Eliminate You

Eliminate You

Become Satan

Katanya anak kecil tuh nggak tau apa2.

Tapi kurasa semua itu nggak berlaku untukku.

Gideon di Amaro.

Aku baru saja bangun dari tidur panjangku di tubuh anak kecil bau kencur ini.

Mau dilihat dari segi manapun, wajah imutnya benar2 membuatku jengkel setengah mati!

Tapi...

Sihirku masih terlalu sedikit untuk merubah wajah sialan ini!

Sepertinya aku harus bersabar sedikit lebih lama huh?

Yeah terserah lah!

Toh aku tak punya alasan melanjutkan hidup kok!

Jadi tak masalah kan kalo aku menghabiskan sisa hidupku dengan berleha-leha?

"Hihihi! Kau tak bisa mengejarku!" Ucap anak kecil.

"Huh! Awas kau ya! Aku pasti menangkapmu!" Ucap temannya.

"Coba saja!" Ucap anak kecil.

"KRAUK! KRAUK!"

Membosankan!

Apa ya?

Tak ada kah yang lebih menarik di hidup ini?

Padahal aku bangun dari tidur panjangku kan karena mati kebosanan di dalam peti mati yang sempit dan pengap itu!

Bahkan apel ini pun juga tak sedap!

Benar2 merusakkan suasana hati saja!

Cih!

"KAKEKKK!" Teriak seseorang.

"Huhuhu! Tidak mungkin! Kakek tak mungkin meninggalkanku kan?" Tanya seseorang.

Darah mengalir deras.

Aku pun jadi terpanggil ke sini karena aromanya yang lezat.

Sial!

Seharusnya aku bisa menahan diri!

Tapi...

Tak ada yang menyadari kehadiranku kan?

Anak itu terus saja menangisi hal remeh yang tak perlu.

Aku sudah sering melihat kematian orang2 di sekitarku.

Kematian pak tua seperti kakek ini tak ada spesialnya sedikitpun!

Aku jadi heran.

Kenapa pula anak polos sepertinya hatinya belum tercoreng setitik keburukan ya?

Apa karena memang belum waktunya dunia menunjukkan kekejamannya?

Yeah terserah lah!

Toh bukan urusanku juga kok!

Aku tak punya alasan untuk mencampuri kehidupannya.

"ARRGHH!"

"Lepaskan! Kumohon lepaskan!" Ucap seseorang.

"Kau pikir aku bodoh? Kau yang membunuh dan kau malah menangisi jasadnya? Kau pikir aku tak bisa melihat niat busukmu itu yang memuakkan?" Tanya orang dewasa.

"A-Apa maksud bibi? Aku tak melakukan apapun! Mengapa bibi menuduhku? Bukankah bibi sendiri yang menginginkannya mati sehingga semua warisan jatuh ke tangan bibi?" Tanya seseorang.

"Kau! Darimana kau belajar sikap tak tau diri begini? Mau taruh dimana wajahmu ini jika tak punya etika?" Tanya orang dewasa.

"Tak punya etika? Benar! Aku tak punya etika! Lalu kenapa bibi tak membunuhku juga? Biarkan aku mati bersama kakek! Lagipula sejak awal bibi ingin membunuhku bukan?" Tanya seseorang.

"Jaga mulutmu, biadab!" Ucap orang dewasa.

Perebutan hak waris ya?

Huh?

Nggak ada yang berubah ya?

Mau dari dulu sampai sekarang, tetap saja ada yang suka perebutan kayak beginian!

Tapi...

Entah kenapa anak polos itu aneh ya?

Hatinya masih suci, tapi mata dan pikirannya begitu tajam!

Kedengarannya dia seperti ceplas-ceplos, tapi apa benar begitu?

Aku rasa tidak tuh?

Apa mungkin sebelumnya dia suka mengamati dan belajar dari sekitarnya?

"Sudah puas kau menguping pembicaraan kami?" Tanya seseorang.

"Wah! Aku ketahuan ya?" Tanyaku.

"Siapa kamu?" Tanya seseorang.

"Seharusnya aku yang tanya itu padamu! Jujurlah padaku! Kau pasti bukan berasal dari sini kan?" Tanyaku.

"Apa urusannya kau ingin tau segitunya? Kau bahkan cuma orang asing di mataku! Bersikaplah seperti orang asing dan jangan banyak tanya padaku!" Ucap seseorang.

"Kau ini wanita pemarah ya? Ntar nggak ada cowo yang suka kamu loh!" Ucapku.

"Memangnya aku terlihat seperti membutuhkan cowo di sisiku?" Tanya seseorang.

"Iya tuh. Kau menggantungkan hidupmu pada pak tua ini kan? Jika tidak, untuk apa kau menangisinya? Dia tak akan kembali padamu." Ucapku.

"BUGH!"

"Jaga bicaramu! Aku tak suka kamu bilang begitu. Tidakkah kamu melihat aku sedih begini?" Tanya seseorang.

"Nggak tuh?" Tanyaku.

"Kau ini!"

"Ya emang bener kan? Tubuh anak ini memang sedih, tapi jiwamu tak begitu bukan? Kau dan si pemilik tubuh ini tak merasakan hal yang sama. Katakan padaku! Berapa lama kau akan meminjam tubuhnya?" Tanyaku.

"Tunggu sebentar! Kau bicara seolah mengetahui segalanya." Ucap seseorang.

"Nggak juga tuh? Aku kan cuma ceplas-ceplos. Sama seperti kamu yang ceplas-ceplos di depan nenek lampir itu." Ucapku.

"PFT! Woahahaha!"

"Kau benar2 lucu! Siapa namamu?" Tanya seseorang.

"Deon."

"Kau sungguh bukan keluarga kerajaan?" Tanya seseorang.

"Bukan. Lalu kau? Kau mengharapkan punya teman yang berasal dari golongan ningrat seperti anak di depan sana?" Tanyaku.

Dia terdiam.

Ternyata dia ragu pada dirinya sendiri ya?

Tapi jika aku membuatnya tersulut amarah, iri dengki, penderitaan, kebencian, dan dendam kesumat...

Bukankah dia akan sangat mudah digerakkan?

HM...

Kalau begitu, aku tak boleh terlalu jauh darinya!

Kau benar.

Aku iri pada anak2 ningrat itu.

Mereka tertawa bahagia menjalani hidup yang serba dipermudah ortunya.

Tak punya beban hidup.

Mau apapun langsung dikasih.

Keluarga hangat dan harmonis.

Semua privilege pasti punya.

Aku juga ingin mencicipi kehidupan kayak gitu!

Tapi aku bisa apa?

Aku hanyalah rakyat jelata.

Begitu aku besar, aku akan sama gembelnya dengan keluargaku!

Cih!

Benar2 menyedihkan ya?

"Wah... Sepertinya sudah mulai nih bibit2nya? Khekhekhe!" Batin Deon.

"Kau ingin merubah jalan hidupmu?" Tanya Deon.

"A-Apa?" Tanyaku.

"Tubuh aslimu sudah mati dan kau meminjam tubuh anak ini tanpa baca dulu isi kontraknya. Karna kelalaianmu, kau malah berakhir menyedihkan begini. Makanya aku tanya padamu! Mau apa nggak?" Tanya dia.

"Ha! Kau berbicara semudah itu. Pasti ada harga yang harus dibayar kan? Orang sepertimu takkan bergerak kalo itu tak menguntungkanmu!" Ucapku.

"Benar. Sebagai gantinya, jadilah asistenku!" Ucapnya.

"Kenapa harus aku? Kau kan bisa pilih orang lain! Atau... Apa ini karna jiwaku begitu indah di matamu? Maksudku jiwa yang penuh kegelapan dan keburukan?" Tanyaku.

"Bagus! Untungnya kamu nggak bego2 amat!" Ucapnya.

"Baiklah. Aku ikut. Tapi bisakah aku berubah wujud sesuai keinginanku?" Tanyaku.

"Tentu."

Seperti ucapannya.

Aku memang pernah mati dan hanya tubuh ini lah yang bisa aku tukar dengan jiwaku.

Apa aku sudah gila?

Kurasa begitu.

Tapi mau gimana lagi?

Aku nggak rela mati!

Masih ada banyak hal yang harus diselesaikan.

Balas dendamku pun belum sepenuhnya terwujud.

Dengan keadaan begini, memangnya aku bisa mati dengan tenang?

Bahkan surga pun tak sudi menerimaku!

"Tingkatmu masih pemula. Kau bisa mendapatkan apapun yang kau mau setelah berkali2 meningkatkan dirimu!" Ucapnya.

"Apa sesama iblis juga punya saingan?" Tanyaku.

"Nah itu tau. Makanya jangan mempermalukan diriku ok?" Tanya dia.

Aku mendapatkan banyak tugas.

Dari banyak tugas yang dikasih, aku diharuskan berbaur dengan sesama iblis.

Meski begitu, aku tak berpikir semuanya bakal berjalan mudah.

Pasti ada tantangannya bukan?

Terlebih lagi aku termasuk golongan manusia yang jadi iblis, bukan benar2 dari lahir sudah ditakdirkan jadi iblis sungguhan!

BERSAMBUNG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!