Chapter 13

Sementara itu di sel kapolsek, Rudi berbaring terlentang dan meletakkan kedua tangannya di belakang kepala, di lantai yang di lapisi tikar di dalam sel. Dia mengatakan “status” di kepalanya, “blung,” sebuah layar hologram yang hanya bisa di lihat olehnya muncul di depan wajahnya. Sekarang Rudi sudah bisa membuka statusnya ketika dia sedang sadar karena hatinya sudah menyatu dengan sistem. Dia mempelajari tulisan di dalamnya, tapi dia ingat dengan misi pertama ketika dia berada di sekolah Rina versi horror.

“Hmmm...kalau yang semalem jelas karena gue marah sampe dendem ama Doni, kapolsek dan bapaknya Doni, terus terang yang semalem puas, tapi waktu di sekolah Rina itu buat apa ya ?” tanya Rudi dalam hati sambil melihat statusnya.

[Siiiiaaaang maaas Rudiiii.]

“Hiii...oi NS, ganti suara lo napa jangan kayak kuntilanak gitu, bikin merinding aja,” ujar Rudi di kepalanya.

[Affirmative]

[Nah sekarang bagaimana ?]

“Nah gitu dong, kayak om om, mendingan, trus gue mau tanya, waktu tugas di sekolah Rina sampe bikin orang pingsan itu buat apa ?” tanya Rudi di kepalanya.

[Orang orang itu berpotensi mengganggu adikmu di masa depan.]

“Hah...kalo yang ngerokok, di kantin ama di ruang guru gue ngerti, mungkin mereka berpotensi, tapi masa yang nyontek di kelas kena juga, potensinya apaan coba ?” tanya Rudi.

[Ah mereka hanya untuk menggenapi supaya jumlahnya 10 dan rewardnya 1 juta karena setiap kepala di hargai 100.000.]

“Jeh...ternyata, trus berarti si kapolsek yang doyan duit bapaknya si Doni udah beres, kalo bapaknya si Doni yang terakhir itu gimana nasibnya ?” tanya Rudi.

[Sebentar lagi kamu akan tahu, sabar saja.]

“Hmm...gitu, ya udah deh, trus kapan gue keluar ?” tanya Rudi.

[Tiket sudah di gunakan, masih dalam proses, sabar saja.]

“Tapi gue ga akan lama di dalam sini kan ?” tanya Rudi lagi.

[Tidak, bersabar saja.]

“Duitnya udah nyampe ke Rina ?” tanya Rudi.

[Tentu saja sudah, tugas selanjutnya akan ada besok, hari ini silahkan beristirahat.]

“Ok ok...asal yang penting gue keluar cepet ya,” ujar Rudi.

[Di jamin kamu pasti keluar.]

“Berarti kalau gue tidur, gue ga ngimpi dulu kan hari ini ?” tanya Rudi lagi.

[Tidak, kecuali ada hal yang harus di bereskan segera seperti semalam.]

“Sip kalau gitu, thanks NS....tapi nama lo apa ga bisa di ganti ? kayaknya ga enak banget manggil NS,” ujar Rudi.

[Silahkan masukkan input anda.]

Sebuah keyboard hologram muncul di bawah layar status Rudi, dia langsung berpikir untuk memberi nama kepada NS. Setelah cukup lama merenung akhirnya dia memberi nama Neos.

[Affirmative...mulai sekarang nama saya Neos, terima kasih.]

“Padahal gue cuman nyelipin huruf e ama o aja biar kagak konsonan semua hehe,” ujar Rudi.

[Baiklah, saya pamit dulu, sebentar lagi ada tamu.]

“Hah tamu ?” tanya Rudi.

Tapi Neos sudah tidak menjawab dan layar hologram di depan wajah Rudi juga menghilang, Rudi kembali berbaring menatap langit langit,

“Sabar kan katanya...sabar sabar,” ujar Rudi dalam hati.

“Tlak..tlak..tlak,” Rudi mendengar beberapa langkah berjalan cepat menuju ke arah selnya dari depan.

******

Sementara itu tiga puluh menit sebelumnya, di dalam taksi online, Rina dan Meli menoleh keluar jendela, alasannya karena keduanya duduk di sisi dekat pintu di belakang sementara Farah di tengah mereka dan Sari di depan.

“Kenapa lo ikut sih ?” tanya Rina ketus sambil melirik kepada Farah.

“Ma..maaf, tapi aku khawatir Rin...aku baru tahu soal....”

“Hah khawatir ama siapa ? abang gue apa abang die ? dasar perempuan gatel,” Meli memotong ucapan Farah sambil melirik Farah.

Farah hanya terdiam dan menunduk sambil meremas roknya yang menutupi lututnya, wajahnya merah dan terlihat malu, Sari yang duduk di depan merasa iba melihat Farah,

“Lo berdua udah dong, jangan marah marah ya,” ujar Sari menoleh ke belakang.

“Lo juga gimana sih Sar, kenapa juga ngajak dia,” ujar Rina.

“Abisnya gimana, gue kasih tahu dia kalo kita mau ke polsek jenguk kak Rudi, trus dia mau ikut...gue juga bingung jadinya,” ujar Sari.

“Lah lo kenapa ngasih tahu ke dia, kita aja ngelewatin dia kan tadi,” ujar Meli nyeletuk.

“Iya maaf, gue ga tega aja ngeliat kak Farah yang sedih gitu,” balas Sari.

Karena melihat Sari di sudutkan dan tidak mau ketiganya berkelahi karena dirinya, akhirnya Farah menoleh melihat Rina kemudian melihat Meli,

“Aku yang maksa ikut, jangan salahkan Sari ya Rina, Meli,” ujar Farah memberanikan diri bicara membela Sari.

“Huh...” Rina dan Meli kembali melihat ke luar jendela.

Tak lama kemudian karena jalanan kosong, mereka sampai di polsek, ketika turun mereka bingung melihat kondisi polsek yang sepi dan banyak polisi yang sedang sibuk. Ke empatnya berjalan masuk dan bertemu dengan seorang polwan bernama Yuli yang tertulis di seragamnya sedang duduk di meja pelayanan masyarakat sendirian.

“Siang bu Yuli, saya mau menjenguk tahanan boleh ?” tanya Rina langsung.

“Maaf, saat ini tidak bisa, kantor dalam keadaan sibuk, mohon kembali besok saja,” jawab Yuli.

“Waduh bu, tolong bu, saya hanya mau memberikan pakaian dan selimut untuk kakak saya,” ujar Rina.

“Seperti yang anda lihat, saat ini kami sedang sibuk,” ujar Yuli.

Tiba tiba Farah memegang pundak Rina dan maju ke depan menjulurkan kepalanya ke belakang meja.

“Maaf bu, tapi tolong berikan kita akses masuk ke dalam, kita tidak minta waktu banyak hanya untuk menyerahkan barang dan melihat kondisi saja, kami benar benar mohon bu,” ujar Farah memelas.

“Begini ya, seperti yang ku bilang, kantor lagi kekurangan personel, kapolsek kami baru saja meninggal semalam, empat polisi pingsan di rumahnya dan sekarang koma, kita semua di sini lagi hectic dan pekerjaan kita menumpuk, tolong anda semua mengerti posisi kami,” ujar Yuli kesal.

“Ya sudah kalau gitu bu, ijinkan kami menunggu di sini,” ujar Farah.

“Aduh, kalian kembali saja besok, jangan menunggu di sini,” ujar Yuli.

“Tidak bu, kami akan menunggu di sini sampai di ijinkan menjenguk,” ujar Farah sedikit keras.

Yuli yang awalnya sambil menulis dan tidak melihat siapa di belakang counter, mendongak melihat empat wajah gadis cantik yang memelas dan berpendirian teguh tidak bergeming. Dia menaruh pennya di meja dan berdiri.

“Begini saja, saya selaku wakapolsek memberi kalian, tapi hanya 15 menit, lebih dari waktu itu kami akan memaksa kalian keluar, kalian lihat kan, saya turun tangan langsung di meja depan membantu personel saya, jadi kita ini benar benar sibuk, tolong mengerti,” ujar Yuli.

“Baik bu, terima kasih,” balas ke empatnya ceria.

Ke empatnya langsung masuk ke dalam dan berlari menuju ke sel tempat Rudi menginap semalam. Setelah sampai, mereka melihat Rudi sedang terduduk di atas tikar.

“Kaka....” teriak Rina yang langsung memegang jeruji.

Rudi berdiri berjalan mendekati jeruji, tangannya terjulur keluar dan memegang kepala Rina sambil tersenyum. “Huuu...huuu...kakak,” Rina langsung memeluk Rudi yang berada di belakang jeruji. Di belakangnya, Rudi melihat Sari yang tersenyum dan Meli yang menunduk, kemudian Meli maju ke depan,

“Kak...maafkan aku dan keluargaku ya kak, kami sudah bikin susah kakak, maaf ya kak,” ujar Meli.

“Ga apa apa Mel, aku tidak menyalahkan kamu kok, sudah ga usah di pikirin, tenang saja, pasti aku tidak akan lama berada di sini (kata Neos),” balas Rudi.

Kemudian Rudi menoleh, dia melihat seseorang menghadap belakang yang berdiri di belakang Sari.

“Lo ngapain kesini ?” teriak Rudi.

“Anu Rud...gimana keadaa....”

“Keluar lo...gue ga mau liat muka lo,” teriak Rudi memotong ucapan Farah.

“Rud..tolong...ijinkan aku...”

“Diam....pergi, pergiiiiiii.....” teriak Rudi.

“Sudah denger kan, pegi sono,” tambah Rina.

“Tolong ya, jangan ngerusak acara, cepet keluar,” tambah Meli.

Air mata langsung berlinang di wajah Farah, wajahnya terlihat sedih, dia langsung berlari keluar, Meli mendorong Sari supaya ikut keluar karena dia mau menceritakan apa yang terjadi pada Rudi dan menolong Farah. Sari mengangguk dan berlari keluar menyusul Farah, setelah itu Rina dan Meli menenangkan Rudi yang masih emosi karena melihat Farah. Setelah Rudi agak tenang,

“Kak, aku mau cerita soal keluargaku saat ini ya,” ujar Meli.

“Iya kak, Meli sudah menceritakan juga padaku,” tambah Rina.

Keduanya mulai bercerita tentang apa yang terjadi pada keluarga Meli dan bagaimana kondisi ayah Meli sekarang. Rudi langsung kaget dan menutup mulutnya, tapi di balik tangannya, ada senyum lebar yang menghiasi wajahnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!