Dihina dan direndahkan oleh keluarga kekasihnya sendiri, Candra Wijaya benar-benar putus asa. Kekasihnya itu bahkan berselingkuh di depan matanya dan hanya memanfaatkannya saja selama ini.
Siapa sangka, orang yang direndahkan sedemikian rupa itu ternyata adalah pewaris tunggal dari salah satu orang terkaya di negara Indonesia. Sempat diasingkan ke tempat terpencil, Candra akhirnya kembali ke tempat di mana seharusnya ia berada.
Fakta mengejutkan pun akhirnya terkuak, masa lalu kedua orang tuanya dan mengapa dirinya harus diasingkan membuat Candra Wijaya terpukul. Kembalinya sang pewaris ternyata bukan akhir dari segalanya. Ia harus mencari keberadaan ibu kandungnya dan melindungi wanita yang ia cintai dari manusia serakah yang ingin menguasai warisan yang ditinggalkan oleh orang tuanya.
Harta, Tahta dan Wanita "Kembalinya sang Pewaris. "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
"Kesambet setan apa kamu, Bram? Kenapa kamu jadi sopan kayak gini?" tanya Candra dengan kening dikerutkan, menyandarkan punggung di sandaran kursi seraya menggerakkannya ke kiri dan ke kanan.
Bram masih dengan senyuman ramahnya kembali membungkuk untuk yang ketiga kalinya. "Sekali lagi saya minta maaf atas sikap kasar saya sama Anda, Pak Candra," ujarnya.
"Saya tanya sama kamu, kenapa sikap kamu tiba-tiba berubah kayak gini, Bram? Apa kamu cuma pura-pura baik dan cari muka sama saya?"
"Tidak, Pak Candra."
"Terus?"
"Saya sadar kalau sikap saya kurang ajar sama Anda. Kedudukan Anda lebih tinggi dari saya, saya hanya Manager biasa."
Candra menarik napas dalam-dalam, berdiri tegak lalu melangkah mendekati Bram kemudian berdiri tepat di sampingnya, menyandarkan bokongnya di ujung meja. Ia benar-benar terkejut dengan perubahan sikap Bram, pria congkak, angkuh dan sombong, tidak segan menghina dirinya dengan kata-kata kotor bahkan setelah ia menjabat sebagai Direktur sekali pun. Rasanya tidak mungkin ada asap jika tidak ada api, Bram tidak akan berubah 180° jika tidak ada sebab.
"Di mana sikap sombong dan angkuh kamu, Bram? Kenapa tiba-tiba jadi kayak gini?" tanya Candra lagi dengan santai. "Kamu tenang aja, saya gak akan balikan lagi sama Viona. Kalau kamu memang cinta sama dia, kejar dia, tapi jangan pernah sakiti dia seperti tadi."
"Bukan karena masalah itu, Pak. Saya tidak terlalu ambil pusing dengan hubungan saya dan Viona," jawab Bram tanpa menoleh, tatapan matanya nampak lurus memandang ke depan, di mana jendela dengan tirai gorden berwarna abu muda nampak terbuka lebar berada di hadapannya. "Sebenarnya, Ayah saya mau bertemu dengan Anda, Pak Candra."
Candra mengerutkan kening, sontak menoleh dan menatap wajah Bram. "Ayah kamu ingin ketemu sama saya?"
"Iya, Pak. Kalau Anda berkenan, saya bisa antar Anda ke rumah saya untuk menemui Ayah saya."
Candra terdiam seraya menggerakkan matanya ke kiri dan ke kanan. "Sebenarnya ada apa ini? Saya memang berniat menemui Ayahnya si Bram, tapi kenapa tiba-tiba dia sendiri yang pengen menemui saya?" batinnya.
"Pak Candra," sapa Bram seketika membuyarkan lamunan seorang Candra.
"Suruh saja Ayah kamu ke sini, Bram."
"Hah? Ba-baik, Pak."
"Kamu boleh pergi sekarang."
Bram mengangguk patuh. "Baik, Pak. Saya permisi," jawabnya, lalu berbalik kemudian melangkah menuju pintu dan keluar dari dalam ruangan.
Bram berdiri di depan pintu bertuliskan Direktur, menatap permukaan pintu dengan perasaan kesal. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa dirinya harus bersikap baik kepada pria yang sangat ia benci. Semua itu terpaksa ia lakukan setelah mengetahui fakta sebenarnya yang ia dengar dari Apandi, sang ayah.
Bram mendengus kesal seraya melangkah meninggalkan pintu, kembali mengingat percakapannya dengan ayahnya di dalam sambungan telepon beberapa waktu lalu.
"Tolonglah, Yah. Tolong bilang sama Nyonya Rosalinda untuk pecat si miskin tidak tahu diri itu," pinta Bram, segera menghubungi ayahnya setelah pertemuannya dengan Viona dan Chandra.
"Itu sih gampang, siapa nama Direktur baru itu?" jawab Apandi di dalam sambungan telepon.
"Candra Wijaya, Yah."
"Candra Wijaya?"
"Kenapa reaksi Ayah seperti itu?"
Keheningan seketika tercipta, suara Apandi tidak lagi terdengar, hanya suara helaan napas panjangnya saja yang terdengar samar-samar.
"Apa jangan-jangan Candra Wijaya itu adalah putranya Askara Wijaya yang hilang?" celetuk Apandi membuat Bram terkejut.
"Maksud Ayah apa? A-aku gak salah dengar, 'kan?"
"Dengerin Ayah, Bram. Jangan sekali-kali kamu bersikap kasar sama Candra Wijaya, jika perlu kamu jilat sepatunya kalau kamu mau masa depan kamu cerah, secerah matahari pagi."
"Hah? Ja-jangan bercanda, Yah. Mana mungkin aku menjilat sepatu si miskin sialan itu. Nggak, aku gak sudi."
"Pokoknya, lakukan saja yang Ayah katakan. Bilang juga sama dia kalau Ayah pengen ketemu sama dia."
"Tapi kenapa, Yah? Kenapa Ayah begitu membela si miskin Candra itu? Jelas-jelas dia itu cuma tukang nyapu jalan, kenapa tiba-tiba jadi Direktur di pabrik ini?"
"Udah, jangan banyak nanya. Pokoknya, sekarang juga kamu minta maaf sama dia. Kalau perlu, kamu dekati dan jadi asistennya dia." Ucapan terakhir Apandi sebelum akhirnya menutup sambungan telepon.
"Hah? Halo, Yah! Haloo!"
Bram menyudahi lamunannya, menghentikan langkah, kembali menoleh ke belakang, menatap pintu ruangan di mana Candra berada. "Sial, sebenarnya siapa di Candra itu? Kenapa Ayah memintaku untuk bersikap baik dan mendekati dia?" gumamnya dengan kesal.
***
Sementara itu, Erlin yang tengah berkendara seketika menepikan mobilnya lalu berhenti di tepi jalan. Kedua tangannya begitu keras memegang stir mobil, tatapan matanya nampak lurus memandang ke depan. Mengingat kembali kedekatan Candra dengan mantan kekasihnya, membuat hatinya panas terbakar. Sebenarnya, apa yang terjadi dengan dirinya? Mengapa rasanya benar-benar kecewa setelah melihat kebersamaan mereka?
"Sial, sebenarnya aku ini kenapa sih?" gumamnya dengan kesal. "Hak dia dong mau deket sama cewek manapun, kenapa aku jadi kesel kayak gini?"
Erlin mengusap wajahnya kasar seraya menyadarkan punggung berikut kepalanya di sandaran jok mobil. Bingung dengan perasaanya sendiri, apa mungkin diam-diam Erlin menaruh hati kepada Candra Wijaya, itu sebabnya ia cemburu melihat pria itu bersama wanita lain?
"Tidak, jangan sampai aku suka sama si Candra. Dia itu bermuka dua, Erlin. Bilangnya aja gak bakalan balikan lagi sama Viona, nyatanya mereka deket lagi," gumamnya berbicara kepada diri sendiri.
Suara ponsel seketika berdering nyaring. Erlin merogoh tas miliknya yang tergeletak di jok samping, meraih ponsel lalu menatap layarnya sejenak sebelum akhirnya mengangkat sambungan telepon.
"Halo, Nyonya," sapanya, meletakan ponsel di telinga.
"Kamu di mana, Er?" samar-samar terdengar suara sang majikan.
"Saya lagi di jalan, Nyonya."
"Hmm ... jangan lupa tugas dari saya. Kamu awasi Candra, laporkan setiap gerak-gerik dia sama saya."
Erlin terdiam, dia baru saja meninggalkan pabrik karena merasa kecewa kepada Candra. Sementara majikannya itu memintanya untuk memata-matai Candra di tengah situasi hatinya yang sedang tidak baik-baik saja.
"Erlin, kenapa kamu diem aja? Kamu dengar saya ngomong apa?" tanya Rosalinda, seketika membuyarkan lamunan panjang seorang Erlin.
"Hah? Ba-baik, Nyonya. Saya akan melaporkan apa saja yang dilakukan Candra," jawab Erlin terbata-bata.
"Baiklah, saya percaya sama kamu, Erlin. Segera laporkan apabila ada gerak-gerik yang mencurigakan. Saya cuma butuh waktu beberapa Minggu lagi sampai semua tujuan saya tercapai. Setelah itu, saya akan mengirim dia ke tempat yang seharusnya."
"Ma-maksud Anda?"
Tut ... tut ... tut ....
Sambungan telepon pun terputus membuat Erlin bingung. "Sebenarnya, apa yang sedang direncanakan sama Nyonya Rosalinda? Mengirim Candra ke tempat yang seharusnya? Maksudnya apa coba?"
Bersambung ....
lh
sekarang ohhh ada yang sengaja niat
jahat menculik Candra jadi tukang sapu jadi viral bertemu orang tua nya yang
tajir melintir setelah hilang 29 th lalu
👍👍
jangan mendekati viona itu wanita
ga benar tapi kejam uang melayang
empat jt ga taunya menipumu Chan..😭