Larasati , seorang gadis desa yang lugu dan sederhana, harus menghadapi takdir pahit ketika sepupunya, Gea, kabur di hari pernikahannya dengan seorang pria kaya bernama Nathan karena hamil dengan lelaki lain.
Orang tua Gea, yang merasa posisi perusahaan mereka terancam bangkrut jika pernikahan ini sampai gagal dan membuat keluarga Pratama malu, memaksa Laras, keponakannya untuk menggantikan posisi Gea sebagai pengantin.
Nathan, yang merasa tertipu dan marah, terpaksa menerima pernikahan itu demi menjaga nama baik keluarganya, meskipun hatinya dipenuhi kebencian pada Laras yang dianggap sebagai biak kerok yang menyebabkan Gea kabur di hari pernikahan mereka.
Intrik dan persaingan dalam perebutan kekuasaan di keluarga Pratama menyeret Laras kedalam pusaran kekacauan yang tiada henti.
Akankah Laras bisa menanggung semua ini?
Menjalani pernikahan tanpa cinta dengan suami yang hatinya masih terpatri nama orang lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GALAU
Meski tak meragukan kemampuan sang papi, tapi Nathan yang masih dikuasai oleh otak cinta tak langsung mempercayai bukti yang papinya berikan dan masih menyuruh anak buahnya untuk mengecek ulang.
Kini, anak buahnya bisa bergerak dengan lancar karena sudah tak ada lagi yang menghalangi baik Gerry ataupun anak buah dari Mery karena merasa jika tujuan mereka sebentar lagi akan tercapai.
Begitu hasil penyelidikan didapat, Nathan sampai harus memegangi dadanya karena syok. Untung saja dia tak memiliki riwayat sakit jantung, jika tidak maka bisa dipastikan dia akan mendapat serangan jantung dan dilarikan kerumah sakit.
Nathan kembali menatap lembaran kertas yang berserakan didepannya, dengan satu tangan memegang dadanya yang terasa sangat nyeri dan satu tangan memegang kertas dengan mata yang terlihat ingin bergerak kesana kemari, seolah takut, berkas yang dia baca tersebut semakin membuat hatinya sakit.
Tapi, kebenaran tetap harus ditegakkan. Ia tak ingin selamanya hidup didalam kabut kepalsuan yang diciptakan oleh Gea dan keluarganya.
Dengan perasaan sedikit ragu, kertas yang sudah dia ambil, ia angkat dan lihat. Meski sudah menyiapkan hati, tapi membaca berkas yang ada ditangannya, kedua matanya tak bisa untuk tak membola hingga hampir keluar dari tempatnya.
Didalam berkas tersebut terdapat foto dimana Gea hampir mati karena tenggelam dalam acara ulang tahun salah satu temannya yang kebetulan dirayakan di sebuah vila mewah dimana pesta diadakan disamping kolam renang yang mewah tersebut.
“Seseorang yang tak bisa berenang, bagaimana bisa menyelamatkan seseorang?”
Sebuah kalimat asing yang tiba-tiba muncul dalam benaknya, membuat hati Nathan retak dan hancur berkeping-keping.
“Sang penyelamat”
Kata itulah yang masih membuatnya bertahan diatas badai ketidak nyamanan setelah kaburnya Gea dan fakta yang papinya berikan.
Tapi kini, semua informasi yang diberikan oleh anak buahnya, menghancurkan tembok kepercayaan yang masih berdiri meski sudah retak sana-sani, tapi karena dalam hatinya masih ada kata "Sang penyelamat" tembok kepercayaan itupun masih bisa berdiri hingga badai kebenaran datang menerjang, langsung menghancurkannya menjadi pasir yang segera hilang seiring dengan hembusan angin yang menerpanya.
Nathan kembali memegangi dadanya sambil bernafas tersenggal-senggal. Runtuhnya tembok kepercayaan masih berusaha dia buat berdiri, sungguh menyakitkan, membuat pasokan udara disekitarnya serasa hilang.
Sambil mencengkeram ujung meja, Nathan berusaha menstabilkan emosinya dan mengatur nafasnya dengan susah payah.
Ia tampak benar-benar kesakitan. Jika saja dia perempuan, mungkin sudah menangis meraung-raung untuk meluapkan kesedihan dalam hatinya.
Tapi, Nathan adalah lelaki yang memiliki ego tinggi. Jangankan menangis, meski sakit dia akan berusaha menahannya sekuat tenaga, seperti saat ini.
Nathan hanya bisa memejamkan kedua matanya sambil menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya sambil mensugesti diri bahwa semua hal buruk ini bisa dia lalui dengan baik.
Sugesti yang dilakukannya berhasil, perlahan nafasnya mulai teratur dan detak jantungya yang semula sangat cepat perlahan mulai stabil seperti sebelumnya.
Untuk mengalihkan fokusnya, diapun mulai menyibukkan diri dengan berkas-berkas yang menumpuk diatas mejanya.
Aura dingin yang dikeluarkan sangat pekat hingga membuat Andrew, asisten pribadi Nathan merasa merinding dengan aura ruang kerja bosnya yang tiba-tiba terasa sangat mencekam itu, begitu dia masuk kedalam.
Andrew yang membawa setumpuk berkas, hasil revisi tim marketing setelah meeting tadi, melangkah kearah meja bosnya dengan sedikit ragu.
Tapi jika berkas itu tak segera berikan dan ditandatangani oleh Nathan, maka tim marketing dan bisa bergerak, takut kembali membuat kesalahan yang berakhir dengan pemecatan seperti yang terjadi dengan beberapa rekan mereka sebelumnya, Andrewpun memberanikan diri untuk maju.
Begitu sudah berada didepan meja Nathan, Andrewpun menyerahkan berkas laporan dari tim marketing “Ini laporan dari divisi marketing pak”, ucapnya hati-hati.
Nathan menoleh sekilas, lalu meraih berkas tersebut dengan gerakan kasar. Matanya menyapu lembaran demi lembaran yang entah kenapa semakin dia lihat, semakin membuatnya kesal.
“Laporan apa ini?!”, suara Nathan yang sedikit meninggi, membuat Andrew sedikit terlonjak kaget.
“Formatnya berantakan! Data yang sudah saya suruh revisi, masih juga bertengger manis di laporan ini! jika tidak becus bekerja, bubarkan saja semua tim marketing dan buat yang baru!”, teriaknya sambil melemparkan berkas tersebut dengan kasar ke atas meja.
Manager marketing yang menunggu didepan dan mendengar semua amarah Nathan karena pintu memang sengaja tak di tutup sempurna oleh Andrew setelah menyadari jika mood bosnya itu tak baik selama beberapa hari ini, hanya bisa bergetar ketakutan dengan keringat dingin mengucur deras dari tubuhnya.
Sementara Ndrew yang berada dalam ruangan, segera memunguti berkas sebagian yang sudah berserakan itu dilantai itu dengan cepat.
“Baik pak, saya akan suruh tim marketing untuk merevisinya lagi”, ucap Andrew.
“Katakan pada mereka, jika tak becus bekerja, segera sampaikan surat pengunduran diri ke HRD. Masih banyak orang yang berpotensi yang ingin masuk ke perusahaan kita”, setelah mengatakan hal itu, Nathan kembali fokus pada laporan yang tadi sempat diletakkan sebentar demi melihat hasil revisi laporan dari tim marketing.
“Baik, akan saya sampaikan pak”, jawab Andrew patuh.
Begitu Andrew menghilang di balik pintu, Nathan kembali memejamkan kedua matanya. Entah kenapa dia merasa sulit sekali mengontrol emosinya akhir-akhir ini.
Tubuhnya bersandar di kursinya, rahangnya menegang dan nafasnya kembali berat. Nathan memijit pelipisnya sekilas, mencoba meredam amarah yang bahkan dia sendiri tak mengerti kenapa semaunya menjadi kacau setelah Gea terlepas dari genggamannya.
.
.
.
Seminggu pun berlalu, Nathan masih sibuk meredam rasa sakit hatinya akibat pengkhianatan Gea dan penipuan yang dilakukannya sementara Laras sibuk menghandle acara Flory.
Intensitas keduanya untuk bertemu pun sangat minim, bahkan bisa dikatakan, bukan hanya untuk bicara, bertatap muka saja mereka sangat jarang.
Laras berangkat lebih pagi dari Nathan sehingga begitu pria itu keluar dari dalam kamar, istrinya sudah pergi bekerja.
Begitu juga ketika pulang. Saat Laras sudah kembali, Nathan masih berada didalam kantor dan baru akan pulang ketika menjelang tengah malam.
Rumah mewah dua lantai itupun seperti tak berpenghuni, hanya ada pelayan dan pengawal yang berseliweran didalam rumah untuk mengerjakan tugasnya.
Pratiwi yang mendengar kabar jika keduanya jarang ada dirumah pu pada akhirnya tak lagi pernah datang karena sia-sia kesana jika tak menemui siapapun dan hanya ada pembantu dirumah.
Untuk acara besarnya ini, Laras tak main-main. Jika dia berhasil, maka untuk semakin memperluas usahanya pun ada didepan mata.
Meski sibuk, Laras juga sesekali menyempatkan diri datang ke kediaman utama keluarga Pratama, hanya untuk sekedar bercengkerama ringan dengan nyonya tua selama beberapa menit, karena wanita tua itu juga tak memiliki banyak waktu luang karena banyak perkumpulan yang dia ikuti, demi mengusir rasa bosan.
Kedekatan Laras dengan nyonya tua tentu saja membuat anggota keluarga Pratama menjadi gusar karena tak menyangka jika gadis yang sebelumnya mereka anggap remeh nyatanya cukup berbahaya.
Nyonya tua Partama, termasuk orang yang sulit dihadapi. Para menantu dan cucunya pun tak ada yang bisa benar-benar mendekatinya, bahkan Nathan yang menjadi pilihan Hana juga tak bisa sedekat Laras dengan neneknya.
Hana lebih condong kepada Nathan karena Darton tak ada. Sementara Satria, pria keturunan keluarga Pratama itu sama sekali tak bisa di harapkan.
Selain hobi gonta –ganti pasangan dan menghambur-hamburkan uang diluar, pria itu juga tak memiliki pendirian sehingga apa yang dia lakukan sebagian besar di setir oleh kedua orang tuanya, terutama sang mama yang memiliki andil besar dalam setiap keputusan yang diambilnya.
Hal ini jugalah yang membuat Hana tak mau mendapuk Satria sebagai calon pewaris. Jika tidak ada Nathan, ia akan lebih condong kepada Jenny, adik Darton yang dianggap lebih memiliki kualifikasi sebagai penerus.
“Pa, ini tak bisa lagi dibiarkan terus. Coba kamu bicarakan lagi dengan kakakmu. Jika Laras benar-benar bisa mengambil hati mama, maka bisa dipastikan dalam ulang tahun perusahaan nanti, Nathan lah yang akan didapuk sebagai pewaris utama”, ucap Melani gelisah.
Willy, tuan muda ketiga Pratama yang mendengar keluhan istrinya terdiam, mencoba untuk berpikir langkah apa yang akan dia ambil selanjutnya.
“Tenang saja. Aku dan kakak sudah memiliki rencana besar lainnya yang akan menjadi bom waktu bagi adik kelima dalam waktu dekat”, ucap Willy mencoba menenangkan kegelisahan istrinya.
Melani yang melihat tampaknya sang suami benar-benar memiliki rencana tersendiri dengan kakaknya pun merasa sedikit lega.
Meski begitu, dia tak akan lengah dan akan terus mengawasi tindak tanduk Laras agar dia tak kecolongan nantinya.
thanks teh
😍💪
thanks mbak 🙏😍💪