Kisah perjalanan sepasang saudara kembar memiliki sifat yang berbeda, juga pewaris utama sebuah perusahaan besar dan rumah sakit ternama milik kedua orang tuanya dalam mencari cinta sejati yang mereka idamkan. Dilahirkan dari keluarga pebisnis dan sibuk tapi mereka tak merasakan yang namanya kekurangan kasih sayang.
Danial dan Deandra. Meski dilahirkan kembar, tapi keduanya memiliki sifat yang jauh berbeda. Danial yang memiliki sifat cuek dan dingin, sedangkan Deandra yang ceria dan humble.
Siapakah diantara dua saudara kembar itu yang lebih dulu mendapatkan cinta sejati mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Setuju Dengan Syarat
Kedatangan pak Edgar dan Danial kerumah pak Hendra kali ini memang tidak diketahui oleh mereka, karena pak Hendra tak memberitahu terlebih dahulu.
"Hendra ada bi?." Tanya pak Edgar begitu pintu dibukakan oleh asisten rumah tangga.
"Ada pak, silahkan masuk." Bibi mempersilahkan pak Edgar dan Danial masuk.
Kebetulan sekali pak Hendra sedang berada diruang tengah. "Edgar, kenapa nggak bilang dulu mau datang?." Tanya pak Hendra.
"Ada yang ingin aku dan Danial sampaikan." Jawab papa Edgar.
"Silahkan duduk." Papa Hendra mempersilahkan duduk. "Berdua saja?."
"Iya, kebetulan Kanaya lagi nggak enak badan. Ngomong-ngomong Meldy ada Hen?."
"Ada, sepeti nya dia lagi dikamar. Kamu mau ketemu sama Meldy?."
"Iya, ada yang ingin aku dan Danial sampaikan. Ini masalah pertunangan mereka." Jawab papa Edgar.
"Bi, bibi." Papa Hendra memanggil bibi.
"Iya pak, ada yang bisa saya bantu?." Tanya bibi begitu keluar dari dapur.
"Bi, tolong panggilkan Meldy di kamarnya ya."
"Baik pak." Bibi naik kelantai atas memanggil Meldy sesuai perintah tuannya.
"Non, ini bibi non." Bibi mengetuk pintu kamar Meldy.
"Kenapa bi?." Tanya Meldy sopan.
"Bapak meminta non Meldy turun, dibawah ada pak Edgar dan anaknya." Beritahu bibi.
"Danial? Ngapain dia?." Tanya Meldy.
"Bibi juga kurang tau non. Sebaiknya non Meldy segera turun, nggak baik buat orang menunggu."
Meldy akhirnya turun, ternyata memang benar. Diruang tamu Meldy melihat pak Edgar dan Danial disana. Meldy menatap Danial dengan tatapan tidak suka. Dia masih ingat kejadian di cafe waktu itu.
"Papa manggil Meldy?." Tanya Meldy.
"Iya, duduk dulu sayang." Lalu Meldy duduk disamping papa Hendra, berhadapan dengan Danial. "Om Edgar dan Danial katanya mau ngomong sesuatu sama kamu nak."
"Mau ngomong soal apa ya om?." Meldy sangat berharap maksud kedatangan pak Edgar dan Danial untuk membatalkan pertunangan mereka.
"Jadi begini Mel, om sama Danial sudah membicarakan lagi masalah pertunangan kalian dan Danial tak keberatan akan itu." Papa Edgar mulai berbicara.
Mendengar itu Meldy langsung menatap kearah Danial, meminta jawaban dari pria tersebut.
"Pa, om boleh Danial minta waktu berdua buat ngobrol sama Meldy?." Tanya Danial meminta persetujuan.
"Boleh, silahkan saja nak Danial." Jawab papa Hendra.
Danial mengisyaratkan agar Meldy mengikutinya, menarik pergelangan tangan Meldy seperti saat ini dia menarik Meldy disekolah. Danial membawa Meldy kekolam renang yang ada disamping rumah itu.
"Maksud lo apa sih? Kesambet dimana lo? Bisa-bisanya lo setuju sama pertunangan ini." Meldy langsung mengoceh.
"Diam dulu, makanya dengerin penjelasan gue sebelum tuh mulut ngoceh-ngoceh nggak jelas."
"Apa? Apa? Apa? Apa penjelasan lo?." Meldy sudah terlanjur kesal.
"Kita terima aja pertunangan ini...."
"Gila ya lo."
"Dengarin dulu gue ngomong. Emangnya lo punya cara buat batalin pertunangan ini?." Tanya Danial, Meldy menggeleng.
"Gue tadi udah coba bicara sama papa, tapi papa tetap kekeh sama keputusan nya. Gimana dong, tinggal 5 hari lagi."
"Gue punya ide, dan papa gue juga setuju."
"Apa?." Tanya Meldy berharap rencana Danial akan menguntungkan mereka.
"Nggak mungkin kita membatalkan pertunangan ini, kita terima aja. Tapi, kita ajuin syarat kalau selama masa tunangan ini kita nggak timbul rasa atau nggak saling nyaman, kita berhak membatalkan pertunangan ini dan nggak jadi nikah. Gimana?."
"Lo yakin?." Tanya Meldy ragu.
"Lo ada cara lain?." Danial balik bertanya.
"Nggak ada." Meldy menggeleng lesu.
"Cuma sampai kita lulus SMA. Habis itu kita tinggal bilang kalau kita nggak ada kecocokan, beres."
"Ya udah deh, gue ngikut aja. Mudah-mudahan aja ide lo ini berjalan lancar." Meldy hanya bisa pasrah mengikuti rencana Danial.
Setelah menemukan kesepakatan, mereka berdua kembali kedalam rumah, duduk dengan posisi yang sama dengan sebelum mereka izin ngobrol berdua.
"Danial sama Meldy setuju om, tapi dengan syarat....." Belum sempat Danial melanjutkan pembicaraannya, dipotong oleh papa Hendra.
"Om sudah tau. Tadi papa kamu sudah cerita. Om hargai keputusan kalian." Ternyata papa Hendra sudah tau semuanya dari papa Edgar.
"Jadi keputusan papa?." Meldy bertanya.
"Papa setuju, kalian bertunangan aja dulu. Kalau nggak cocok papa bisa apa, kalian bisa mengakhirinya." Jawab papa Hendra. Walaupun sebenarnya ada harapan besar didalam hatinya agar Meldy dan Danial kelak menikah. Tapi mau bagaimana, papa Hendra juga kasihan dengan Meldy dan Danial.
Setelah pertemuan itu papa Edgar dan Danial berpamitan, sedang Meldy dan papa Hendra kembali kekamar mereka. Baru saja menutup pintu kamar, dada papa Hendra terasa sesak. Berjalan tertatih sambil memegangi dadanya, papa Hendra berusaha meraih obat yang ada didalam laci meja nakas. Buru-buru meminum obat agar rasa sakit didada nya menghilang.
"Ya Tuhan, jangan dulu ambil nyawaku." Batin papa Hendra.
Membaringkan tubuhnya diatas kasur, berharap rasa nyeri itu segera hilang.
Meldy tak langsung tidur, membuka pintu balkon lalu berdiri disana. Membiarkan hembusan angin malam menerpa tubuhnya. Banyak hal yang sekarang ada dipikiran Meldy. Selain pertunangan yang menurutnya adalah hal paling bodoh itu, hal lain yang sangat menyita pikiran Meldy adalah sang papa. Entah kenapa, semakin hati Meldy merasa ada yang aneh dan hal besar yang disembunyikan papa Hendra. Sekeras apapun Meldy berpikir, dia tetap tak menemukan jawaban nya, bertanya langsung pun Meldy yakin papa Hendra nggak akan ngomong jujur.
Tanpa Meldy sadar, ternyata Melvin sudah berdiri disampingnya.
"Mikirin apa sih?." Tanya Melvin membuyarkan lamunan Meldy.
"Kakak? Sejak kapan kakak disini? Kok nggak ngetuk pintu dulu?." Tanya Meldy, biasanya Melvin kalau masuk kamarnya pasti akan mengetuk pintu terlebih dulu.
"Kakak udah ngetuk pintu, tapi kamu nggak nyaut. Kakak panggil-panggil kamu diam aja. Lagi mikirin apa sih?."
Meldy memutar tubuhnya menghadap Melvin. "Tadi kak Danial sama om Edgar datang ke sini."
"Terus?."
"Kak Danial ngajak aku untuk menerima pertunangan itu, tapi dengan syarat kalau selama itu kita nggak cocok, kita berhak mengakhiri nya."
"Bagus dong. Menurut kakak ide Danial itu tepat. Kalau kita membujuk papa membatalkan pun nggak akan berhasil."
"Jadi kakak setuju sama ide kak Danial itu?."
"Seperti yang kakak bilang tadi, itu adalah ide yang paling tepat. Jangan khawatir, ada kakak. Kakak orang pertama yang akan maju jika ada yang menyakiti kamu." Danial mengusap rambut adik perempuan kesayangannya itu.
"Terimakasih ya kak. Sekarang Meldy nggak perlu khawatir lagi."
Kelvin memeluk Meldy. "Jangan pasang muka cemberut itu lagi, kakak nggak suka. Adik kesayangannya kakak nggak kayak gitu. Meldy anak yang ceria."
"Iya kak."
"Sekarang tidur ya, besok kan harus sekolah."
Meldy menurut, setelah papa, Melvin adalah laki-laki kedua yang sangat dia cintai.
"Mimpi indah ya cantik." Kelvin menyelimuti tubuh Meldy, sebelum keluar Melvin mengucap kening adik nya itu.
"Mudah-mudahan kamu selalu bahagia dek. Kakak janji nggak akan ada orang yang bisa sakitin kamu. Kakak udah janji sama mama akan selalu melindungi kamu." Batin Melvin.