NovelToon NovelToon
DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Balas Dendam / Robot AI / Anak Yang Berpenyakit / Kultivasi Modern
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Zen Feng

Baskara—menantu sampah dengan Sukma hancur—dibuang ke Jurang Larangan untuk mati. Namun darahnya membangunkan Sistem Naga Penelan, warisan terlarang yang membuatnya bisa menyerap kekuatan setiap musuh yang ia bunuh. Kini ia kembali sebagai predator yang menyamar menjadi domba, siap menagih hutang darah dan membuat seluruh kahyangan berlutut. Dari sampah terhina menjadi Dewa Perang—inilah perjalanan balas dendam yang akan mengguncang sembilan langit!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 13: PELARIAN DARI NAGA KUNO & PEMBANTAIAN PERTAMA

Baskara melesat membelah kegelapan lorong gua. Kecepatannya kini berada di level yang tidak masuk akal.

WHOOSH!

Tubuhnya hanyalah blur hitam—bahkan tanpa mengaktifkan [Silent Flash], gerakannya sudah secepat angin badai yang mengamuk.

‘'Ini... kekuatan Ranah Pengumpulan Prana Bintang 8...'

Di depan, seekor Shadow Wolf (Pengumpul Prana B6) melompat dari celah kegelapan, taring teracung mengincar leher.

Baskara bahkan tidak melambat.

Tangan kanannya hanya terayun santai saat ia berlari melewatinya.

WHAM!

Serigala itu terlempar menghantam dinding batu hingga retak—lehernya patah seketika dalam posisi aneh.

[Target Tereliminasi! Kultivasi +200. Absorb otomatis aktif.]

Tubuh serigala itu mengering dalam hitungan detik saat Baskara lewat—energi kehidupannya tersedot habis tanpa Baskara perlu berhenti barang sedetik pun.

[Absorb jarak jauh aktif! Radius efektif: 10 meter!]

"Berguna sekali," gumam Baskara dingin, matanya terus menatap lurus ke depan.

Tiga puluh menit kemudian—

Kawanan Kelelawar Kristal (Pengumpul Prana B7)—puluhan ekor—menyerang dari langit-langit gua seperti hujan jarum!

Baskara tidak menghindar. Ia justru menerjang masuk ke tengah kerumunan itu.

[LEDAKAN PRANA]!

BOOM!!!

Gelombang energi merah meledak dalam radius 15 meter. Puluhan kelelawar kristal itu jatuh berjatuhan seperti lalat yang disemprot racun. Jantung mereka hancur serentak akibat tekanan udara.

[12 Target Tereliminasi! Absorb massal...]

Energi mengalir masuk—tapi Baskara bahkan tidak merasakan dampaknya. Seperti meneteskan segelas air ke samudra luas. Wadah kekuatannya kini terlalu besar untuk dipuaskan oleh monster kroco.

'Mereka terlalu lemah sekarang.'

Satu jam berlalu.

Dua jam.

Tiga jam.

Baskara terus berlari tanpa henti—membunuh setiap monster yang menghalangi—menyerap tanpa jeda—tidak pernah lelah.

[Battle Regeneration] aktif secara pasif—stamina pulih lebih cepat daripada yang terkuras.

[Thousand Poisons Immunity] membuat semua serangan beracun terasa seperti gigitan semut.

Ini bukan lagi perburuan.

Ini adalah pembantaian brutal.

[Total eliminasi sejak keluar dari lubang: 47 Spirit Beasts.]

[Estimasi waktu ke pintu keluar: 2 jam 15 menit.]

"Lebih cepat dari yang kukira," Baskara menyeringai, mempercepat langkahnya.

Hanya beberapa jam sejak menyerap Core King Blood Ape—

Baskara akhirnya tiba di ujung sistem gua yang berliku.

LUAS.

Sangat luas.

Ia berdiri di ambang sebuah ruangan raksasa—kubah alami dengan tinggi langit-langit mencapai 50 meter dan lebar lebih dari lapangan bola.

Di hadapannya terbentang tiga persimpangan lebar.

Kiri. Tengah. Kanan.

Masing-masing adalah lorong gelap yang mengarah ke kedalaman berbeda.

Tapi yang menarik perhatian Baskara bukanlah lorong-lorong itu.

Melainkan apa yang ada di atas.

Dari sebuah celah besar di langit-langit yang jauh di atas sana—

Cahaya bulan masuk.

Cahaya putih keperakan yang menerangi debu-debu purba yang mengambang di udara.

[Tuan! Itu dia! Pintu keluar!]

Sistem berbicara dengan nada gembira yang jarang terdengar.

[Celah di langit-langit itu adalah jalan keluar dari Jurang Larangan! Kita berhasil! Kita—]

GRRRRRRR...

Suara gemuruh rendah bergema, memotong kegembiraan mereka.

Baskara membeku.

[...Tunggu. Ada sesuatu.]

GRRRRRRR...

GRRRRRRR...

Suara itu semakin keras.

Tidak. Bukan suara.

Ini adalah GETARAN.

Lantai gua bergetar hebat. Stalaktit kecil berjatuhan dari langit-langit. Batu-batu kerikil meluncur turun dari dinding.

Dan kemudian—

Dari lorong tengah—

Puluhan Spirit Beast Ranah Pengumpu Prana berlarian keluar seperti tsunami!

Shadow Panther (B6)!

Stone Golem (B7)!

Magma Toad (B7)!

Thunder Crow (B7)!

Semua berlarian dengan panik—tidak menyerang satu sama lain—hanya LARI!

Mata mereka terbelalak putih. Mereka melarikan diri dari sesuatu yang jauh lebih mengerikan daripada kematian.

Baskara menempelkan punggung ke dinding—membiarkan kawanan monster itu lewat.

Mereka bahkan tidak melihatnya—terlalu panik—terlalu ketakutan.

'Apa yang bisa membuat monster-monster tingkat tinggi ini ketakutan sampai segitu?'

Lalu ia merasakannya.

AURA.

Aura yang berbeda dari apa pun yang pernah ia rasakan di jurang ini.

Bukan hanya kuat.

Tapi KUNO.

Seperti sesuatu yang sudah tertidur selama ribuan tahun dan baru saja membuka matanya dengan amarah.

WHOOOOSH!!!

Hembusan angin panas menerpa dari lorong tengah!

Suhu ruangan naik drastis dalam sekejap! Dari dingin lembap menjadi panas menyengat seperti tungku pembakaran!

Baskara menatap lurus ke dalam kegelapan lorong tengah—

Dan melihatnya.

Dua mata bulat besar bercahaya kuning emas.

Masing-masing sebesar kepala manusia.

Pupil vertikalnya menatap langsung ke arah Baskara.

Mata itu semakin dekat.

THUD. THUD. THUD.

Langkah berat.

Setiap langkah membuat jantung bumi berdegup.

Dan kemudian—dari kegelapan lorong—

MUNCUL.

Kepala raksasa.

Panjang 10 meter. Lebar 5 meter. Ditutupi sisik batu yang berkilat metalik seperti baju zirah dewa.

Tanduk melengkung ke belakang—masing-masing sepanjang tombak perang.

Mulutnya sedikit terbuka—menampakkan deretan taring sebesar pedang besar—dan di dalam kerongkongannya, terlihat cahaya merah menyala. Magma.

Tubuh yang mengikuti kepala itu seperti pegunungan berjalan—panjang total mungkin mencapai 40 meter—dipenuhi sisik batu yang saling tumpang tindih.

Empat kaki sebesar pilar istana kerajaan.

Ekor panjang yang ujungnya berduri runcing seperti gada raksasa.

Dan sayap—sayap batu besar yang terlipat di punggung.

ANCIENT STONE DRAGON.

Naga Batu Purba.

[TUAN! ITU—ITU PENGUASA SEBENARNYA DARI JURANG LARANGAN!]

Sistem berteriak dengan nada campuran antara kekaguman dan horor murni.

[Ancient Stone Dragon! Ranah Ranah Jiwa Baru Bintang 3! Kekuatannya berkali-kali lipat di atas King Blood Ape!]

[Dan dia—dia melacak aura Naga dari tubuh Anda! Dia menunggu di jalan keluar! Ini jebakan!]

Baskara menelan ludah. Keringat dingin menetes, langsung menguap karena panasnya udara.

Ancient Stone Dragon menatapnya dengan mata yang penuh... kecerdasan.

Ini bukan binatang buas bodoh. Ini adalah makhluk yang sudah hidup ribuan tahun. Yang punya pikiran. Yang punya harga diri.

Naga itu membuka mulut perlahan—

Cahaya merah di tenggorokan semakin terang—

Magma berkumpul—

Akan menyembur—

[TUAN! LARI SEKARANG! KE CELAH DI ATAS! INI SATU-SATUNYA KESEMPATAN!]

Tapi Baskara tidak bergerak.

Matanya menatap Ancient Stone Dragon dengan tatapan yang aneh.

Bukan takut.

Bukan gentar.

Tapi... menantang.

Dan sesuatu di dalam dadanya—di tempat Sukma berada—

Bergetar.

Bergetar merespons kehadiran Naga di depannya.

'Sistem... kau bilang dia melacak aura Naga dariku?'

[Sebenarnya, Naga sangat sensitif dengan kawasan teritori. Tiap Naga akan mengusir Naga lain yang memasuki kawasannya. Namun, kasus Anda berbeda…]

'Berbeda?'

[Anda telah mewarisi kekuatan dan kehendak Raja Naga, Naga yang begitu dihormati. Namun, saat ia merasakan aura Raja Naga yang bercampur dengan aura Anda, Tuan. Ia merasa sangat marah, mengira Anda mencuri kekuatan Raja Naga yang tertidur. ]

Baskara menyeringai gila. ‘Raja Naga ya…’

[Ditambah ia melihat Anda mencuri sisiknya, ia semakin yakin Anda adalah pencuri.]

"Kalau begitu... ayo kita tunjukkan, aku layak mendapatkan kekuatan ini!."

[SILENT FLASH]

WHOOOOSH!!!

Tubuh Baskara menghilang—kecepatan 300%—

TIDAK ADA SUARA!

Ancient Stone Dragon yang hendak menyembur magma terkejut—mangsanya lenyap dari pandangan!

Baskara muncul kembali 20 meter ke kiri—sudah berlari di dinding vertikal, menantang gravitasi!

BOOOOM!!!

Magma menyembur dari mulut Naga—mengenai tempat Baskara tadi berdiri—batu granit meleleh menjadi sungai lava dalam sekejap!

Tapi Baskara sudah tidak di sana!

[SILENT FLASH] aktif lagi—blur ke kanan—

Muncul di langit-langit gua—berlari terbalik seperti laba-laba!

Dragon mengikuti dengan mata—leher panjangnya memutar—

BOOOOM!!!

Semburan magma kedua—mengenai langit-langit—stalaktit meleleh dan menetes seperti hujan api!

Baskara sudah melompat—melayang di udara tepat di atas kepala naga!

Naga itu membuka sayap—akan terbang mengejar—

Tapi Baskara tidak kabur.

Ia MENYERANG.

[CAKAR PENELAN NAGA 90%]!

Tangan kanan berubah total—cakar hitam bersisik membesar dua kali lipat—panjang satu meter, setajam obsidian!

Ia menukik langsung ke kepala Dragon—

SLASH!!!

Cakar menghantam sisik batu di kepala—

CLANG!!!

Suara logam bertemu logam yang memekakkan telinga!

Percikan api memuncrat!

Tapi—

TIDAK ADA LUKA!

Sisik Ancient Stone Dragon terlalu keras!

'Sial! Pertahanannya seperti benteng berjalan!'

Naga itu menggelengkan kepalanya dengan brutal—

Baskara terpental seperti nyamuk yang ditepis—terbang 15 meter—

WHAM!

Menghantam dinding gua—napasnya sesak—tulang rusuk yang baru sembuh retak lagi!

"Guah!"

[Tuan! Pertahanan Dragon terlalu tinggi! Serangan fisik Anda tidak cukup kuat untuk menembus sisik Inti Emas!]

Baskara meludah darah—berdiri dengan susah payah.

Ia menatap Ancient Stone Dragon yang sekarang mulai melayang di udara—sayap batunya mengepak lambat tapi menghasilkan angin topan.

Mata kuning emas itu menatapnya dengan tatapan meremehkan. Seolah berkata:

"Kau terlalu lemah, Tikus Kecil."

Baskara menyeringai—darah mengalir dari sudut bibirnya, membuatnya tampak mengerikan.

"Belum waktunya," gumamnya pelan.

[Apa?]

"Aku bilang... belum waktunya aku membunuhnya."

Lalu ia berbalik—

Dan BERLARI.

Tidak kabur ketakutan. Tapi berlari dengan tujuan taktis.

Berlari di dinding dengan kecepatan penuh—naik vertikal menuju celah cahaya di langit-langit!

Ancient Stone Dragon mengaum—

ROOOAAARRR!!!

Suara yang menggetarkan seluruh struktur gua!

Ia terbang mengejar—mulut terbuka lebar—magma berkumpul untuk serangan final—

BOOOOM!!!

Semburan magma raksasa melesat ke arah punggung Baskara!

Baskara melompat ke dinding sebelah—

Magma mengenai jalur larinya—batu meleleh seketika!

Tapi Baskara terus naik!

10 meter lagi ke celah!

Dragon terbang lebih cepat—akan menyembur lagi—

5 meter!

3 meter!

SEKARANG!

Baskara melompat—berputar di udara—menukik ke arah kepala Dragon yang terbang mengejar di bawahnya—

[INI GILA! APA YANG ANDA LAKUKAN?!]

Baskara mengumpulkan SEMUA Prana yang ia punya—memadatkannya ke satu titik.

Mengalirkannya ke tangan kanan—

[CAKAR PENELAN NAGA] + [LEDAKAN PRANA] + Seluruh Kekuatan Bintang 8!

Tangan kanannya bersinar merah terang—energi bergejolak seperti badai yang dipadatkan dalam genggaman!

"NAGA PENELAN: TINJUAN PENGHANCUR LANGIT!"

BOOOOOOM!!!

Pukulan mendarat tepat di puncak kepala Ancient Stone Dragon!

Ledakan energi masif mengguncang udara!

KRAAAAANG!!!

Sisik di kepala Dragon retak! Tidak tembus, tapi RETAK!

Dan yang paling penting—

DAMPAKNYA!

Dragon yang sedang terbang naik terhentam brutal ke bawah oleh gaya tolak ledakan itu!

Sayapnya kehilangan keseimbangan!

Tubuh 40 meter itu jatuh—

CRASH!!!

Menghantam lantai gua dengan gemuruh seperti gempa bumi skala besar!

Debu dan batu beterbangan menutupi pandangan!

Baskara—yang menggunakan hentakan dari pukulannya sendiri—terlontar ke atas dengan kecepatan tinggi seperti peluru!

Ia tertawa—tawa gila yang bergema di gua!

"HAHAHA! TIDUR YANG NYENYAK, KADAL BATU!"

Tubuhnya melesat melewati celah di langit-langit—

Mendarat di dinding vertikal jurang luar—cakarnya menancap di batu—

Lalu dengan satu lompatan terakhir yang kuat—

MELESAT KELUAR!

BEBAS!

Cahaya bulan menyirami tubuhnya.

Baskara melayang sesaat di udara—merasakan angin malam yang menyibak rambutnya yang kini panjang sebahu.

Udara segar.

Udara yang tidak berbau darah basi atau belerang.

Udara KEBEBASAN.

Ia mendarat di tanah dengan mulus—kaki menekuk untuk meredam dampak lompatan.

THUD.

Ia berdiri.

Menatap sekeliling.

Pegunungan tandus.

Batu-batu besar di mana-mana. Pepohonan jarang. Langit malam penuh bintang.

Dan di belakangnya—lubang besar di tanah yang merupakan mulut dari Jurang Larangan.

BLARGH!!!

Tiba-tiba—hawa panas menyeruak dari lubang!

Cahaya merah menyala dari dalam!

MAGMA!

Ancient Stone Dragon menyemburkan magma dari bawah—mencoba membunuh Baskara bahkan dari dalam jurang!

Tapi—

BZZZZZT!!!

Saat magma hampir keluar dari lubang—

Sebuah segel kuno teraktivasi!

Cahaya biru transparan muncul di sekeliling lubang—membentuk kubah energi.

Magma terhalang! Menabrak dinding energi!

BLARGH! BLARGH! BLARGH!

Beberapa semburan magma terlihat mencoba menerobos segel—tapi sia-sia!

Naga Batu Kuno terjebak di dalam!

[Segel Jurang Larangan! Dibuat oleh para Dewa ribuan tahun lalu untuk memenjarakan monster tingkat Inti Emas ke atas! Monster lemah dan manusia bisa keluar masuk, tapi Naga itu tidak bisa keluar!]

Baskara berbalik—berjalan perlahan kembali ke tepi lubang.

Dari balik perisai energi biru dan kegelapan dalam—sepasang mata kuning emas menatapnya kembali.

Tajam. Penuh amarah. Tapi juga... pengakuan.

Tatapan yang seakan berkata:

"Kau lolos kali ini. Tapi ini belum berakhir."

Baskara menyeringai—senyum lebar yang penuh kepercayaan diri dan arogansi seorang penakluk.

Ia berteriak ke dalam lubang:

"MEMANG! INI BELUM BERAKHIR!"

"JAGA SISIKMU BAIK-BAIK! SUATU HARI AKU AKAN DATANG KEMBALI! AKU AKAN MENGULITIMU DAN MENJADIKAN CORE-MU CEMILAN!"

"TUNGGU SAJA, KADAL TUA!"

Lalu ia tertawa—tawa yang bergema di pegunungan malam.

"HAHAHAHA!!!"

Dari dalam lubang—Ancient Stone Dragon memberikan auman terakhir—

ROOOAAARRR!!!

Suara yang penuh janji:

"Aku akan menunggu, Naga Muda. Dan saat itu, kita akan lihat siapa yang memakan siapa."

Lalu mata kuning itu menghilang ke dalam kegelapan.

Baskara berbalik—menatap hamparan pegunungan di depannya.

Arah rumah. Arah Keluarga Cakrawala.

Arah pembalasan.

"Sistem... di mana kita?"

[Pegunungan Belantara Utara. Jarak dari Kota Batu Karang—tempat Kediaman Keluarga Cakrawala—sekitar 450 kilometer.]

[Dengan kuda tercepat tanpa istirahat, manusia biasa butuh sekitar 20 hari untuk sampai.]

[Dengan kemampuan Tuan sekarang... estimasi: 10 hari.]

Keheningan sesaat.

Lalu Baskara berkata—suara rendah tapi penuh determinasi:

"Tidak."

[...Apa?]

"Tujuh hari."

Baskara menatap bulan purnama yang bersinar terang di atasnya.

"Tujuh hari, aku pasti sampai."

"Dan saat aku sampai..."

Mata hitamnya menyala dengan kilatan merah samar.

"...mereka akan tahu apa arti neraka yang sesungguhnya."

Lalu ia melesat—hilang dalam kegelapan malam—menuju rumah yang sudah 7 hari tidak ia lihat.

Lima hari kemudian...

Baskara telah berlari sepanjang malam tanpa berhenti.

Melewati pegunungan. Melewati hutan. Melewati sungai deras.

Siang dan malam, hanya berhenti untuk meditasi singkat.

Beberapa monster yang ia jumpai telah ia kalahkan dengan mudah, termasuk Jaguar Hitam Bayangan Ranah Pengumpul Prana (B6).

[Battle Regeneration] membuat stamina-nya tidak pernah habis—ia adalah mesin yang tidak mengenal lelah.

Tapi kemudian—

Suatu malam yang berbeda dari sebelumnya.

Fajar akan segera tiba.

Ia mencium asap.

Asap api unggun. Dan bau daging panggang.

Serta suara tawa manusia.

Baskara melambat—berjalan pelan keluar dari semak belukar—

Dan menemukannya.

Sekelompok bandit.

Sekitar 50 orang.

Berkemah di clearing (tanah lapang) kecil di hutan. Api unggun di tengah. Tenda-tenda lusuh di sekeliling.

Mereka sedang sarapan—pesta pora jarahan.

Senjata—pedang, kapak, tombak—tersebar sembarangan.

Dan barang jarahan—tas, perhiasan, bahkan beberapa wanita yang diikat dan dikurung dalam sangkar kayu.

Bandit kelas menengah. Sampah masyarakat.

Baskara berdiri di tepi clearing—disinari cahaya fajar yang baru mulai mengintip.

Penampilannya mengerikan.

Rambut panjang sepunggung, berantakan dan kaku oleh darah kering.

Tubuh telanjang dada—otot-ototnya padat penuh luka parut—hanya memakai sisa celana yang sudah robek menjadi kain perca.

Dan matanya... mata itu tidak memiliki emosi.

Ia tersenyum tipis.

"Pas sekali," gumamnya pelan. "Aku butuh baju. Dan uang."

Salah satu bandit yang sedang kencing di pohon melihatnya.

"HEI! ADA ORANG!"

Semua bandit menoleh.

Melihat Baskara yang berdiri diam seperti patung.

Beberapa tertawa terbahak-bahak.

"HAHAHA! Lihat! Orang gila dari mana itu?"

"Dia kayaknya baru kabur dari rumah sakit jiwa!"

"Oi, Gembel! Menyingkir kalau mau selamat! Atau kami jadikan kau sarapan anjing!"

Tapi Bos Bandit—pria besar dengan bekas luka silang di wajah, memegang kapak besar di bahu—tidak tertawa.

Ia menatap Baskara dengan mata yang menyipit.

Insting bertahan hidup yang diasah puluhan tahun berbisik padanya:

"Bahaya."

Ia berdiri—mengangkat tangan—menghentikan anak buahnya yang hendak melempar batu.

Lalu berjalan perlahan ke arah Baskara.

Mengambil kantong koin emas dari pinggangnya—sekitar 20 koin—dan melemparnya ke tanah di depan kaki Baskara.

Mundur dua langkah.

Lalu membungkuk sedikit.

"Maafkan kami, Tuan Pendekar. Kami tidak bermaksud mengganggu. Ini sedikit ongkos jalan. Silakan ambil dan pergi dengan damai."

Anak buahnya terkejut bukan main.

"BOS?! Kenapa kau memberi uang pada orang gila itu?!"

"Siapa dia sampai kau harus membungkuk?!"

Bos tidak menjawab—matanya tetap terkunci pada Baskara. Keringat dingin mengalir di punggungnya. Ia melihat apa yang anak buahnya tidak lihat.

Aura kematian yang pekat.

Baskara—yang tadinya menatap dengan ekspresi datar—

Perlahan tersenyum.

Senyum yang tidak mencapai mata.

"Kenapa aku harus menerima uang receh ini..."

Ia melangkah maju—menginjak koin emas di tanah hingga terbenam.

"...jika aku bisa mengambil semuanya?"

Bos Bandit tegang—tangan mencengkeram gagang kapaknya erat-erat.

"Apa maksudmu, Tuan?!"

Baskara tertawa—tawa rendah yang menggema dingin di hutan pagi.

"Kalian semua adalah sampah."

Ia menatap sekeliling. Barang jarahan. Wanita menangis di sangkar.

"Mencuri dari yang lemah. Memperbudak yang tak berdaya."

"Kalian mengingatkanku pada seseorang yang sangat kubenci."

HENING.

Lalu—

Semua bandit MELEDAK MARAH!

"BRENGSEK! KAU BILANG APA?!"

"BUNUH DIA! JANGAN BIARKAN DIA HIDUP!"

Puluhan bandit berdiri—mengambil senjata—bersiap menyerang!

Bos Bandit mengangkat kapak—berteriak keras, mencoba menutupi ketakutannya sendiri:

"Sebaiknya kau meminta maaf SEKARANG, Bocah! Sekuat apa pun dirimu, kau tidak akan selamat dikepung 50 orang!"

Baskara hanya menatap mereka dengan mata yang mulai menyala merah samar.

"Aku telah membunuh monster..."

"...yang bernapas api."

"...yang berkulit baja."

"...yang jumlahnya ratusan."

"Dan kalian pikir..." Baskara memiringkan kepalanya. "...kalian ancaman bagiku?"

Lalu—

Ia melepaskan AURA.

Killing Intent 95/100.

Niat membunuh yang telah mencapai level maksimal.

Niat membunuh dari seseorang yang baru saja keluar dari neraka.

WHOOOOSH!!!

Udara hutan seakan membeku. Burung-burung berhenti berkicau.

Semua bandit—dari yang paling lemah hingga yang terkuat—BERGIDIK NGERI.

Lutut mereka lemas. Senjata terlepas dari tangan yang gemetar.

Rasanya seperti ada pisau dingin yang ditempelkan di leher mereka masing-masing.

Bos Bandit—yang paling kuat—mundur gemetar.

"M-Monster..."

Ia membuka mulut—hendak memberi perintah serang—

"Serang di—"

SRET!!!

Kepalanya terputus dari badan.

Bersih. Sempurna. Tanpa suara.

Tubuh tanpa kepala itu masih berdiri sesaat—darah menyembur seperti air mancur—

Lalu jatuh.

THUD.

Kepala jatuh menggelinding—mata masih terbuka lebar—mulut masih terbuka untuk menyelesaikan kata "serang dia".

Semua bandit membeku.

Menatap mayat bos mereka.

Lalu menatap Baskara—

Yang berdiri tepat di tempat yang sama. Tidak ada yang melihat dia bergerak.

"LAAAARRRIIII!!!"

Salah satu bandit berteriak histeris—berbalik lari—

SRET!!!

Tubuhnya terbelah vertikal menjadi dua bagian simetris.

"TOLONG—"

SRET!!!

Kepala terpenggal.

"AMPUN—"

SPLASH!!!

Tubuh meledak jadi kabut darah terkena pukulan Prana jarak jauh.

Dan kemudian—

Matahari pagi itu menjadi saksi pembantaian sepihak. Bukan pertarungan. Tapi eksekusi.

Sementara itu.

Saat yang sama.

15 kilometer ke selatan.

Di jalan pegunungan tersembunyi.

Dua sosok berjalan dalam keheningan pagi.

Jarwo—pelayan Keluarga Cakrawala—berjalan di belakang sambil menggerutu, napasnya tersengal.

"Sialan... Kenapa aku harus bertugas mengantarkan barang ini bersama orang gila ini..." bisiknya pelan.

Di depannya—Aditya—mercenary bayaran yang pernah menangkap Baskara—berjalan dengan santai.

Tubuh besar. Bekas luka di sekujur tubuh. Mata tajam yang selalu memindai sekitar seperti elang.

Di tangan kiri—ia menjinjing tas kulit besar berisi "hadiah khusus" dari Patriark untuk Tuan Muda Adipati.

Tiba-tiba—

Aditya berhenti mendadak.

Jarwo hampir menabrak punggungnya.

"Hei! Kenapa berhen—"

Aditya mengangkat tangan—memberi sinyal diam.

Lalu berjongkok di tengah jalan setapak.

Di sana, tergeletak bangkai seekor Jaguar Hitam Bayangan (B6).

Tapi bangkai itu aneh.

Kering. Keriput. Seperti mumi yang sudah mati ratusan tahun. Semua energi kehidupannya tersedot habis.

Aditya memeriksa bangkai itu. Wajahnya yang biasanya arogan kini berubah serius.

"Dalam suku kami..." suaranya rendah. "...menemukan bangkai seperti ini adalah pertanda kematian."

"Pertanda bahwa ada predator tingkat tinggi yang sedang lapar di area ini."

Jarwo tertawa canggung—mencoba menutupi rasa takutnya.

"Haha... Aditya, kau percaya takhayul? Kita ini kultivator—"

Aditya berdiri, menatap hutan di utara dengan pandangan waspada.

"Aku masih hidup selama 15 tahun sebagai mercenary karena aku percaya instingku."

"Dan instingku bilang... ada sesuatu yang mendekat."

"Sesuatu yang sangat berbahaya."

Jarwo menelan ludah. Hutan pagi yang sunyi tiba-tiba terasa mencekam.

Mereka tidak tahu.

Bahwa "sesuatu" itu sedang berjalan menuju mereka.

Membawa badai darah dan pembalasan dendam.

Baskara.

Sedang dalam perjalanan pulang.

[BERSAMBUNG KE BAB 14]

1
Meliana Azalia
Hahahaha 🤣
Ronny
Alamak ngerinyoo, lanjut thor🔥
Heavenly Demon
anjayy manteb manteb keren ni Baskara
Zen Feng
Feel free untuk kritik dan saran dari kalian gais 🙏
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁
Ren
mantab saya suke saya suke /Drool/
Ren
kedelai tidak jatuh di lubang yang sama dua kali👍
Ren
nasib orang lemah dimana mana selalu diremehin 😭
apang
toorrrrr si wibawa harus dimatiin ya
Ronny
Nekat si mc nekat banget
Heavenly Demon
suka banget pembalasan dendamnya, mntabss
Heavenly Demon
pembalasan dendam yang satisfying
Heavenly Demon
mantab dari cupu jadi suhu
Abdul Aziz
anjay seru banget figtnya ga cuma ngandelin otot tapi otak juga, brutal parah 😭 jangan sampe berhenti di tengah jalan thor, harus sampe tamat ya!!!
oya untuk tingat ranah bisa kamu jelasin lebih detail thor di komen agak bingung soalnya hehe
Abdul Aziz
gila gila bener bener brutal! mantab👍
Abdul Aziz
hoho balas dendam pertama
Abdul Aziz
lanjut lanjut thor gila fightnya brutal banget keren👍👍👍
Abdul Aziz
anjai modyar kan lo hampir aja
Abdul Aziz
kena batunya lo bas, keras kepala si lo
Abdul Aziz
huahahaa🤣 otaknya uda sengklek
Abdul Aziz
blak blakan banget ini mesin 🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!