NovelToon NovelToon
Cinta Mulia

Cinta Mulia

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Pernikahan Kilat / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Kantor
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Mulia adalah seorang wanita sukses dalam karir bekerja di sebuah perusahaan swasta milik sahabatnya, Satria. Mulia diam-diam menaruh hati pada Satria namun sayang ia tak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Tiba-tiba Mulia mengetahui bahwa ia sudah dijodohkan dengan Ikhsan, pria yang juga teman saat SMA-nya dulu. Kartika, ibu dari Ikhsan sudah membantu membiayai biaya pengobatan Dewi, ibu dari Mulia hingga Mulia merasa berutang budi dan setuju untuk menerima perjodohan ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aksi Tak Pantas

"Ini buburmu, Mulia!" Dinda mengambil segenggam bubur yang tumpah di lantai dan melemparkannya ke wajah Mulia.

"Dan ini kopimu!" Bu Hanim tidak mau kalah. Ia mengambil secangkir kopi yang sudah tumpah dan menyiramkannya ke wajah Mulia.

Mulia hanya bisa menutup matanya. Ia merasakan bubur yang lengket dan kopi yang panas menempel di wajahnya. Tubuhnya gemetar. Ia tidak bisa lagi menahan air matanya.

"Makan itu! Dasar wanita murahan!" teriak Dinda.

"Kamu pantas mendapatkan semua ini!" Bu Hanim menambahkan, suaranya dipenuhi kebencian.

Kerumunan di kantin semakin riuh. Beberapa orang merekam kejadian itu. Mereka tertawa, berbisik-bisik, dan menunjuk ke arah Mulia. Mulia merasa malu, ia merasa hancur. Ia tidak bisa lagi menahan dirinya. Ia ingin lari, ingin kabur dari semua ini. Tapi ia tidak bisa. Ia merasa kakinya terpaku di lantai.

"Hentikan!" suara Ikhsan menggelegar.

Semua orang menoleh. Di sana, Ikhsan berdiri, wajahnya merah padam karena marah. Ia berjalan cepat, membelah kerumunan.

****

"Apa yang kalian lakukan?!" teriak Ikhsan.

Bu Hanim dan Dinda terkejut. Mereka tidak menyangka Ikhsan akan datang.

"Kenapa kamu di sini?" tanya Bu Hanim.

"Saya direktur rumah sakit ini, Bu! Dan saya minta Anda untuk keluar dari sini!" bentak Ikhsan.

"Kamu membela wanita ini?" Dinda menatap Ikhsan dengan mata membulat.

"Ya! Karena dia tidak bersalah!" jawab Ikhsan tegas. "Kalian yang salah! Kalian yang menghancurkan hidupnya!"

"Dia yang menghancurkan rumah tanggaku!" teriak Bu Hanim.

"Jangan berbohong, Bu!" kata Ikhsan. "Saya tahu apa yang terjadi. Mulia tidak pernah menggoda suami Anda. Justru Pak Wibowo yang merayunya! Dan saya akan membuktikannya!"

Kata-kata Ikhsan membuat Bu Hanim terdiam. Wajahnya pucat. Ia tidak menyangka Ikhsan akan tahu.

Ikhsan berlutut di samping Mulia, membantu Mulia berdiri. "Kamu tidak apa-apa, Mulia?" tanyanya lembut.

Mulia menggeleng, ia tidak bisa berkata-kata. Ia merasa, Ikhsan adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuknya.

Ikhsan menatap Mulia dengan mata penuh kasih. "Sudah, jangan menangis. Aku akan membawamu ke ruanganku. Kita akan bersihkan ini."

Mulia mengangguk. Ia membiarkan Ikhsan membantunya berdiri. Ikhsan menggendong Mulia, lalu membawanya pergi dari kantin. Kerumunan orang-orang yang tadinya merekam dan menertawakan mereka, kini hanya bisa terdiam.

Di ruangan Ikhsan, Mulia membersihkan wajahnya dengan air. Ia melihat pantulan dirinya di cermin. Wajahnya yang kotor, matanya yang bengkak, dan rambutnya yang berantakan. Ia merasa, ia tidak lagi mengenal dirinya.

"Kamu butuh sesuatu lagi?" tanya Ikhsan, suaranya lembut.

Mulia menggeleng. "Terima kasih, Ikhsan. Kamu sudah banyak membantuku."

"Itu sudah tugasku, Mulia," kata Ikhsan. "Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu lagi."

Mulia menatap Ikhsan, matanya berkaca-kaca. Ia merasa, ia sangat beruntung memiliki Ikhsan di sisinya. Ia tidak tahu, bagaimana ia harus membalas semua kebaikan Ikhsan.

"Aku akan membantumu mencari pekerjaan," kata Ikhsan. "Aku akan membantumu membuktikan bahwa kamu tidak bersalah. Aku akan membantumu mendapatkan kembali hidupmu."

Mulia mengangguk. Ia merasa, ia tidak sendirian. Kehadiran Ikhsan memberinya sedikit kekuatan untuk menghadapi semua ini. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi, ia tahu satu hal, Ikhsan akan selalu ada di sisinya.

****

Setelah insiden di kantin, Mulia Anggraeni kembali ke ruang inap ibunya. Wajahnya yang kotor dan bajunya yang basah membuat Dewi terkejut. Mulia menceritakan semua yang terjadi, tentang bagaimana Dinda dan Bu Hanim menghinanya, tentang bagaimana mereka melemparkan makanan ke arahnya, dan tentang bagaimana ia dipermalukan di depan banyak orang. Dewi mendengarkan dengan mata berkaca-kaca. Ia tidak menyangka putrinya akan diserang secara brutal.

"Mulia... kenapa mereka sejahat itu?" tanya Dewi, suaranya bergetar. "Kenapa mereka memfitnahmu seperti ini?"

Mulia hanya bisa menangis. "Aku tidak tahu, Bu. Aku tidak tahu."

Ikhsan yang menemani Mulia, berdiri di samping ranjang Dewi, wajahnya tampak serius. "Tante, saya akan laporkan ini ke polisi," ucapnya tegas. "Mereka sudah keterlaluan. Saya tidak akan membiarkan mereka berbuat ulah lagi."

Mata Dewi membulat. "Polisi?"

"Ya, Tante. Mereka sudah melakukan kekerasan fisik dan pencemaran nama baik," jawab Ikhsan. "Saya akan pastikan mereka mendapatkan balasan yang setimpal."

Dewi menatap Mulia, lalu kembali menatap Ikhsan. "Tapi, Ikhsan... apa tidak akan ada masalah nantinya? Mereka orang-orang yang berkuasa."

"Saya tidak peduli," kata Ikhsan. "Saya tidak akan membiarkan mereka menginjak-injak Mulia."

Mulia yang sejak tadi diam, kini angkat bicara. "Tidak perlu, Ikhsan," suaranya parau. "Jangan lakukan itu."

Ikhsan menoleh. "Kenapa, Mulia? Kamu pantas mendapatkan keadilan."

"Aku tahu. Tapi, aku tidak mau masalah ini semakin panjang," Mulia menjelaskan. "Aku hanya ingin semuanya cepat selesai. Aku tidak mau lagi ada di tengah-tengah mereka."

"Mulia, kalau kamu tidak melawan, mereka akan semakin menjadi-jadi," Ikhsan berargumen. "Mereka akan terus mengganggumu. Mereka tidak akan pernah berhenti."

"Aku tahu," kata Mulia. "Tapi, aku takut, Ikhsan. Aku takut kalau aku melaporkan mereka, mereka akan membalas dendam. Aku takut mereka akan menyakiti Ibu atau orang-orang yang aku cintai. Aku tidak mau itu terjadi."

****

Ikhsan menghela napas. Ia tahu, ketakutan Mulia beralasan. Tapi, ia juga tahu, ia tidak bisa membiarkan Mulia terus-menerus disakiti.

"Mulia, aku akan melindungimu. Aku akan pastikan mereka tidak bisa menyentuhmu," kata Ikhsan.

"Aku tahu, Ikhsan," Mulia menjawab, air matanya kembali menetes. "Tapi, aku tidak mau kamu terlibat dalam masalahku. Aku tidak mau kamu dalam bahaya."

"Aku tidak dalam bahaya, Mulia. Aku bisa mengatasi ini," kata Ikhsan meyakinkan.

"Kamu tidak tahu mereka, Ikhsan," Mulia menggeleng. "Mereka akan melakukan apa saja untuk menghancurkan orang yang mereka benci. Mereka akan menghancurkan kita berdua."

Dewi menatap putrinya, lalu menatap Ikhsan. Ia tahu, Mulia benar. Ia juga tahu, Ikhsan ingin membantunya. Tapi, ia tidak ingin putrinya terlibat dalam masalah yang lebih besar.

"Ikhsan, biarkan saja," kata Dewi. "Jangan laporkan mereka. Kami tidak mau ada masalah lagi. Kami hanya ingin hidup tenang."

Ikhsan terdiam. Ia menatap Mulia, lalu menatap Dewi. Ia tahu, ia tidak bisa memaksa mereka. Hatinya terasa sakit. Ia merasa tidak berdaya.

"Baiklah, Tante. Tapi, saya akan pastikan mereka tidak bisa mengganggu Mulia lagi," janji Ikhsan.

Mulia menatap Ikhsan, matanya berkaca-kaca. "Terima kasih, Ikhsan. Terima kasih banyak."

Ikhsan hanya mengangguk. Ia tahu, ia harus mencari cara lain. Ia tidak bisa membiarkan Bu Hanim dan Dinda terus-menerus mengancam Mulia. Ia akan mencari cara untuk menghentikan mereka, tanpa melibatkan polisi. Ia akan pastikan, Mulia akan mendapatkan keadilan. Ia akan pastikan, Mulia akan bisa hidup tenang. Ia akan berjanji, Mulia tidak akan pernah lagi menangis karena orang-orang itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!