NovelToon NovelToon
Silent Crack

Silent Crack

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Obsesi / Beda Usia / Romantis
Popularitas:454
Nilai: 5
Nama Author: Penulismalam4

Romance psychological, domestic tension, obsessive love, slow-burn gelap

Lauren Hermasyah hidup dalam pernikahan yang perlahan kehilangan hangatnya. Suaminya semakin jauh, hingga sebuah sore mengungkapkan kebenaran yang mematahkan hatinya: ia telah digantikan oleh wanita lain.

Di saat Lauren goyah, Asher—tetangganya yang jauh lebih muda—selalu muncul. Terlalu tepat. Terlalu sering. Terlalu memperhatikan. Apa yang awalnya tampak seperti kepedulian berubah menjadi sesuatu yang lebih gelap, lebih intens, lebih sulit dihindari.

Ketika rumah tangga Lauren runtuh, Asher menolak pergi.
Dan Lauren harus memilih: bertahan dalam kebohongan, atau menghadapi perhatian seseorang yang melihat semua retakan… dan ingin mengisinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penulismalam4, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

09_Masa lalu dalam mimpi

Kampus sore itu ramai. Matahari mulai condong ke barat, memantulkan cahaya hangat ke jendela-jendela gedung teknik. Mahasiswa berdatangan ke kantin, beberapa membawa laptop, beberapa sekadar mencari kursi kosong untuk mengobrol.

Di sudut paling belakang kantin, duduklah Asher De Luca.

Ia bersandar santai di kursi, satu kaki terlipat, headphone menggantung di leher. Rambut hitamnya yang tidak terlalu panjang sedikit berantakan, khas seseorang yang tidur hanya empat jam semalam. Wajahnya datar, tak menunjukkan sedikit pun emosi.

Di meja itu ada tiga temannya:

Rey—si cerewet yang hobi menggoda,

Gilang—yang paling tenang,

dan Yara—teman satu angkatan yang sudah menyerah memahami sifat Asher.

Seperti biasa, kehadiran Asher menarik perhatian beberapa mahasiswa lain, terutama para perempuan. Bukan hanya karena wajahnya yang rupawan atau aura misteriusnya—tapi karena sikap dinginnya yang tidak pernah berubah.

“Bro, lo liat tugas biomekanik? Dosen killer itu ngasih deadline tiga hari. TIGA,” keluh Rey sambil meraih gorengan.

Gilang mengangguk. “Udah biasa. Tapi kenapa gue ngerasa dia paling sadis ke kelas kita?”

Asher makan dengan tenang, sendok dan garpu bergerak rapi, teratur.

Wajahnya tidak menunjukkan ikut stres, padahal dia yang paling banyak kerja kelompok karena nilainya selalu tinggi. Dia justru berkata datar:

“Deadline tiga hari masih masuk akal. Kalau kalian mulai sekarang.”

Rey memukul dahinya. “Gue tuh butuh pelukan lo, Sher. Bukan motivasi.”

Asher melirik—dingin, nyaris mematikan.

Rey langsung terdiam.

Yara tertawa kecil.

“Udah tau dia anti sentuhan, masih aja lo cari mati,” ucap Yara sambil menyeruput minuman.

Rey mengangkat tangan, menyerah.

“Gue cuma bercanda…”

Asher kembali makan tanpa memberikan reaksi lain.

**

Beberapa detik kemudian, seorang gadis mendekat. Mengenakan seragam himpunan jurusan dan wajah yang disiapkan untuk menggoda.

“Asher…”

Suara lembut, dibuat-buat manis.

Meja yang semula berisik langsung mendadak hening.

Gadis itu melangkah mendekat, berdiri tepat di samping Asher. Ia mencoba mencondongkan tubuh, berharap mendapat perhatian.

“Aku mau tanya… minggu depan kamu free nggak? Kita—”

Asher tidak menjawab.

Tidak melihat.

Tidak bergerak sedikit pun.

Seakan gadis itu tidak ada.

Tatapannya tetap ke piring makan, ritme gerakan tangannya tidak berubah. Bahkan kedipan matanya pun tetap konstan.

Gilang dan Yara saling melirik.

Rey mencoba menahan tawa.

Gadis itu tersenyum kaku, berusaha tetap percaya diri.

“Asher? Kamu dengar aku kan?”

Diam.

Wajah gadis itu memerah—entah karena malu atau marah.

“Asher De Luca!” akhirnya ia menegur dengan sedikit nada tinggi.

Dan barulah Asher bergerak.

Perlahan, ia meletakkan garpu dan sendoknya.

Menegakkan punggung.

Menoleh… tapi bukan pada si gadis. Ia justru melihat Rey—temannya sendiri.

“Rey,” katanya datar. “Tolong bilang padanya kalau aku tidak suka diganggu ketika sedang makan.”

Rey hampir tersedak. “L-lo suruh gue—?”

Gadis itu membelalak, kesal.

“Asher, kamu bisa bilang langsung ke aku, kenapa harus—?”

Asher berdiri.

Tidak marah.

Tidak tertekan.

Hanya… dingin.

“Karena aku sudah bilang berkali-kali,” suara Asher rendah, tenang, tapi tajam. “Jangan berada terlalu dekat. Dan jangan sentuh aku.”

Gadis itu otomatis mundur satu langkah.

Tatapan Asher begitu datar sampai hampir menakutkan.

Aura yang keluar dari tubuhnya sama sekali tidak memberi ruang untuk pendekatan.

“Aku tidak tertarik,” lanjutnya singkat. “Pada siapapun.”

Dan dengan itu, ia mengambil tray makanannya dan berjalan pergi, meninggalkan meja yang kini sunyi.

Rey mengangkat kedua tangannya. “Astaga… itu udah kayak ditolak level dewa.”

Yara menyandar ke kursi. “Gue selalu bilang, Asher bukan tipe orang yang suka dikejar-kejar.”

Gilang menghela napas. “Dia bukan sekadar dingin… dia menjaga jarak.”

Rey bersandar, mengerutkan dahi, lalu berkata setengah berbisik:

“Gue penasaran… apa yang pernah terjadi sama dia sampai sentuhan pun dia hindarin?”

Mereka terdiam.

Hanya satu orang yang tidak menyadari bahwa jawaban dari pertanyaan itu…

ada di dalam laci nakas kamar Asher, tersimpan dalam kertas usang—foto seorang anak laki-laki dan seorang gadis 22 tahun.

Masa lalu yang membentuknya.

Masa lalu yang masih membekas… sangat dalam.

___

Kuliah telah selesai. Matahari sudah tenggelam di balik gedung kampus ketika Asher berjalan keluar gerbang, headphone kembali menggantung di lehernya. Ia tampak lebih diam dari biasanya—meski bagi orang lain itu mungkin sulit dibedakan.

Langkah kakinya panjang, cepat, seolah ia ingin segera pulang.

Bukan karena rindu rumah…

tapi karena tubuhnya terasa lelah dengan cara yang berbeda.

Lelah yang datang dari dalam.

Saat sampai di rumah, ia membuka pintu dengan gerakan rutin. Tanpa menyalakan lampu ruang tamu, tanpa melepas ransel dengan hati-hati. Ia hanya menjatuhkan barang-barangnya di kursi dan langsung menuju kamarnya.

Begitu kepala menyentuh bantal, matanya terpejam.

Tidur menyeretnya seperti pusaran air, cepat, tanpa perlawanan.

Sesaat kemudian, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.

Napasnya pendek—quick, shallow breaths—seolah paru-parunya menolak dipenuhi udara. Jemarinya menggenggam seprei, seperti anak kecil yang berusaha berpegangan agar tidak jatuh ke dalam kegelapan.

Lalu mimpi itu datang.

—Suara teriakan wanita.

Panjang. Melengking. Penuh amarah dan kebencian.

Suara yang merobek malam.

—Tangisan anak laki-laki kecil.

Isak yang terputus-putus. Napas yang tercekat.

“Jangan lakukan hiikss…”

Suara yang terdengar seperti memohon.

—Dan di tengah kekacauan itu…

sebuah senyum.

Senyum lembut milik seorang wanita muda berusia 22 tahun.

Rambutnya jatuh sedikit berantakan, matanya hangat.

Ia berlutut, memeluk anak laki-laki itu erat—pelukan yang hangat, aman, menenangkan.

“Asher… tidak apa-apa… Kakak ada di sini.”

Namun tepat ketika tangannya menyentuh kepala si anak, senyum itu memudar, kabur seperti asap yang tertiup angin.

Setelah itu hanya ada suara pintu terhempas, bayangan seseorang masuk, dan mimpi itu—seperti biasa—terputus dengan kegelapan pekat.

Asher terbangun dengan hentakan.

Dadanya naik turun cepat, seperti baru saja berlari jauh. Napasnya masih tersengal, keringat dingin mengguyur punggung dan keningnya. Ia menekan wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menyingkirkan sisa-sisa mimpi itu.

Sudah bertahun-tahun.

Sudah begitu lama.

Namun mimpi itu selalu datang ketika ia terlalu lelah untuk melawan.

Mimpi yang sama.

Tentang suara ibunya.

Tangisan dirinya sendiri.

Dan wanita misterius yang selalu memeluknya dalam ingatan… namun tak pernah ia lihat lagi di dunia nyata.

Asher menatap langit-langit kamar, matanya gelap, dingin, hampir kosong.

“Tidak apa-apa…” katanya pelan, seolah menirukan suara dari mimpinya.

Tapi suaranya sendiri terdengar bergetar.

Dan ia tahu—dalam-dalam—bahwa setiap kali ia memejamkan mata, kisah lama itu akan kembali menghantuinya.

Karena masa lalunya belum selesai.

Belum pernah benar-benar pergi.

1
Mao Sama
Apa aku yang nggak terbiasa baca deskripsi panjang ya?🤭. Bagus ini. Cuman—pembaca novel aksi macam aku nggak bisa terlalu menghayati keindahan diksimu.

Anyway, semangat Kak.👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!