Tidak direstui mertua dan dikhianati suami, Latisha tetap berusaha mempertahankan rumah tangganya. Namun, kesabarannya runtuh ketika putra yang selama ini ia perjuangkan justru menolaknya dan lebih memilih mengakui adik tirinya sebagai seorang ibu. Saat itu, Latisha akhirnya memutuskan untuk mundur dari pernikahan yang telah ia jalani selama enam tahun.
Sendiri, tanpa dukungan siapa pun, ia berdiri menata hidupnya kembali. Ayah kandung yang seharusnya menjadi sandaran justru telah lama mengabaikannya. Sementara adik tirinya berhasil merebut kebahagiaan kecil yang selama ini Latisha genggam.
Perih? Tentu saja. Terlebih ketika pria yang pernah berjanji untuk mencintainya seumur hidup hanya terdiam, bahkan saat putra mereka sendiri lebih memilih wanita lain untuk menggantikan sosok ibunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebenaran dan sakit
Rimona mendekati Sageon yang tengah fokus dengan gadget nya. Setelah Latisha pergi dari rumah, dengan leluasa Sageon memainkan gadget yang selama ini selalu Latisha larang. Dulu, Latisha tak mengijinkan Sageon untuk main gadget, namun saat Radmila hadir di kehidupan Drakara dan Sageon, Radmila pun membiarkan Sageon leluasa untuk bermain gadget. Mungkin itulah salah satu alasan Sageon nyaman bersama Sonia karena wanita itu tak pernah melarang-larang apa yang ingin ia lakukan. Radmila bahkan memberikan Sageon gadget baru untuk ia mainkan agar Sageon anteng di saat Radmila dan Drakara asik memadu kasih.
"Kamu lagi apa sayang?" Rimona semakin dekat dengan Sageon dan kini duduk di samping bocah itu yang bahkan tak meliriknya sedikit pun.
"Jangan terlalu banyak main game, nanti mata kamu rusak." Rimona mencoba mengingatkan Sageon.
"Jangan mengaturku. Kamu bukan ibuku." Ujar Sageon ketus.
"Astaga, kenapa marah? Aunty hanya mengingatkan kamu." Ujar Rimona. Ia tak menyangka Sageon bisa berkata seketus itu. Dia merutuki Latisha dan Drakara yang tidak tidak bisa mendidik Sageon dengan baik. Sebenarnya saat itu, Rimona tak kuasa melepas Sageon untuk Nurcelia rawat. Namun karena kondisinya yang baru saja kehilangan Bhaskara dan juga mengalami baby blues ia pun terpaksa menyerahkan Sageon kepada Nurcelia. Ia sudah tahu rencana Nurcelia yang ingin menukar bayinya dan bayi Latisha. Awalnya ia tak setuju. Hanya saja Nurcelia beralasan St harus tumbuh dalam keluarga yang sempurna. Sageon butuh kasih sayang orangtua yang lengkap. Karenanya Rimona pun setuju karena ia tak mampu mengurus Sageon saat itu, terlebih ia hanya seorang diri. Setelah melahirkan dan menyerahkan Sageon ke tangan Nurcelia, Rimona pun memutuskan kembali ke Singapura untuk mengurus perusahaanya di sana.
"Apa kamu tidak di ajarkan mama kamu untuk sopan pada orang yang lebih tua?" Rimona berusaha mengorek informasi dari Sageon.
"Kenapa Aunty tanya-tanya? Sana jangan ganggu aku." Bukan nya menjawab pertanyaan Rimona, Sageon malah mengusir Rimona tanpa sedikit pun melirik wanita yang berada di sampingnya itu.
Astaga, Rimona kembali mengusap dadanya yang sesak karena perlakuan putranya. Ini tak bisa ia biarkan. Ia harus mengatakan pada Sageon kalau ia adalah ibu nya. Tak peduli Nurcelia akan marah padanya. Ia harus membawa Sageon tinggal bersamanya dan mendidik Sageon agar lebih patuh padanya.
"Ternyata Nana tak bisa mendidik Sageon dengan baik. Ia bahkan berani mengeraskan suara nya di hadapan orang yang lebih tua." Gumam Rimona yang bisa di dengar oleh Sageon karena mereka duduk berdampingan.
"Mamaku orang baik, yang jahat itu Tante Radmila. Ia yang membuat mama pergi meninggalkanku dan papa." Kali ini Sageon mendongak menatap Rimona yang kembali terkejut mendengar pengakuan Sageon. Ia sendiri sebenarnya heran karena melihat Sageon dan Drakara yang tinggal bersama Nurcelia tanpa kehadiran Latisha.
"Apa maksud kamu nak?" Rimona menatap Sageon penasaran.
"Tante Radmila dan papa sering pergi bersama bahkan sering main kuda-kudaan di kasur tanpa mengajakku, aku dan mama sering melihat nya. Makanya Mama marah dan pergi."
"Apa?" Rimona benar-benar terkejut sekarang. Bagaimana mungkin Drakara malah membiarkan putra nya melihat kelakuan bejatnya? Ini tak bisa di biarkan. Ia harus segera membawa Sageon bersamanya.
Rimona pun beranjak dari duduknya. Ia harus mencari Nurcelia dan meminta penjelasan padanya. Rimona melangkahkan kakinya menuju gazebo yang berada di taman belakang, biasa nya wanita paruh baya itu akan duduk-duduk santai di sana dan membiarkan Sageon bermain sendiri.
"Ma.." Rimona melihat Nurcelia yang tengah asik memainkan ponselnya sambil senyam senyum.
Sejurus kemudian, Nurcelia terlihat gugup saat melihat kehadiran Rimona di depannya. Ia pun mematikan ponselnya dan menyimpannya di atas meja.
"Ada apa Mona?" Nurcelia menatap Rimona yang kini duduk di sampingnya.
"Aku mau minta penjelasan mama terkait Sageon." Ujar Rimona serius.
"Memang nya ada apa dengan Sageon?" Nurcelia kembali menatap Rimona namun kali ini Nurcelia mengernyitkan keningnya tanda tak mengerti dengan apa yang di tanyakan Rimona padanya.
"Kenapa mama membiarkan Sageon bermain gadget seharian? itu gak baik lho buat kesehatan fisik dan mental Sageon." Ujar Rimona sedikit ketus.
"Alah, kamu tahu apa Mona? Biarkan saja Sageon anteng main ponsel. Lagian kasian selama ini Latisha melarang Sageon main ponsel." Ujar Nurcelia cuek.
"Astaga ma. Udah bener Latisha melarang Sageon bermain ponsel. Kenapa sekarang mama malah membiarkan nya? Mama juga pasti membiarkan Sageon melihat hal yang tak senonoh antara Drakara dan selingkuhannya kan? Tolong jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi? Aku tak mau mental anak ku terganggu karena masalah Latisha dan Drakara." Ujar Rimona dengan nada kesal.
"Memang nya apa yang ingin kamu ketahui Rimona? Jangan terlalu membesarkan masalah Sageon. Mama tahu yang terbaik untuknya. Mama sudah sangat berpengalaman merawat Drakara dan Bhaskara. Jadi kamu gak usah sok-sok an mengkhawatirkan mental Sageon. Dia tidak apa-apa." Ujar Nurcelia tak kalah kesalnya dengan Rimona. Ia menganggap Rimona terlalu berlebihan menanggapi perilaku Sageon yang menurutnya biasa saja.
"Astaga, jadi menurut mama anak sekecil Sageon tidak apa-apa melihat hal yang tak senonoh antara dua orang dewasa?" Kini Rimona meninggikan suaranya.
"Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?" Drakara yang baru saja tiba langsung menghampiri Nurcelia dan Rimona yang tengah bersitegang. Drakara yang bermaksud akan meminta dibuatkan kopi oleh bibi merasa penasaran saat mendengar keributan di gazebo.
Kedua wanita beda generasi itu langsung berbalik menatap Drakara yang kini tengah melangkah ke arah mereka.
"Ini dia pelakunya." Rimona yang melihat Drakara semakin mendekat pun langsung mengeluarkan uneg-unegnya.
"Kamu itu seorang ayah, seharus nya kamu itu menjadi panutan yang baik untuk Sageon, bukannya malah membiarkan anak sekecil Sageon melihat adegan tak senonoh yang kamu lakukan dengan selingkuhanmu." Ujar Rimona dengan nada berapi-api.
"Apa maksudmu bicara seperti itu? Memangnya siapa yang melakukan hal tak senonoh?" Drakara yang tak mengerti dengan perkataan Rimona pun mengernyit.
"Sageon yang mengatakannya padaku, dia bilang sering melihat kamu main kuda-kudaan dengan Radmila di kasur. Apa kamu tidak punya otak membiarkan anak sekecil itu melihat kalian berselingkuh? Aku memang tidak menyukai Latisha tapi setidak nya jangan biarkan Sageon melihat kamu bertukar peluh dengan wanita selingkuhanmu itu." ujar Rimona.
Sejenak Drakara pun terdiam. Ia tak menyangka jika ternyata Sageon sering melihatnya bercinta dengan Radmila. Padahal Radmila selalu meyakinkannya jika Sageon anteng dan tenang bermain ponsel yang telah ia belikan. Radmila juga meyakinkannya bahwa Sageon tak akan melihat apa yang mereka lakukan dan tak akan mengatakannya pada Latisha. Tapi nyatanya Sageon tahu dan memperhatikannya.
Astaga... Drakara tak lagi bisa berkata-kata.
"Sudahlah Rimona gak usah di besar-besarkan lagi masalah itu. Toh semuanya telah terjadi. Sageon juga tidak mengerti dengan apa yang ia lihat." Ujar Nurcelia berusaha menengahi namun terkesan menyepelekan Rimona.
"Mama tidak bisa berkata seperti itu. Anak sekecil Sageon itu pintar menirukan apa yang di lakukan orangtuanya. Dan itu akan mengganggu mentalnya. Jangan mama menyepelekan masalah ini. Aku gak mau mental anakku terganggu." Ujar Rimona keceplosan. Ia mengakui Jika Sageon adalah putranya.
"Apa maksud mu? Sageon putraku." Drakara mendelik ke arah Rimona sedangkan Nurcelia terlihat panik.
"Maksud Rimona, Sageon sudah Rimona anggap putranya sendiri. Kan kamu tahu sendiri, putra Rimona dan Bhaskara sudah tiada." Ujar Nurcelia gugup. Dia melirik ke arah Rimona yang hanya terdiam.
"Aku tidak ingin kamu ikut campur dengan urusanku dengan Sageon. Dia putraku." Ujar Drakara.
"Tidak bisa, aku tidak ingin Sageon menjadi pria sepertimu Drakara. Tukang selingkuh." Ujar Rimona tak mau kalah.
"Jaga ucapan kamu Rimona. Sageon tak ada hubungan nya denganmu. Mau dia mirip dengan ku atau tidak bukan urusan mu." Drakara pun berteriak di depan wajah Rimona.
"Sudah.sudah..jangan ribut. Kalian ini kenapa sih?" Nurcelia menatap Drakara dan Rimona bergantian.
"Aku akan membawa anakku ikut denganku sekarang. Aku gak mau mental anakku terganggu karena sering melihat pria yang ia anggap ayahnya gemar berselingkuh." Rimona tak tahan untuk mengatakan isi hatinya.
"Apa maksudmu Rimona? Jangan gila. Jangan mengaku-ngaku kala Sageon itu adalah putramu. Anakmu sudah lama mati." Ujar Drakara.
"Bukan putra ku yang mati tapi putramu yang sudah mati Drakara. Dan itu ulah ibu mu sendiri." Ujar Rimona.
Plak..plak...
Nurcelia menampar Rimona dua kali. Ia panik karena Rimona mengatakan rahasia besar yang selama ini ia tutupi.
"Kenapa mama menamparku? mama pikir aku akan diem aja? Denger ya ma. Aku gak mau tahu aku akan bawa Sageon sekarang. Terserah dia mau atau tidak aku tetap akan membawanya. Dia putraku. Dia yang aku perjuangkan antara hidup dan mati." Ujar Rimona dengan mata yang berkaca-kaca. Ia memegang pipinya yang terasa panas dan perih.
"Maaf Rimona, mama gak sengaja." Tangan Nurcelia terlihat gemetar. Sedangkan Drakara hanya terdiam. Ia tengah mencerna apa yang dikatakan Rimona padanya.
"Aku akan membalas semua perlakuan Tante padaku hari ini. Ingat." Rimona tak lagi memanggil Nurcelia dengan sebutan mama. Ia benar-benar marah karena Nurcelia telah menamparnya dua kali. Lihatlah apa yang akan ia lakukan pada wanita tua itu. Selama ini ia berusaha menghormati wanita tua itu sebagai ibu dari suaminya. Tapi setelah apa yang ia lakukan hari ini, ia tak akan mengampuninya. Sudah banyak ia berkorban untuk keluarga Bhaskara.
"Apa maksud mu kalau Sageon itu anakmu Jelaskan padaku Rimona." Drakara yang sejak tadi diam kini mencekal tangan Rimona yang akan pergi meninggalkannya.
"Tidak ada yang perlu di jelaskan Drakara. Apa yang di ucapkan Rimona hanya omong kosong." Bukan Rimona yang menjawab, melainkan Nurcelia.
"Diam ma. Aku tidak bertanya pada mama." Sentak Drakara pada Nurcelia. Seketika Nurcelia pun diam karena terkejut dengan sentakkan Drakara.
"Kamu tanyakan sendiri pada ibumu itu Drakara. Apa yang telah ia lakukan pada putramu dan Latisha. Kalau kamu masih tidak percaya padaku. Lakukan tes DNA pada Sageon. Nanti kamu akan mengerti. Aku akan memberimu waktu dengan Sageon, tapi hanya sebentar karena aku akan membawa putraku untuk tinggal bersamaku. Aku akan mengajarinya dan menjadikan nya pria sejati." Ujar Rimona sambil menepis tangan Drakara. Ia pun melangkahkan kakinya meninggalkan Drakara dan Nurcelia yang terlihat pucat.
Drakara menatap Nurcelia yang terlihat gugup. Saat langkah kaki Drakara semakin mendekat ke arahnya, wajah Nurcelia terlihat semakin pias.
"Apa maksud ucapan Rimona ma? Apa benar yang di katakan Rimona kalau Sageon adalah anaknya? Lalu dimana anakku bersama Latisha? Apa yang sudah mama lakukan pada putraku?" Suara dingin Drakara membuat Nurcelia semakin ciut.
"Itu..itu tidak benar Drakara. Apa yang diucapkan Rimona itu bohong. Mama tahu dia depresi karena telah kehilangan anaknya, makanya dia mengaku -ngaku kalau Sageon adalah putra nya." Ujar Nurcelia terbata.
"Jangan bohong ma. Aku pasti akan mengetahuinya saat aku melakukan tes DNA pada Bian. Jadi sebelum aku benar-benar murka, tolong katakan padaku, atau aku tak akan memberi mama uang sepeser pun. Mama tidak lupa kan kalau perusahaan itu milikku sekarang? Kalian bahkan tidak memiliki sedikit pun saham di sana." Tegas Drakara.
"Mama tidak bohong Drakara. Mama mengatakan yang sebenarnya nya." Ujar Nurcelia sambil terisak. Ia tak mau Drakara menghentikan dana untuk nya.
"Baik, kalau mama tetap bersikeras. Aku akan bawa Sageon tes DNA sekarang." Ujar Drakara sambil berlalu meninggalkan Nurcelia yang histeris.
"Jangan Drakara..jangan. Dengarkan mama. Semua yang mama lakukan untuk kebaikan kita semua." Nurcelia berusaha menghentikan langkah Bara.
"Jadi benar apa yang di katakan Sherly?" Drakara menatap tajam Nurcelia yang akhirnya mengangguk.
"Lalu di mana putraku?" Kali ini Drakara sudah tak tahan dengan emosinya, ia mencengkram tangan ibunya dengan kuat.
"Lepaskan tangan mama Drakara. Kamu durhaka karena telah menyakiti mama." Bukannya menjawab pertanyaan Drakara, Nurcelia malah terisak dan berusaha melepaskan cengkraman tangan putra nya.
"Katakan dulu dimana putraku? Dimana putra yang di lahirkan Latisha?" Geram Drakara.
"Anak kalian sudah meninggal Drakara." Ujar Nurcelia
"Jangan bohong ma. Kalau putra ku sudah meninggal di mana makamnya? Katakan padaku dimana makamnya?" Sentak Drakara lagi. Ia sungguh merasa kecewa dengan ibunya.
"Itu, mama gak tahu karena pihak rumah sakit yang menguburkan nya." Ujar Nurcelia gugup.
"Baiklah, kalau mama tidak jujur, aku akan blokir semua kartu kredit dan kartu debit mama." Ancam Drakara. Ia pun langsung mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya.
"Jangan Drakara, mama akan mengaku. Bayi kalian mama buang di depan panti asuhan." Ujar Nurcelia pada akhirnya.
"Apa? Mama tega membuang cucu kandung mama sendiri? Kenapa ma? Kenapa mama begitu tega?"
"Aarrghh...." Drakara meremas rambutnya kasar. Ia tak lagi bisa berkata-kata. Tanpa sadar, air matanya mulai mengalir pipinya.
"Maafkan mama Drakara, tapi ini yang terbaik bagi kita. Mama gak mau punya cucu dari wanita miskin itu." Ujar Nurcelia.
"Cucu mama hanya satu, Sageon yang terlahir dari keluarga terpandang." Ujar Nurcelia tanpa rasa bersalah.
Buat lebih dramatis dong. 😀