Romlah tak menyangka jika dia akan melihat suaminya yang berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, bahkan sahabatnya itu sudah melahirkan anak suaminya.
Di saat dia ingin bertanya kenapa keduanya berselingkuh, dia malah dianiaya oleh keduanya. Bahkan, di saat dia sedang sekarat, keduanya malah menyiramkan minyak tanah ke tubuh Romlah dan membakar tubuh wanita itu.
"Sampai mati pun aku tidak akan rela jika kalian bersatu, aku akan terus mengganggu hidup kalian," ujar Romlah ketika melihat kepergian keduanya.
Napas Romlah sudah tersenggal, dia hampir mati. Di saat wanita itu meregang nyawa, iblis datang dengan segala rayuannya.
"Jangan takut, aku akan membantu kamu membalas dendam. Cukup katakan iya, setelah kamu mati, kamu akan menjadi budakku dan aku akan membantu kamu untuk membalas dendam."
Balasan seperti apa yang dijanjikan oleh iblis?
Yuk baca ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BDN Bab 10
Pagi hari sudah menjelang, Sugeng sudah terbangun dari tidurnya. Bukan karena sudah kenyang tidur, dia terbangun karena terganggu dengan suara rintihan dari bibir Inah.
Dia terus saja mendengar suara Inah yang merintih kesakitan, padahal kalau diperhatikan wanita itu terlihat baik-baik saja. Sugeng jadi kesal dibuatnya.
"Kamu itu kenapa sih? Dari tadi merintih terus, sakit apa kamu sampai membuat tidur aku terganggu?"
"Ini loh, Mas. Dadaku sakit banget, jadi bengkak kaya gini loh." Inah mengusap kedua dadanya yang terasa sakit.
Sugeng memperhatikan dada istrinya, kedua dada wanita itu nampak membengkak. Terlihat lebih besar dan malah membuat dia baru gelora.
"Baguslah kalau bengkak, kalau dada kamu gede begitu kelihatannya enak dipandang. Jadi terlihat lebih besar dari punya mbak Minati," ujar Sugeng.
Pria itu mengulurkan tangannya untuk mengusap dada Inah, tetapi dengan cepat Inah menepis tangan pria itu. Bahkan, matanya melotot. Kedua bola matanya itu seperti hendak keluar dari tempatnya.
"Mas! Aku itu kesakitan loh, ini dada aku bener-bener sakit banget. Kaya ada bisulnya tahu nggak! Keras, bengkak, sakit dan bikin aku meriang. Mas malah bilang bagus," kesal Inah.
"Ck! Kalau emang sakit bilangnya sama ibu, jangan sama aku. Aku nggak tahu apa-apa, siapa tahu dia bisa bantu kamu meringankan rasa nyerinya, pergi saja sana ke kamar ibu."
"Dasar suami tak peka!" kesal Inah.
Inah keluar dari dalam kamar utama menuju kamar Wati, dia melangkahkan kakinya sambil menggerutu karena kesal terhadap suaminya. Saat tiba di kamar mertuanya, Wati tentunya begitu kaget melihat kedua dada inah yang membengkak.
Dada wanita itu besarnya 2 kali lipat dari biasanya bengkak dan terlihat seperti balon mau meledak. Wati menjadi ngeri sendiri saat melihatnya.
"Aku harus apa, Bu? Ini sakit banget loh!"
"Kemarin baik-baik aja, apa mungkin kamu bisul gede dalam semalam?"
"Kayaknya kalo bisul nggak mungkin segede gini deh, Bu. Ini kira-kira kenapa ya? Sakit banget tahu, Bu. Badan aku juga kayaknya udah panas ini, meriang kalau dada bengkak seperti ini."
"Ke dokter aja, Ibu nggak tau harus bagaimana. Biasanya sih kalau dulu hal ini terjadi kalau kita mau menyapih anak, jadi air susunya itu yang seharusnya keluar jadi tertahan."
"Gitu ya Bu? Aku nggak tahu loh kalau nyapih anak itu ternyata rasanya sakit banget," ujar Inah sambil terisak.
"Loh, emangnya anak kamu udah disapih?"
Kaget sekali wati mendengar apa yang dikatakan oleh menantunya itu, karena bisa-bisanya wanita itu tega menyapih anaknya di usianya yang masih sangat kecil.
"Iya, Bu. Udah, biar enak dia tidurnya sama mbak Minati. Tinggal di kasih susu formula aja kalau nangis," jelas Wati.
"Ya Allah Gusti, kasihan sekali cucuku masih bayi sudah disapih. Kamu itu kok tega banget!"
"Aku itu bukan tega, Bu. Aku itu---"
"Sudah, jangan berisik. mending kamu ke dapur aja sana, kompres tuh dada kamu. Siapa tahu mengurangi rasa nyeri, kalau misalkan gak sembuh juga ke dokter aja. Siapa tahu nanti dikasih anti nyeri," pungkas Wati.
"Iya, Bu. Aku ke dapur aja," ujar Inah pasrah.
Inah akhirnya melangkahkan kakinya ke dapur, saat dia tiba di dapur, Inah berpapasan dengan Sugeng yang ingin mengambil air minum.
"Mas mau apa ke dapur pake handuk doang?"
"Mau ambil minum doang," jawab Sugeng.
"Lain kali kalau ke dapur pakai baju dulu, jangan pakai handuk seperti itu."
"Iya, iya. Ini nanggung mau mandi," jawab Sugeng.
Keduanya kembali berjalan menuju dapur, mereka begitu kaget karena melihat Minati yang sedang memasak.
"Loh, kok Mbak Minati yang masak? Emangnya Bibi ke mana?"
"Bibi katanya mau belanja keperluan dapur, mau belanja mingguan. Makanya saya yang masakin," jawab Inah.
Inah menganggukkan kepalanya tanda mengerti, sedangkan Sugeng yang sedang meminum air putih langsung menolehkan wajahnya ke arah meja makan.
"Loh! Kok semua masakan Mbak Minati makanan kesukaan Romlah semua? Nggak ada makanan kesukaan saya sama sekali, memangnya Ibu nggak ngomong makanan kesukaan saya itu apa?"
"Romlah mana ya, Tuan?" tanya Minati dengan raut wajahnya yang tiba-tiba saja berubah menjadi dingin.
"Mantan istri dari suami saya," jawab Inah yang langsung mendorong Sugeng untuk segera pergi dari sana.
Minati tak menghiraukan keduanya, dia malah mengambil daging dari kulkas dan memotongnya dengan pisau daging. Wanita itu memotongnya dengan kasar sampai daging itu halus seperti digiling.
"Mbak mau bikin apalagi? Itu makanannya udah banyak," ujar Inah.
"Tumis daging, biar dagingnya cepet empuk, jadi saya cacak."
Inah mengerutkan dahinya karena lagi-lagi yang dimasak merupakan daging tumis kesukaan Romlah, Romlah selalu berkata kalau menumis daging lebih baik dicincang terlebih dahulu, agar bumbunya meresap dan dagingnya cepat empuk.
Dia sempat merasa takut, tetapi cepat-cepat dia menggelengkan kepalanya. Lalu, dia teringat akan bayinya. Putri cantiknya yang sengaja dia titipkan pada Minati.
"Lah! Terus bayi aku di mana? Kan' tugas kamu itu jagain bayi aku, gimana sih Mbak? Bayi aku sekarang dibiarin di kamar sendirian? Bagaimana kalau nanti dia jatuh?"
"Nggak kok, malah anaknya anteng banget. Diayun dari tadi, nggak nangis." Minati menuju ke arah bayi dengan pisau daging, Inah sampai menggeser tubuhnya karena takut terkena pisau itu.
Tak jauh dari sana Inah bisa melihat kalau putri cantiknya itu sedang tidur dengan begitu lelap di ayunan. Dia berpikir kalau mengurus Ayu ternyata tidak repot, cukup disimpan di ayunan saja biar anteng.
Lalu, dia menolehkan wajahnya ke arah Minati. Wanita itu memang nampak cantik dan juga anggun, tetapi entah kenapa dia merasa kalau wanita itu begitu dingin dan tak boleh didekati. Wajahnya saja nampak pucat, seperti tidak memiliki darah.
"Mbak, aku mau kompres pake air anget. Ada gak air angetnya?"
"Ada," jawab Minati yang langsung mengambilkan air hangat untuk wanita itu.
Inah mengambil handuk kecil dan segera mengompres dadanya, padahal dia sudah mencoba kehangatan airnya, sudah pas atau belum, tapi pas menempel di dadanya, handuk kecil itu terasa begitu panas sekali.
"Kenapa, Nyonya?" tanya Minati.
"Ini loh, pasti tempelin ke dada panas banget. Padahal airnya anget kok," jawab Inah.
"Kok bisa, Nya?"
Minati memperhatikan dada Inah, dia tersenyum dengan begitu tipis sekali. Sampai-sampai Inah tidak menyadarinya.
"Kok bisa gede kaya balon mau meletus, Nya? Kenapa? Nyonya pasang susu buatan?"
"Hus! Sembarangan kamu! Aku tuh nyapih Ayu, jadi susunya bengkak."
"Oh! Ke dokter aja, Nya. Takutnya tumor, itu kok gede banget."
"Makin ngawur," ujar Inah kesal dan langsung pergi ke kamar.
Dia merasa lebih baik pergi ke dokter saja, dia ingin meminta Sugeng Untuk mengantarkan dirinya ke dokter. Tak kuat rasanya menanggung rasa sakit seperti ini.
"Mas! Kamu di mana?"
Saat dia masuk ke dalam kamar, Sugeng tidak ada di sana. Namun, tak lama dia tersenyum karena mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi.
"Mungkin dia sedang mandi," ujar Inah.
Inah melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, tetapi herannya Sugeng tidak ada di sana. Hanya air keran yang menyala, air yang keluar dari keran itu awalnya terlihat jernih, tetapi lama-kelamaan berubah menjadi hitam pekat seperti darah yang sudah membeku.
Bau amis langsung tercium dengan begitu menyengat, Inah sampai muntah karena mual.
"Bau apa ini? Kenapa begitu amis? Airnya juga kenapa berubah jadi hitam?" tanya Inah bingung.
GI ambil duit dulu baru indehoy enak betul maunya gratisan emang Inah wekkkkk