NovelToon NovelToon
Dinikahi Suami Kembaranku

Dinikahi Suami Kembaranku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Selingkuh / Pengantin Pengganti / Beda Usia / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Misstie

Syima dan Syama adalah kembar identik dengan kepribadian yang bertolak belakang. Syama feminim, sementara Syima dikenal sebagai gadis tomboy yang suka melanggar aturan dan kurang berprestasi akademik.

Hari pernikahan berubah menjadi mimpi buruk, saat Syama tiba-tiba menghilang, meninggalkan surat permintaan maaf. Resepsi mewah yang sudah dipersiapkan dan mengundang pejabat negara termasuk presiden, membuat keluarga kedua belah pihak panik. Demi menjaga nama baik, orang tua memutuskan Devanka menikahi Syima sebagai penggantinya.

Syima yang awalnya menolak akhirnya luluh melihat karena kasihan pada kedua orang tuanya. Pernikahan pun dilaksanakan, Devan dan Syima menjalani pernikahan yang sebenarnya.

Namun tiba-tiba Syama kembali dengan membawa sebuah alasan kenapa dia pergi dan kini Syama meminta Devanka kembali padanya.

Apa yang dilakukan Syima dalam mempertahankan rumah tangganya? Atau ia akan kembali mengalah pada kembarannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Misstie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terpaksa

Syima memarkir motor Byson-nya dengan kasar di samping mobil Devanka, kesal melihat kendaraan dosen itu terparkir di halaman rumahnya sendiri. Dengan langkah berat dia berjalan menuju pintu depan, mulutnya komat-kamit menggumamkan kata-kata tak jelas.

Begitu masuk, suara tawa dan percakapan hangat langsung menyambut. Dari ruang tamu terdengar suara Dewi, Ahmad, Syama, dan Devanka bercengkerama.

Syima berniat langsung naik ke kamar, tapi suara ibunya menahan langkah.

“Syi, kamu udah pulang? Sini dulu, ada Nak Devan.”

Terpaksa, Syima berjalan menuju ruang tamu. Wajahnya berusaha terlihat biasa, meski hatinya masih panas karena perlakuan Devanka di kampus tadi.

"Gimana kuliahnya hari ini?" tanya Dewi sambil tersenyum.

"Biasa aja, Bu," jawab Syima singkat, duduk di ujung sofa sejauh mungkin dari Devanka.

"Mas Devan tadi cerita, kamu ada tugas tambahan ya?" tanya Syama.

Syima menoleh tajam pada Devanka. Jadi dosen itu sudah melapor duluan.

“Iya. Dua puluh soal.”

"Bagus dong. Berarti Nak Devan perhatian sama kemajuan kamu," komentar Ahmad.

"Perhatian banget," gumam Syima sarkastis, tapi masih terdengar oleh semua orang.

Ahmad yang menyadari nada bicara putrinya langsung menegur. "Syima, jaga cara bicaramu, bagaimanapun Nak Devan ini dosen kamu."

"Wow, secepat itu Pak Devan mengambil hati Bapak. Padahal cuma sedikit orang yang bisa meluluhkan hati Bapak. Aku aja gak bisa," ucapnya dalam hati.

"Iya, Pak. Maaf ya Pak Devan," jawab Syima sambil menundukkan kepala, jelas tidak tulus.

Makan malam berlangsung dengan menu sop iga buatan Dewi yang istimewa. Suasana hangat tercipta di meja makan, hanya Syima yang terlihat diam dan kurang antusias.

"Sop iganya enak sekali, Bu," puji Devanka sambil menyendok nasi.

Syima langsung mencibir dalam hati. Manis banget lidahnya kalau buat orang tua batinnya mengejek.

"Makasih, Nak. Ini resep turun-temurun dari nenek," kata Dewi bangga.

"Bu, operasi tiga hari lagi. Ibu udah siap?" tanya Syama khawatir.

Dewi mengangguk sambil tersenyum. "Insyaallah siap. Dokter bilang operasinya nggak terlalu berat."

"Ibu pengen lihat anak-anak bahagia. Terutama pengen lihat Syama menikah," jawab Dewi sambil melirik putri sulungnya.

"Oh iya... Nak Devan. Seperti yang kita bahas tempo hari, jadinya kapan kalian rencananya menikah? Sudah dibicarakan sama orang tuamu?"

Syama hampir tersedak mendengar pernyataan Bapaknya. Devanka dan Syama saling pandang. Mereka berdua tahu bahwa topik ini akan muncul lagi.

“Saya sudah bicara sama orang tua. Mereka setuju. Tinggal kami berdua menentukan. Tapi… bukan sekarang-sekarang,” jawab Devanka hati-hati.

"Kenapa? Ibu kan pengen lihat putri sulungnya jadi pengantin cantik," kata Dewi dengan mata berbinar.

“Aku masih kuliah, Bu. Pengen fokus dulu sampai lulus,” kata Syama mencoba menolak halus.

"Ibu tahu," potong Dewi dengan nada serius. "Tapi dengan penyakit ini, ibu takut... takut nggak bisa lihat hari bahagia putri Ibu. Ibu bisa dipanggil Tuhan kapan saja, Sya."

Kalimat itu langsung membuat suasana hening. Syima yang sejak tadi diam ikut terhenti mengunyah makanannya. Matanya terasa memanas mengingat jika ke depannya Ibunya tidak lagi berada di sisinya.

"Bu, jangan ngomong kayak gitu. Ibu pasti sembuh. Ibu harus panjang umur, buat lihat aku sama Syima punya anak," kata Syama dengan mata berkaca-kaca.

"Ibu cuma bilang jaga-jaga. Umur tidak ada yang tahu. Makanya Ibu pengen lihat Syama menikah secepatnya."

Ahmad yang sedari tadi diam, hanya mengangguk mendukung istrinya.

"Sebagai orang tua, kami ingin putri Ibu sama Bapak sudah ada yang menjaga, sebelum terjadi apa-apa sama kami," sambung Ahmad, yang membuat perasaan Syima dan Syama semakin tak karuan.

"Lagian, nggak baik pacaran terlalu lama," tambah Ahmad.

Syama merasa terjepit. "Pak, Bu, sebenarnya kami juga pengen menikah. Cuma waktunya..."

"Waktunya kapan? Tahun depan? Dua tahun lagi?" tanya Ahmad.

"Kami pikir setelah Syama lulus kuliah, Pak," jawab Devanka ingin menengahi suasana. Apalagi melihat kekasihnya sudah mulai meneteskan air mata.

"Setahun ke depan gimana, Ibu belum tahu kondisi ibu seperti apa. Apalagi setelah kemoterapi nanti," ucap Dewi.

Syama merasakan tekanan dari orang tuanya. "Tapi aku belum siap mental buat menikah."

Syima yang melihat kakaknya dalam posisi sulit akhirnya angkat bicara. "Pak, Bu, kenapa sih maksa banget? Kan Syama bilang belum siap."

Ahmad menatap putri bungsunya. "Syima, kamu belum ngerti. Ini bukan memaksa, tapi demi kebaikan Syama juga."

"Kebaikan apa, Pak?" tanya Syima menantang Ahmad.

"Kebaikan supaya dia punya pendamping hidup, yang bisa membimbing Syama jadi lebih baik. Jadi imam."

“Berarti selama ini bimbingan Bapak kurang baik, sampai perlu bantuan Pak Devan membimbing Syama,” gumam Syima pelan, bermaksud untuk diri sendiri, tapi ternyata suaranya cukup terdengar semuanya.

Sontak semua mata tertuju kepada Syima. Apalagi wajah Ahmad yang sudah memerah menahan amarah. Syima yang tidak merasa ucapannya terdengar orang lain, mendongak menatap mereka satu per satu dengan tatapan heran.

"Kenapa?" tanya Syima polos.

Ahmad meletakkan sendoknya dengan keras, membuat semua orang tersentak. Matanya menatap Syima dengan pandangan yang sangat tajam.

"Apa maksud kamu dengan ucapan tadi, Syima?" tanya Ahmad dengan suara rendah namun terasa mengancam.

Syima yang baru menyadari ucapannya terdengar oleh semua orang langsung menelan ludah berusaha tetap tenang, meskipun dia kini berada di ujung jurang. "Eh... maksud aku apa, Pak?"

"Jangan berpura-pura. Kamu bilang selama dibimbing Bapak, Syama nggak cukup baik?"

"Aku... aku nggak bilang gitu, Pak," jawab Syima gugup.

"Artinya kamu meragukan cara Bapak mendidik kalian selama ini."

Dewi yang melihat suasana mulai memanas mencoba melerai. "Pak, mungkin Syima nggak bermaksud-"

"Jangan selalu membelanya. Biar dia jawab sendiri," potong Ahmad tanpa mengalihkan pandangannya dari putri bungsunya.

Syima merasakan dadanya berdebar kencang. Dia tahu ayahnya sedang sangat marah. "Pak, aku bener-bener nggak bermaksud kayak gitu. Aku cuma..."

"Cuma apa?"

Syima mengambil napas dalam-dalam. "Pak, maksud aku... Syama kan udah jadi anak yang baik di bawah bimbingan Bapak, sekarang kenapa harus minta bantuan Pak Devan membimbing Syama jadi lebih baik. Lagian Syama udah cukup dewasa untuk memutuskan kapan dia mau nikah. Kenapa harus dipaksa?" Suara Syima begitu lugas, dan tenang.

"Kamu bilang kami memaksa?"

"Kan tadi Syama bilang belum siap, tapi Bapak dan Ibu tetep kekeh."

Ahmad bangkit dari kursinya dengan wajah merah padam. "Syima! Kamu pikir orang tua tidak boleh memberi saran sama anaknya?"

"Boleh saja, tapi cara kalian tadi memaksakan kehendak!" Syima mulai terpancing menaikkan nada suaranya.

"Sisi, udah deh. Jangan dilanjutin, malu," bisik Syama berdiri mendekati adiknya, memegang lengan Syima agar tidak melanjutkan perdebatan.

“Jangan ikut campur dulu, Nak Devan! Ini urusan keluarga!” sergah Ahmad.

Devanka yang tadinya akan kembali berbicara kembali diam.

Syima yang melihat Devanka ikut dimarahi ayahnya karena dirinya merasa semakin kesal. "Pak, kenapa Pak Devan ikut dibentak-bentak?!"

"Sisi, please... Kasihan ibu," mohon Syama dengan mata berkaca-kaca.

Mengingat kondisi ibunya, amarah Syima seketika padam tidak tersisa. Mulutnya langsung bungkam, tidak memiliki keinginan untuk mendebat ayahnya kembali.

Baru saja Ahmad akan kembali membuka mulut, Syama terlebih dahulu berbicara, "Aku... aku akan menikah sama Mas Devan, setelah ibu operasi."

"Sya... Kamu serius?" tanya Syima tidak percaya Syama akan menyetujui pernikahan segera.

Syama mengangguk dengan pasti. Membuat Syima memejamkan mata sejenak, merasakan pening di kepalanya. Dia merasa percuma mendebat Ahmad, kalau akhirnya Syama tetap mengikuti keinginan orang tua mereka.

"Ah... Kampret.." batinnya mengumpat.

1
Ibvundazaky Ibundazaky
ditunggu up nya thor
Misstie
Ceritanya menarik.. 🥰🥰
muznah jenong
thanks untuk double up Thor.....
love you..../Heart//Heart//Heart//Heart//Heart//Rose//Rose//Rose/
Misstie: Sama-sama Kak...
Makasih udah jadi pembaca setia Syima
🥰🥰
total 1 replies
Randa kencana
ceritanya sangat menarik
muznah jenong
wah gawat pak dosen udah yoblos sebelum hari H..,..
Krisna Flowers
👍
muznah jenong
jangan2 bentar lagi pak Devan bucin lagi
di tunggu gaya bucin pak Devan ....pasti konyol istriya tomboy suami ya kaya kanebo ga ada expresi... di tunggu update selanjutnya thor/Heart//Heart//Heart//Heart//Heart/
Mepica_Elano
Aaaahhh! Begitu seru sampe gak berasa waktu berlalu!
Rizitos Bonitos
Bikin galau.
Rakka
Ngakak banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!