Rania Vale selalu percaya cinta bisa menembus perbedaan. Sampai suaminya sendiri menjadikannya bahan hinaan keluarga.
Setelah menikah satu tahun dan belum memiliki anak, tiba-tiba ia dianggap cacat.
Tak layak, dan tak pantas.
Suaminya Garren berselingkuh secara terang-terangan menghancurkan batas terakhir dalam dirinya.
Suatu malam, setelah dipermalukan di depan banyak orang, Rania melarikan diri ke hutan— berdiri di tepi jurang, memohon agar hidup berhenti menyakitinya.
Tetapi langit punya rencana lain.
Sebuah kilat membelah bumi, membuka celah berisi cincin giok emas yang hilang dari dunia para Archeon lima abad lalu. Saat Rania menyentuhnya, cincin itu memilihnya—mengikatkan nasibnya pada makhluk cahaya bernama Arven Han, putra mahkota dari dunia lain.
Arven datang untuk menjaga keseimbangan bumi dan mengambil artefak itu. Namun yang tak pernah ia duga: ia justru terikat pada perempuan manusia yang paling rapuh…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GazBiya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bunuh Rania secepatnya
Rania tersenyum menyembunyikan lukanya, lalu bergerak mendekat berbisik di kuping Sierra.
“Masih berani menatap wajahku? Pel4cur…”
Mata Sierra membelalak, tangannya terangkat siap menampar Rania. Namun Rania dengan cepat menangkapnya. Seketika udara di sekitar terasa penuh tekanan, keheningan menggantung membuat Maya menatap kedua wanita kelas atas itu, tetap tatapan khawatir.
“Bagaimana jika mereka bertengkar disini?“ pikrinya.
“Jika aku mau, aku bisa membuat hidupmu jatuh lebih dariku,” lanjut Rania tersenyum, kali ini ia yang menusukan senyum ejekan itu.
“Sudah menjadi gelandangan masih saja sombong,” cerca Sierra.
“Vidio b0kep kalian, sudah memenuhi galeri ponselku. Tinggal pilih saja yang mana yang harus aku upload lebih dulu… mau yang di kolam renang? Di meja makan? Atau di Sofa… oh ya, yang di mobil juga ada.” Tegas Rania, matanya merah berkaca-kaca.
Arven yang mulai ketagihan mengintai Rania dengan energinya. Kini tiada hari, tanpa mencari tahu apa yang di lakukan wanita cantik itu—saat ini ia kembali bingung. Ada beberapa kosakata yang tidak ia mengerti.
“B0kep itu apa? Kenapa manusia bercerai, bukankah pernikahan itu ikatan cinta yang di saksikan Tuhan, mudah sekali mereka mempermainkan ikatan suci,” dumelnya, berdiri di balkon menatap pemandangan indah—namun pikiran terus membuntuti Rania.
Tiba-tiba energi Eldarion menembusnya paksa, membuat kepala Arven terasa sakit.
“Apa?” Teriaknya kesal, “Kau terus menggangguku saja.”
“Kau terus menguntit wanita itu, menjijikan…” Ejek Eldarion terkekeh kecil. “Aku tiba sebentar lagi, hentikan. Itu membuatku mual.”
Arven pun menghela napas kesal, Hhh!...padahal lagi asik mendengarkan pertengkaran Rania dengan wanita asing Bernama Sierra, dumelnya.
Sierra membeku, kepanikan merayap di dad4nya seolah udara terasa mencekik.
“Saat aku up video itu. Public akan bersimpati padaku, dan kau akan di tendang. Tunggu saja tanggal mainnya!” ketus Rania, berbalik lalu berjalan keluar.
Sierra mesih mematung, rahangnya menegas—wajahnya pucat pasi. Jantungnya berdegup tak beraturan, seolah sebentar lagi dunia akan runtuh.
“Itu tidak boleh terjadi! Aku tidak akan membiarkan wanita miskin itu merusak masadepanku,” dumelnya menelan ludah panik.
Dengan tangan gemetar, Sierra meraih ponsel di tas mewahnya. Menekan nomor satu orang yang bisa melakukan apapun untuknya—Magnus Lune. Seorang mafia yang berkedok pengusaha, yang bertanggung jawab atas beredarnya bubuk putih terlarang di kota besar itu.
“Hallo.”
Terdengar suara berat dari seberang, bahkan dari suaranya pun orang akan berpikir dua kali untuk berurusan dengannya.
“Ayah… aku ingin Rania mati secepatnya, atau nasibku akan tamat.”
Ucap Sierra sambil terisak, membuat jantung pria bengis itu terasa di sayat. “Apa dia melakukan sesuatu?”
“Banyak ayah... Dia melakukan banyak hal untuk menghancurkanku. Kali ini, aku minta bantuan ayah. Aku tidak tahu lagi, bagaimana cara menghadapi nya.”
“Berikan plat mobil nya padaku!” geram mafia itu.
Percakapanpun di tutup.
Tak sampai sepuluh menit, anak buah Magnus sudah menemukan mobil Rania yang sedang melaju di jalan raya Velmora.
“Bagaimana jika aku buat akun palsu, untuk mengupload video mesum mereka?” gumam Rania pada dirinya sendiri. Otak berputar, hati tersayat, namun mata tetap pokus pada jalan di depannya.
“Tapi itu terlalu sadis untuk Garren?” tolaknya, namun sekejap kemudian ia menyahutnya sendiri.
“Memangnya kenapa kalo sadis? Memang dia melakukannya… anggap saja itu konsekuensi. Aku tidak boleh diam, membiarkan orang lain menindasku begitu saja. Mereka akan berpikir aku tidak berdaya… padahal kan?” Rania terdiam, lalu menghela napas.
“Memang itu faktanya… aku benar-benar tidak berdaya. Lihat saja… disaat seperti ini, siapa yang berada di sampingku? Tidak ada… dari dulu aku memang selalu sendirian.”
Dia terus bicara sendiri, menenangkan hatinya yang getir.
Grugh!
Tiba-tiba sebuah mobil menabraknya dari belakang. Rania menoleh kaget, menatap sepion membuka kaca jendela, lalu mengacungkan jari tengah.
“Fuckk!” Dengusnya kesal, matanya masih melirik ke arah spion.
Di Venhouse, Arven nampak gelisah. Padahal Eldarion sedang berbicara penting, entah kenapa pikirannya terus terpokus pada Rania.
“Aku akan kembali ke Eryndor malam ini. Aku ingin kau ingat… Archeon tidak boleh menyukai mahluk bumi, karena itu akan mengakibatkan pertukaran energi yang berbahaya…”
Belum selesai Eldarion bicara, Arven segera bergegas ke balkon—seolah merasakan sesuatu.
Jalan raya Velmora lumayan padat, namun pria itu dengann santai mengeluarkan tangananya dari jendela, Rania pikir pria itu akan membalas mengacungkan jari tengah, namun ternyata ia justru mengeluarkan senjata api—siap membidik tepat ke arah mobilnya.
“Hah?!”
Mata Rania membesar panik, dengan cepat menginjak pedal gas lebih dalam, mencoba melarikan diri—lalu membelokan setir secepat kilat hingga tembk4kan itu meleset.
Dor!
Cekitttt!
Rania semakin panik, mereka ternyata benar-benar menembak. Mobil itu tak diam, ia tetap mengejar.
Tangan kiri Rania meraih ponsel, mencoba menelpon Arcelia, satu-satunya orang yang selalu baik dan siap membantunya, pikirnya.
Ponsel Arcelia bergetar di atas meja— tepat di hadapannya, namun wanita berambut pendek itu tak berniat mengangkatnya, ia hanya melirik lalu tersenyum kecil. Membiarkan panggilan kembali mati dengan sendirianya.
“Arcelia… ayolah angkat, aku mohon…” gumam Rania, rasa takut dan panik merayap mencekik lehernya.
*
Terima kasih sudah membaca novel ini, temukan kejutan lain di bab selanjtnya. Setiap komentar, like, bintang dan Vote dari kamu, adalah sesuatu yang sangat berharga bagi author. Memberi semangat untuk terus menulis, memberi cahaya agar cerita ini sampai ke hati lebih banyak orang.
Jangan lupa Follow ya! Dan baca juga novel author yang berjudul: Istri ke-101 ( Sudah tamat)
Terimakasih & salam hangat.
Penulis yang selalu bersyukur karena ada kalian. Dukung terus karyaku ya kesayangan…
aaah dasar kuntilanak
toh kamu yaa masih ngladeni si jalànģ itu