"Ini putri Bapak, bukan?"
Danuarga Saptaji menahan gusar saat melihat ponsel di tangan gadis muda di hadapannya ini.
"Saya tahu Bapak adalah anggota dewan perwakilan rakyat, nama baik Bapak mesti dijaga, tapi dengan video ini ditangan saya, saya tidak bisa menjamin Bapak bisa tidur dengan tenang!" ancam gadis muda itu lagi.
"Tapi—"
"Saya mau Bapak menikah dengan saya, menggantikan posisi pacar saya yang telah ditiduri putri Bapak!"
What? Alis Danu berjengit saking tak percaya.
"Saya tidak peduli Bapak berkeluarga atau tidak, saya hanya mau Bapak bertanggung jawab atas kelakuan putri Bapak!" sambung gadis itu lagi.
Danu terenyak menatap mata gadis muda ini.
"Jika Bapak tidak mau, maka saya akan menyebarkan video ini di media sosial!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 10. Berusaha Lepas
"Jadi sah, ya, Pak Galih, Bu Evi ... pernikahan diadakan hari Minggu, pekan depan."
Wakil keluarga sekaligus juru bicara adalah putra tertua dari kakak Mila, Muliawan Soeroso. Di sisi kanan ada keluarga Danu dan kiri keluarga besar Mila, sementara keluarga Danu yang memang tinggal di pelosok nan jauh, tidak sempat diundang mengingat acara ini diadakan secara mendadak.
Acara berlangsung sangat singkat dan khidmat terlebih pihak Revan hanya menurut saja dengan apa yang keluarga Clara pinta. Tentu saja karena uang ratusan juta telah Mila keluarkan untuk membuat mereka tunduk.
"Tapi sebelum pernikahan itu terjadi, saya minta dengan amat sangat rendah hati, agar apa yang diberikan istri saya tadi siang untuk Pak Galih supaya dikembalikan."
Ucapan itu sontak membuat Galih dan Mila melesatkan tatapan tajam pada Danu yang duduk di posisi pinggir. Tubuhnya yang besar mendominasi ruangan, membuat Galih sedikit terintimidasi. Selain kekuasaannya, Galih tentu minder dengan penampilan pria yang usianya terpaut tidak terlalu jauh itu dengannya itu.
"Uang apa?" Evi bertanya dalam nada gumaman yang bisa ditangkap dengan baik oleh semua orang, sehingga beberapa orang saling pandang. Sependengaran mereka Danu tidak menyebut uang melainkan sesuatu. Sesuatu itu tentu belum tentu berbentuk uang.
"Jadi, istri saya mengambil uang dari dana partai yang saya kelola," jelas Danu tanpa sungkan. Awalnya dia tidak ingin membahasnya di sini jika saja Galih tidak bersikap seolah tidak paham apa yang ia katakan. Gaya petantang-petenteng Galih membuat Danu kesal. Jika ada apa-apa dengan dana itu nanti, pasti Danu akan jadi tersangka, sementara Galih ketiban untung. Uang itu tidak sedikit, buktinya Galih telah membeli mobil baru cash.
Mila juga terlihat senang dan tidak terbebani apapun. Padahal Danu saat ini sedang dilanda kepanikan.
"Nanti, akan saya kembalikan lagi setelah pemilu selesai, sesuai dengan jumlah yang kalian terima. Saat ini, penarikan besar dan mencurigakan pasti membuat siapapun berpikir yang tidak-tidak." Danu mengambil jalan tengah agar keadaan bisa diatasi dengan baik. Dia tidak bermaksud berbohong, tapi semua bisa diatur sesuai dengan keadaan yang akan berkembang nantinya.
Revan bertanggung jawab beneran atau tidak nanti pada Clara, atau cuma sekadar menikah lalu ditinggalkan. Bapaknya dapat uang banyak, Revan semena-mena, dirinya dipenjara karena korupsi, Clara juga menderita secara psikis. Bukankah itu jalan kehancuran instan jika semua main iya saja?
Galih menarik napas untuk memberi respon yang baik. "Pak Danu, uang itu dari Bu Mila yang telah saya pergunakan untuk keperluan pernikahan nantinya sesuai dengan keinginan Bu Mila, jadi menarik uang yang sudah diberikan itu sama saja dengan anda membatalkan pernikahan ini."
"Jadi, jika tidak diberi uang itu, putra anda tidak akan menikahi anak saya? Apa anda lupa kalau anak saya hamil karena anak Bapak?" Danu sudah menduga. Mila saja yang bodoh mau diperalat oleh ayah Revan.
"Itu belum tentu anak Revan, Pak Danu ... jaman sekarang bukankah sudah biasa wanita mengaku-ngaku hamil dari seorang laki-laki? Apalagi laki-laki itu tampan seperti anak saya," cemooh Galih tanpa sungkan sama sekali.
Mila di sebelah Danu menggeram marah. Dia sudah mendengar kalimat ini dari Galih tempo hari sewaktu kesana meminta pertanggungjawaban. Jujur saja dia tersinggung sebab begitulah keadaannya saat meminta ayah Clara bertanggungjawab atas kehamilannya dulu.
"Saya punya bukti jika itu adalah anak Revan!" Danu dengan tenang mengambil ponsel yang tergeletak di meja. Pandangannya terarah pada seluruh tamu hari ini. "Mau saya buka di sini, Revan?"
Semua orang menaruh perhatian penuh mereka pada Danu. Bukti apa itu?
"Saya tidak percaya pada anda, Pak Danu!" Galih mencibir lalu bersiap berdiri. "Saya akan kembalikan uang itu tapi pernikahan saya batalkan!"
"Tunggu Pak Galih!" Mila langsung berdiri, menatap Galih penuh permohonan. Clara juga ikut berdiri meski dia tidak tahu harus senang atau sedih. Baginya ada ayah atau tidaknya dari bayinya ini, tidak masalah. Dia hanya ikut apa kata Mila saja. "Tolong jangan batalkan pernikahan ini, kasihan Clara!"
"Justru akan lebih kasihan kalau nanti Clara hanya diperalat untuk mendapatkan uang dan dipermainkan kemudian ditinggal, Mila!" timpal Danu. Ia menatap tajam Mila, seolah dia menunjukkan bahwa dia yang paling berhak mengambil keputusan disini.
Hal itu lah yang membuat Mila tidak suka. Ia merasa dilangkahi.
"Dari kejadian ini saja, kita semua bisa lihat kalau mereka hanya ingin uang kamu!" Danu melanjutkan. "Kita tidak kekurangan apapun untuk membesarkan cucu kita, Mila! Nanti akan ada laki-laki yang bisa menerima Clara dan cucu kita dengan tulus! Tidak perlu memakai uang untuk membuat mereka menerima anak kita, laki-laki yang baik akan bersedia secara sukarela mempertanggungjawabkan apa yang dia perbuat! Tanpa harus kita yang memohon!"
Galih mendengus sinis. "Kami tidak serendah itu, Pak Danu ... tapi kami juga tidak mau dibodohi! Uang itu hanya ujian untuk menunjukkan seberapa serius kalian dalam menjalankan pernikahan ini, tapi ternyata semua ini hanya permainan penuh jebakan!"
Danu menggeram marah, "justru kami yang anda bodohi, Pak Galih! Padahal setelah pemilu saya akan mengembalikan uang itu secara utuh, tapi anda justru menuduh kami yang bukan-bukan!"
"Kami tidak bisa percaya pada omongan anda, Pak Danu! Saya tahu kebusukan Bapak—"
"Buktikan tuduhan anda, Pak Galih, atau saya akan laporkan anda karena telah membuat tuduhan palsu tak berdasar!"
Galih mendengus. "Tentu akan saya buktikan, tapi tidak sekarang! Yang jelas, untuk saat ini saya fokus pada pernikahan anak anda! Uang akan saya kembalikan, tapi pernikahan itu tidak akan terjadi! Keluarga Soeroso sekali lagi akan menghadapi aib besar!"
"Tunggu, Pak Galih! Mohon duduk lagi dan kita bicarakan baik-baik!" mohon Mila seraya berjalan kearah Galih, tetapi dicekal oleh Danu.
Galih melihat itu dan sedikit mengeluarkan senyum mencibir. "Kami permisi pulang! Uang akan saya transfer utuh setibanya di rumah!"
Galih menarik Evi keluar dari rumah Danu, menyisakan tatapan tidak percaya dan bingung keluarga besar Danu. Banyak yang menyayangkan sikap Danu sebab yang terpenting saat ini adalah kehamilan itu tertutup dengan sempurna.
"PLAK!"
Tanpa basa basi, Mila menampar Danu hingga wajah Danu berpaling ke samping.
"Sudah aku katakan untuk tidak ikut campur dalam urusan ini, Danu!" teriak Mila. Suaranya sangat keras sampai ruangan ini hanya dipenuhi suara Mila saja. "Kau urus saja urusanmu sendiri, Danu! Kau tidak tahu bagaimana rasanya menanggung malu dan dibicarakan semua orang, kan? Kau tidak pernah berjalan dibawah tatapan mencemooh orang kan? Aku pernah, Danu ... dan aku tahu bagaimana rasanya! Aku tidak mau anakku merasakan itu, Danu—aku tidak mau!" lanjut Mila histeris.
Mila bahkan tidak peduli jika hal ini disaksikan oleh keluarga besarnya. Pun Muliawan tidak habis pikir dengan apa yang Danu lakukan.
"Mila, cara menyelesaikan ini bukan dengan memakai uang! Kamu tau kan watak Galih seperti apa?" Danu bersikeras dengan prinsipnya. "Lagipula aku akan ganti dengan uang pribadiku! Uang itu uang panas—"
"Uang itu sama saja, Danu! Aku bilang hanya pinjam!"
"Mila—"
"Sekarang kamu pergi!" usir Mila seraya menunjuk pintu keluar rumahnya. "Pergi dari rumah ini sekarang juga!"
"Mila—"
"Jangan kesini sampai hari pernikahan Clara tiba!" lanjut Mila dengan dada kembang kempis naik turun menahan amarah. "Kau cukup hadir sebagai wali dari Clara nantinya! Semua akan aku urus tanpa perlu kau terlibat! Aku bisa sendiri tanpa kamu, Danu! Sekarang kamu pergi!"
Mila menyeret dan mendorong tubuh Danu menuju pintu depan. "Jangan kembali kesini sampai hari itu tiba! Jangan berani kamu bertindak diluar batas kamu, Danu!"
Danu menghela napas dalam-dalam. Ia memejamkan mata dan merasakan panas di sana. Ia benar-benar kalah.
Tapi mungkin ini caranya lepas dari Mila. Namun, Danu harus memikirkan ini matang-matang. Dia tidak mau terjebak dalam permainan politik lawan.
Danu meninggalkan rumah, tapi dia tidak tahu kemana. Ia mengemudi sembari melamun hingga ia sampai di pinggiran kota. Menatap hamparan sawah yang luas sembari merokok, meski gerimis sedang turun.
Danu melamun cukup lama sampai suara ponsel nya membuat Danu segera menjawabnya.
"Halo Mas Bupati," sapa Danu santun meski bupati menjabat usianya jauh lebih muda daripada dia. "Saya sudah tua, Mas ... banyak yang muda-muda, kok!"
Danu tersenyum getir. "Apa saya pantas, Mas?"
Benar, apa dia pantas? Mengatur keluarga saja tidak becus, masa harus mengatur rumah tangga satu wilayah.
"Baik, Mas ... sampai jumpa besok di kantor."
Danu segera mematikan panggilan dari Bupati, lalu berniat kembali ke mobil untuk tidur di kantor. Namun, seseorang yang ia kenal melintas dengan sebuah kantong kresek di tangannya.
"Pak—"
"Beby?!"
"Bapak ngapain disini?" tanya Beby heran. "Rumah saya di sana, Bapak nyasar, ya?"
Danu kaget. "Bukan—bukan!"
"Lah, bukannya Clara lamaran, ya? Kok Bapak disini?" Beby makin heran, apalagi Danu tampak menunduk dan kebingungan mencari jawaban.
Saat itu gerimis berubah menjadi hujan yang sedikit deras.
"Mau ke rumah saya, Pak? Sekalian saya nebeng!" Beby menutupi kepalanya dengan tangan. Siapa sangka akan hujan, jadi dia tidak bawa payung pas keluar beli bakso.
Danu terperangah tapi segera mengangguk. "Ayo, biar saya antar pulang!"
sampai Danu mencerailan mila dan clara sadar diri bahwa dia hanya anak sambung yg menyianyikan kasih sayang ayah sambungnya 💪
mila mila sombongnya tdk ketulungan sm Danu
merasa dulu cantik anak pejabat