap di desa, aku akan membuat usaha," ucap Dikta.

Kedua orang tua Dikta saling melemparkan pandangan, dan sesaat kemudian menggelengkan kepalanya.

"Lalu ... kenapa kamu putus dengan Sarah. Bukankah kamu bilang akan menikahi gadis itu?" kali ini Bu Idah membuka suara, menanyai putra satu-satunya itu.

"Aku dan Sarah, kami tidak berjodoh. Kami juga tidak sejalan, maka dari itu kami memilih untuk berpisah," jelas Dikta.

"Emak, boleh Dikta istirahat? Dikta lelah karena menempuh perjalanan yang cukup jauh," lanjut Dikta.

Semua orang yang ada di sana pun menganggukkan kepalanya. Dikta langsung beranjak dari tempat duduknya menuju ke kamar. Alasan ia berpisah, Dikta masih menutupi semuanya. Meskipun Sarah melakukan hal yang fatal, setidaknya Dikta masih berbuat baik menutupi aib mantan kekasihnya itu.

Bersambung ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!