Amira terperangkap dalam pernikahan yang menyakitkan dengan Nakula, suami kasar yang merusak fisik dan mentalnya. Puncaknya, di pesta perusahaan, Nakula mempermalukannya dengan berselingkuh terang-terangan dengan sahabatnya, Isabel, lalu menceraikannya dalam keadaan mabuk. Hancur, Amira melarikan diri dan secara tak terduga bertemu Bastian—CEO perusahaan dan atasan Nakula yang terkena obat perangsang .
Pertemuan di tengah keputusasaan itu membawa Amira ke dalam hubungan yang mengubah hidupnya.
Sebastian mengatakan kalau ia mandul dan tidak bisa membuat Amira hamil.
Tetapi tiga bulan kemudian, ia mendapati dirinya hamil anak Bastian, sebuah takdir baru yang jauh dari penderitaannya yang lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Cahaya matahari musim dingin menyelinap melalui tirai tipis kamar mereka, memantul di dinding putih krem dan memperlihatkan interior
Winter Estate yang elegan dengan perpaduan marmer hangat, kayu oak, dan karpet bulu tebal.
Amira menggeliat pelan di atas kasur king size yang begitu empuk seolah menelan tubuhnya.
Ia membuka mata dan refleks menatap langit-langit tinggi bertabur lampu gantung kristal kecil.
“Selamat pagi, Korea…” gumamnya pelan, memastikan ini bukan mimpi.
Sebelum sempat bangkit, sebuah aroma gurih menyeruak di udara.
Sebastian masuk sambil membawa nampan sarapan.
Ada semangkuk bubur ayam ala Korea (juk), beberapa potongan buah segar, dan segelas susu hangat.
“Selamat pagi, Princess Potoki,” ucapnya sambil tersenyum miring.
Amira langsung tertawa kecil sambil menutupi wajahnya dengan selimut.
“Jangan panggil itu pagi-pagi.”
Sebastian tersenyum kecil sambil meletakkan nampan di meja samping tempat tidur lalu duduk di sisi Amira.
Ia menyingkap selimut dari wajah istrinya perlahan-lahan.
“Kita harus bersiap-siap, sayang. Hari ini kita ke Rumah Sakit Cheongdam untuk bertemu Dokter Spesialis Han.”
Amira menelan salivanya saat mendengar perkataan dari suaminya yang menyebut nama dokter Han.
“Dokter Han, yang terkenal itu?”
“Ya. Dia dokter bedah plastik terbaik di Korea. Dan dia sudah menunggumu.”
Wajah Amira mendadak diliputi keraguan tentang operasi plastik yang akan di lakukannya.
“Bas, aku tiba-tiba takut.”
Sebastian menggenggam tangannya erat dan memintanya untuk tidak takut.
“Amira, kamu tidak usah takut. Ini bukan untuk mengubahmu. Ini hanya untuk menyembuhkanmu. Luka-luka itu terlalu banyak mengingatkanmu pada masa lalu. Aku ingin kamu melihat cermin tanpa menangis lagi.”
Amira mengangguk pelan, air matanya hampir jatuh tapi ia tahan.
Sebastian mengusap pipi istrinya dan memberikannya kekuatan.
“Tapi sebelum kamu jadi pasien, kamu tetap harus makan sarapanmu. Aku tidak mau kamu pingsan di depan dokter.”
Amira tertawa kecil dan Sebastian kembali menyuapi bubur hangat.
Setelah selesai sarapan, Sebastian mengajak istrinya untuk mandi terlebih dahulu.
"Mandi dulu, ya. Biar kamu terlihat cantik nanti." ucap Sebastian.
Amira berdiri diam di depan cermin besar, menatap bayangannya sendiri.
Bekas luka di wajahnya tampak jelas dalam pantulan itu.
Untuk sesaat Amira langsung menundukkan kepalanya karena malu.
Sebastian berdiri di belakangnya, membiarkan tangannya melingkari bahu Amira dari belakang.
“Boleh aku bilang sesuatu?” ucapnya pelan di dekat telinga istrinya.
Amira menganggukkan kepalanya dan mempersilahkan suaminya.
“Aku jatuh cinta padamu bukan karena wajahmu. Tapi jika dunia memperlakukanmu tidak adil karena luka itu, maka tugasku adalah membuatmu kembali berdiri dengan bangga.”
Amira menggigit bibirnya, menahan tangis yang ingin pecah.
Sebastian mengecup pelipisnya dan memintanya untuk segera mandi.
“Sekarang mandi yang tenang, ya. Aku tunggu di luar. Kalau kamu butuh, panggil aku.”
Amira menarik napas dalam-dalam.
“Jangan pergi terlalu jauh.”
“Aku akan duduk tepat di depan pintu.”
Ia keluar dengan tenang, menutup pintu perlahan.
Tak berselang lama Amira telah selesai mandi dan ia melihat suaminya yang sudah menyiapkan semuanya.
Di atas tempat tidur sudah terlipat rapi satu set pakaian hamil berwarna biru pastel, bahannya lembut dan jatuh anggun.
Ada coat tebal warna putih susu, syal rajut senada, serta sepatu boots pendek berbulu bulu halus.
Amira berdiri terpaku saat melihat pakaian yang disiapkan oleh Sebastian.
“Ini semua, buat aku?”
Sebastian yang tengah mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil menoleh dan tersenyum.
“Hmm. Kamu nggak mungkin ke rumah sakit pakai piyama, kan?”
Amira menyentuh perlahan kain dress itu, seolah takut merusaknya hanya dengan sentuhan.
Sebastian mengambil dress itu dan memakaikannya ke tubuh istrinya.
"Cantik sekali kamu, sayang."
Amira tersenyum tipis dan memeluk tubuh suaminya.
"Ayo, ayo. Kita berangkat sekarang. Dokter Han sudah menunggu kita." ucap Sebastian.
Amira menganggukkan kepalanya sambil menggenggam tangan suaminya.
Diluar Jiho sudah menunggu mereka yang baru membuka pintu.
"Selamat pagi Tuan dan Nyonya Vanderkus," sapa Jiho sambil membungkukkan badannya.
Amira yang melihatnya langsung membalas dengan membungkuk ke arah Jiho.
"Selamat pagi, Jiho."
Kemudian mereka berdua masuk kedalam mobil dan segera Jiho melajukan mobilnya menuju ke rumah sakit.
Amira menatap salju yang masih turun tipis di sekitar sana.
Ia menggosok-gosok telapak tangannya yang sangat dingin.
Sebastian menggenggam tangan istrinya dan langsung menciumnya.
"Tidak usah tegang seperti itu, sayang." ucap Sebastian.
Amira menoleh ke arah suaminya dan ia langsung menangis.
"A-aku takut kalau gagal dan wajahku..."
"Ssshhh... Jangan berfikiran yang tidak-tidak. Semuanya pasti akan berjalan lancar."
Sebastian mencium bibir istrinya dengan ciuman khas Vanderkus.
Mobil berhenti tepat di depan lobi utama Rumah Sakit Cheongdam, dimana salah satu rumah sakit paling bergengsi di Seoul, dikenal sebagai tempat para artis dan keluarga konglomerat menjalani perawatan.
Pintu otomatis terbuka, memperlihatkan interior marmer putih dengan lampu gantung modern dan aroma khas rumah sakit yang bersih namun menenangkan.
Jiho segera turun dan membukakan pintu mobil Sebastian.
Sebastian sigap turun lebih dulu, lalu menawarkan tangan pada Amira.
“Pelan-pelan,” ucapnya lembut.
Amira turun dengan hati-hati dan begitu kedua kakinya menyentuh lantai granit dingin, perasaan gugup langsung menghantam dadanya.
Perawat berjalan dan menyambut kedatangan mereka berdua.
"Good morning Mr and Mrs Vanderkus." sapa perawat bernama Michelle.
Sebastian dan Amira menganggukkan kepalanya saat mendengar sapaan dari Michelle.
Kemudian Michelle mengajak mereka untuk naik ke dalam lift menuju ke lantai 4 dimana ruangan dokter Han ada disana.
Saat di dalam lift, Amira kembali merasakan detak jantungnya berdetak kencang.
Sebastian yang melihat kegelisahan istrinya langsung menggenggam tangannya.
"Tidak usah takut, sayang. Ada aku disini." ucap Sebastian.
Amira menganggukkan kepalanya sampai pintu lift terbuka.
Perawat mengajak mereka masuk ke ruangan Dokter Han.
"Minumlah teh hijau ini untuk menghangatkan tubuh anda." ucap Michelle.
Sebastian dan Amira mengambil gelas yang berisikan teh hijau.
Setelah mereka meminumnya, tak berselang lama pintu samping dibuka.
Mereka melihat Dokter Han yang berjalan masuk sambil tersenyum tipis.
"Good morning Mr and Mrs Vanderkus." sapa Dokter Han.
Dokter Han menutup pintu pelan dan berjalan mendekat.
Pria paruh baya itu berwajah tenang, berambut hitam rapi dengan kacamata tipis yang membuatnya terlihat cerdas sekaligus berwibawa.
“Silakan duduk,” ujarnya lembut sambil menunjukkan sofa panjang di sudut ruangan.
Sebastian membantu Amira duduk, lalu ikut duduk di sampingnya, tak pernah melepaskan genggaman tangannya.
Dokter Han membuka berkas data medis Amira yang sudah dikirim sebelumnya dari rumah sakit Jakarta.
Tatapannya sesekali beralih ke wajah Amira dan memperhatikan bekas luka yang membentang dari pelipis ke rahangnya.
“Nyeri di area luka masih sering muncul?” tanya Dokter Han dengan suara tenang.
“Tidak terlalu, dok. Kadang kalau cuaca dingin saja.” jawab Amira.
Dokter Han menganggukkan kepalanya dan ia langsung memanggil Michelle.
"Michelle, tolong antarkan Mrs Vanderkus untuk mengganti pakaiannya. Kita akan melakukan operasi sekarang." ucap dokter Han.
Amira sedikit terkejut ketika mendengar perkataan dari Dokter Han.
"Mrs Vanderkus, tidak usah takut. Saya janji akan melakukannya secara halus."
Amira menoleh ke arah Sebastian yang mengangguk kecil ke arahnya.
Setelah itu Michelle datang dan mengajak Amira untuk berganti pakaian yang sudah disiapkan.
Dokter Han mengajak Sebastian untuk menunjukkan ke ruangan khusus dimana Sebastian bisa melihat proses bagaimana Dokter Han mengoperasi istrinya.
karna bastian mandul