Lucianna Forger adalah seorang pelacur di sebuah klub malam. Walaupun hidup sebagai pelacur, Luci tetap memiliki impian untuk mempunyai suami dan anak.
Malam itu ia bertemu dengan Daniel Radcliffe, orang yang dia target menjadi pelanggan selanjutnya. Setelah melalui malam yang panas di rumah Daniel. Ia malah bertemu dengan tiga anak kembar.
Luci baru saja berpikir kalau dia bermalam dengan suami orang lain. Namun nyatanya Daniel adalah seorang duda. Ini memberikan kesempatan Luci untuk mendekati Daniel.
Sulit untuk mendekati Daniel, Luci pun memilih untuk mendekati anak-anaknya terlebih dahulu.
Apakah Daniel bisa menerima Luci dengan latar belakang seorang pelacur?
__________________________________________
Yang penasaran sama ceritanya silahkan baca🙌
[Warning!! konten dewasa]
[Karya ini hanya fantasi authornya, tidak membawa hal apapun yang berkaitan agama dalam novel ini🙌]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NiSeeRINA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
[PIAIT] Bab 10 : Belajar untuk tenang
Setibanya di rumah, Daniel meminta Lucianna dan si kembar untuk duduk di sofa ruang keluarga. Ia ingin mengetahui secara rinci apa yang sebenarnya terjadi di sekolah hingga menyebabkan perkelahian yang memalukan itu.
"Baiklah, sekarang jelaskan apa yang terjadi tadi," ucap Daniel dengan nada tenang, namun tersirat jelas kekesalan dalam suaranya. Ia berusaha untuk tidak terpancing emosi di hadapan anak-anaknya, tetapi ia juga tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya.
Si kembar hanya diam, menundukkan kepala. Mereka tahu betul bahwa papa mereka sangat tidak menyukai kekerasan, dan mereka takut dimarahi. Devan, anak yang lebih tua di antara tiga kembar ini, mencoba untuk menjelaskan, namun Lucianna dengan cepat menghentikannya. Ia yang akan menjelaskan semuanya kepada Daniel.
"Biar aku yang cerita," ucap Lucianna, menatap Daniel dengan tatapan jujur. "Anak dari ibu-ibu jelek tadi mengejekmu dan si kembar. Anak-anak tidak terima, makanya mereka memukuli anak itu. Terus, ibu itu datang dan mencubit Devan. Aku juga tidak terima, jadi aku membalasnya," jelas Lucianna dengan terus terang, tanpa berusaha menutupi apa pun. Ia merasa tidak ada yang salah dengan tindakan si kembar maupun dirinya.
Daniel memijat pelipisnya, mencoba meredakan sakit kepala yang mulai menyerang. Ia tahu bahwa Lucianna memiliki niat baik, tetapi tindakannya tetap tidak bisa dibenarkan. Kekerasan bukanlah solusi untuk menyelesaikan masalah.
"Apa yang anak itu katakan?" tanya Daniel, mencoba untuk tetap tenang. Ia ingin tahu apa yang memicu kemarahan si kembar hingga mereka melakukan kekerasan.
"Dia bilang kamu selalu ganti pengasuh karena wanita-wanita itu adalah wanita simpanan yang membuatmu bercerai dengan istrimu. Coba kamu pikirkan, bagaimana seorang anak kecil bisa bicara seperti itu? Itu jelas karena dia tahu dari ibunya yang suka bergosip," jawab Lucianna lagi, berbicara jujur dan apa adanya.
Mendengar ucapan itu, Daniel sempat terkejut, namun ia berusaha untuk tidak menunjukkan reaksinya. Ia tahu bahwa gosip tentang dirinya dan para pengasuh si kembar memang sering beredar di masyarakat. Namun, ia tidak menyangka bahwa gosip itu sampai ke telinga anak-anak dan memicu perkelahian.
Daniel menghela napas panjang, lalu menatap putra-putranya dengan tatapan lembut. Ia menjelaskan kepada mereka bahwa jika ada orang yang membicarakan hal yang tidak benar tentang mereka atau keluarga mereka, mereka tidak sepatutnya marah, apalagi sampai melakukan kekerasan. Mereka harus belajar untuk mengendalikan emosi dan menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik.
'Dia terlihat begitu manis saat bersikap sebagai seorang ayah,' batin Luci.
Lucianna mendengarkan Daniel yang sedang menasihati si kembar dengan penuh perhatian. Ia kagum dengan kesabaran dan ketenangan Daniel dalam menghadapi masalah. Ia mungkin juga harus belajar banyak dari Daniel tentang bagaimana menjadi orang tua yang baik. Tentu saja untuk mendapatkan perhatian Daniel.
"Papa harap kalian paham," ucap Daniel, mengakhiri nasihatnya. Ia menatap si kembar dengan tatapan penuh harap, berharap mereka mengerti apa yang ia katakan.
"Kami minta maaf, Pa," ucap si kembar bersamaan, menundukkan kepala. Mereka merasa bersalah karena telah membuat papa mereka kecewa.
"Papa maafkan kalian," jawab Daniel sambil tersenyum lembut. "Tapi, papa tetap harus memberikan kalian hukuman agar kalian tidak mengulangi kesalahan ini lagi."
Mendengar ucapan itu, si kembar hanya bisa pasrah. Mereka tahu bahwa mereka pantas dihukum. Yang terpenting, papa mereka tidak marah dan tetap menyayangi mereka.
"Selama seminggu, kalian tidak boleh bermain gawai. Jika kalian melakukan kesalahan ini lagi, papa akan menambah hukumannya," Daniel memberikan sanksi tegas kepada si kembar. Ia ingin mereka belajar dari kesalahan mereka dan menjadi anak-anak yang lebih baik.
Si kembar hanya bisa mengiyakan hukuman itu dengan lesu. Mereka tahu bahwa seminggu tanpa gadget akan terasa sangat membosankan, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka pantas mendapatkan hukuman itu.
Lucianna melihat si kembar dengan tatapan lembut. Ia tahu bahwa mereka nakal, tetapi mereka juga memiliki hati yang baik. Ia juga tahu bahwa mereka sangat menyayangi Daniel, itu sebabnya mereka melakukan itu.
"Dan kau!" tiba-tiba Daniel menunjuk Lucianna, membuatnya terkejut.
"Apa hukumanku?" tanya Lucianna dengan tatapan menggoda, seolah benar-benar mengharapkan hukuman nikmat dari Daniel. Ia menggoda Daniel untuk mencairkan suasana yang tegang.
Tatapan itu berhasil membuat Daniel bergidik geli. Ia tidak menyangka bahwa Lucianna akan bersikap seperti itu. "U-untukmu! Kalau anak-anak melakukan kesalahan seperti itu lagi, kau harus menegur mereka, bukan malah membelanya," ucap Daniel dengan nada gugup, berusaha untuk tidak terpancing oleh godaan Lucianna.
"Tidak ada hukuman lain?" tanya Lucianna, masih dengan tatapan menggoda. Ia benar-benar ingin dihukum oleh Daniel, tetapi bukan hukuman yang biasa-biasa saja.
Daniel mengacuhkan pertanyaan itu dan segera pamit kepada si kembar untuk kembali berangkat ke kantor. Ia tidak ingin berlama-lama di rumah dan terpancing oleh godaan Lucianna.
"Papa pergi dulu, ya. Kalian baik-baik di rumah," ucap Daniel sambil mencium kening si kembar.
'Kenapa Daniel tidak menciumku juga?' batin Lucianna kesal, bibirnya mengerucut. Ia merasa sedikit iri dengan si kembar yang mendapatkan ciuman dari Daniel. Ia juga ingin diperlakukan seperti itu.
Setelah Daniel pergi, Lucianna menatap si kembar yang masih terlihat murung dan menyesal. Ia tahu bahwa mereka merasa bersalah atas apa yang telah terjadi.
"Hei, sudah jangan murung begitu," ucap Lucianna sambil tersenyum lembut, mencoba menghibur mereka. "Kejadian tadi memang tidak baik. Kalian tidak boleh melakukannya lagi. Ah, tidak, maksudku kita, kita tidak boleh melakukannya lagi," ralat Lucianna, menyadari bahwa ia juga ikut terlibat dalam perkelahian itu. Ia mencoba bersikap bijak dan dewasa seperti yang dilakukan Daniel.
"Tapi, aku tidak menganggap kalian sepenuhnya salah. Memang terkadang ada beberapa sikap buruk seseorang yang perlu dibalas. Kejadian tadi bisa jadi peringatan untuk anak nakal itu," lanjut Lucianna sambil mengacungkan kedua jempolnya kepada si kembar, memberikan mereka semangat dan dukungan. Si kembar terlihat bingung, tidak mengerti maksud ucapan Lucianna.
"Aku bangga pada kalian yang berusaha untuk tidak membiarkan mereka mencemarkan nama baik ayah kalian. Yaa, ini juga jadi pelajaran untuk kalian, untukku juga tentunya. Tidak semua hal harus diselesaikan dengan emosi," ucap Lucianna, menyadari bahwa ia juga bersalah karena telah terpancing emosi dan melakukan kekerasan.
"Kalau begitu, mulai sekarang mari kita berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik agar tidak membuat ayah kalian kecewa lagi," ajak Lucianna dengan nada penuh semangat, mencoba membangkitkan semangat si kembar.
Senyum di wajah si kembar mulai timbul kembali. Mereka merasa lega karena Lucianna tidak menyalahkan mereka sepenuhnya dan tetap memberikan mereka dukungan.
Setelah perasaan mereka mulai tenang, Lucianna mengajak mereka untuk membersihkan diri. Ia ingin menghilangkan semua kotoran dan energi negatif yang menempel pada tubuh mereka.
Setelah mandi, Lucianna pergi mengambil kotak pertolongan pertama. Ia mulai mengobati luka-luka kecil pada tubuh si kembar, membersihkan dan membalut luka-luka itu dengan hati-hati.
Lucianna sempat merasa kesal saat melihat lengan Devan yang memerah akibat cubitan ibu anak itu. Ia ingin sekali membalas perbuatan wanita itu. Akan tetapi, Lucianna berusaha untuk bersabar. Demi mendapatkan perhatian dari Daniel, ia harus menjadi pribadi yang tenang dan terkendali.
'Jika aku bertemu dengannya lagi, aku akan langsung menamparnya sampai pingsan. Tentu saja aku tidak akan melakukannya di depan anak-anak. Aku sudah sangat keren tadi saat menasihati mereka seperti yang dilakukan Daniel,' batin Lucianna sambil membalut luka si kembar, membayangkan bagaimana ia akan membalas perbuatan ibu itu jika ada kesempatan.
Hari mulai malam, Lucianna menyiapkan makan malam untuk si kembar. Ia memasak makanan kesukaan mereka dengan sepenuh hati. Sepertinya, tujuannya untuk mendekati anak-anak Daniel semakin dekat. Si kembar hanya ingin makan makanan buatannya, menolak masakan dari para pembantu.
Para pembantu akan pulang setelah makan malam selesai. Lucianna tentu saja tidak pulang. Sekarang, ia benar-benar tinggal di rumah ini, meskipun masih sebagai pengasuh yang harus tidur di kamar tamu.
Selesai makan malam, Lucianna mengajak si kembar untuk belajar dan mengerjakan tugas sekolah mereka. Ia membantu mereka memahami pelajaran yang sulit dan memberikan mereka semangat untuk belajar. Kemudian, ia meninabobokan mereka hingga tertidur lelap.
Lucianna tahu bahwa ia harus bersikap sebagai pengasuh yang baik agar bisa menarik perhatian Daniel. Tetapi, ia melakukan semua itu dengan sepenuh hati. Ia benar-benar merasa sangat senang saat bersama si kembar yang ceria dan menggemaskan itu. Ia merasa bahwa ia telah menemukan keluarga barunya di rumah ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Bersambung...
padahal dalam hati 🤭