Yang Kamu Curi Takkan Jadi Milikmu

Bianca dan Widya masih terlihat takut, mereka bahkan berpegangan tangan dan berada sangat dekat satu sama lain, ketika di sebuah tempat yang sangat jauh dari kota, sebuah tanah lapang yang tak berpenghuni, di dekat sebuah tempat wisata yang sudah tidak terurus lagi. Raisa menyalakan api di koper dan satu kantong bekas dia membersihkan noda darah di lantai.

Byarrr

Api langsung membesar, karena Raisa menuangkan dua liter bensin di atas koper dan kantong sampah itu.

Raisa menjauh, dia tersenyum puas.

'Rasakan itu! siapapun yang membuat aku tidak senang, tidak akan berakhir baik!' ujarnya dalam hati.

Sementara kedua teman Raisa sudah mulai mual. Mereka sudah mulai mencium aroma daging yang di bakar.

"Bi, aku tidak tahan. Aku mau muntahh, aku akan ke dalam mobil!" kata Widya.

"Aku juga!" kata Bianca yang mengikuti Widya.

Sementara Raisa masih tampak enggan pergi. Dia memang harus memastikan kalau sampah di depannya itu, yang dia bakar dengan tangannya itu hilang dari muka bumi ini. Tak meninggalkan bekas sedikitpun, selain abu.

Dia bahkan memuji dirinya sendiri, Untung saja yang dia suruh Bianca dan Widya dari adalah premann di jalan. Yang jelas tidak akan ada yang mencarinya kalau matii. Sehingga itu mempermudah dirinya untuk lolos dari perbuatannya ini.

Raisa masih terus menatap ke arah api yang masih berkobar di depannya itu. Manik matanya juga memperlihatkan dengan jelas api yang berkobar itu. Sangat besar, sabar panas, dan bisa menghilangkan segala bukti kejahatan yang baru saja dia lakukan.

'Menghilangkan.... api ini bisa menghilang... Camelia!'

Tiba-tiba pikiran yang benar-benar jahat muncul di kepalanya. Dia berpikir, kalau api itu bisa menghilangkan jejak pria brengsekkk yang telah merusak kehormatannya itu. Bukankah itu artinya, api besar itu juga bisa menghilangkan jejak Camelia.

Wajah Raisa berubah, terlihat seperti sedang merencanakan sesuatu yang sangat mengerikan.

'Aku bisa membakarnya, dan aku yang akan jadi Camelia!' ucapnya dalam hati di akhiri dengan senyuman yang mengerikan.

**

Bianca dan Widya sekarang sedikit takut pada Raisa. Alih-alih menjadi teman seperti dulu, keduanya malah terkesan seperti anak buah Raisa yang bisa disuruh-suruh. Karena keduanya memang takut pada Raisa.

Awalnya, mereka pikir Raisa punya pikiran terbuka dan tidak suka di kekang. Mereka juga seperti itu. Sedikit jahat dan nakal. Tapi setelah peristiwa beberapa hari lalu itu. Bianca dan Widya pikir, Raisa bukan hanya sedikit jahat. Tapi sangat jahat dan mengerikan. Menghabisi tanpa rasa bersalah dan takut, bahan menghilangkan barang bukti dengan begitu mudah dan dengan cara yang sangat mengerikan. Membakarnya sendiri dengan mata terbuka. Seolah itu bukan mayat orang yang dia bakar. Tapi sampah, sungguh mengerikan.

Dan beberapa hari ini. Bianca juga Widya di tugaskan mencari dokter bedah plastik terbaik, dan sebuah klinik rahasia yang bisa melakukan operasi tanpa prosedur yang seharusnya.

"Sebenarnya apa yang mau kamu lakukan?" tanya Widya penasaran.

"Aku akan menjadi Camelia!"

Wajah Bianca dan Widya terperangah. Sampai seperti itu.

"Lalu bagaimana dengan Camelia yang asli?" tanya Bianca.

"Aku akan menyingkirkannya. Pagi ini kak Rayyan dan keluarganya pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis selama satu minggu. Itu waktu yang sangat cukup. Menyingkirkan Camelia!"

"Raisa, coba pikir. Kalau kamu singkirkan Camelia. Lalu bagaimana dengan ayah dan ibu kamu. Mereka pasti akan kehilangan kamu kan, mereka pasti akan mencari kamu, menyelidiki semua ini, mereka itu orang kaya, pasti..."

"Mereka akan menyelidiki, kalau mereka masih punya nyawa!"

Deg

Bianca dan Widya langsung diam. Ucapan Raisa itu sungguh membuat mereka shock. Tangan mereka mendadak menjadi dingin. Mereka mulai berpikir, mereka sudah berteman dengan seseorang yang salah. Kenapa Raisa sangat mengerikan.

"Sekarang kalian cari orang, aku mau melakukan.....!" Raisa menjelaskan rencananya pada Bianca dan Widya yang memang sangat menurut padanya.

Masalahnya, mereka sudah terlibat dalam satu kasus pembunuhann yang mengerikan. Kalau Bianca dan Widya tidak mau melakukan apa yang Raisa perintahkan, mereka takut. Mereka akan menjadi korban berikutnya.

**

Malam harinya, Raisa sudah berada di rumah. Keluarga itu menyambut Raisa datang dengan hangat seperti biasanya.

"Kamu pasti lelah nak, bersih-bersihlah lalu kita makan malam bersama!" kata Vania yang menyambut kedatangan Raisa.

"Jangan terlalu lelah, nak. Jika memang bisa ambil cuti, maka cuti saja dan pergi liburan sesekali!" kata Keanu menunjukkan perhatiannya.

"Iya ayah, ibu. Aku ke kamar dulu!" kata Raisa yang segera pergi ke kamarnya di lantai dua.

Namun ketika dia melewati kamar Camelia. Dia mendengar Camelia sedang bicara dengan Rayyan di telepon.

"Aku baik-baik saja, aku di jemput ayah saat pulang kuliah. Tidak di antar teman pria kok!"

[Sayang, aku akan sangat cemburu kalau teman pria yang mengantarmu. Aku sungguh ingin cepat menyelesaikan semua pekerjaan disini. Tidak bisa melihatmu secara langsung, membuat sesuatu dalam hidupku seperti ada yang hilang. Sayang, menunggu beberapa bulan lagi ini, lama sekali! aku ingin kamu menjadi istriku secepatnya, kita tinggal bersama. Aku bisa menatapmu saat bangun tidur, dan wajahmu yang aku lihat saat aku akan tidur. Aku sangat mencintaimu Camelia]

Camelia tersipu. Ucapan Rayyan memang selalu manis dan membuat hatinya selalu terasa hangat.

Sementara Raisa yang mendengar semua itu mengepalkan tangannya.

'Dasar menyebalkan! kenapa harus di speaker sih? mau pamer kalau kamu memiliki kak Rayyan. Lihat saja, malam ini aku akan menyingkirkan kamu untuk selamanya. Aku akan singkirkan kamu, dan kak Rayyan akan menjadi milikku!' batin Raisa yang langsung pergi ke kamarnya.

Ketika makan malam sudah hampir jadi, Raisa pergi ke dapur.

"Bi Minah, mana bi Emi?" hanya Raisa.

"Lagi bikin kopi non. Buat para satpam!" kata Minah.

"Oh ya, tolong ambilkan ponselku di ruang tengah dong bi. Aku lupa. Biar aku yang aduk sup ini!" kata Raisa.

"Baik non" sahut bi Minah tanpa curiga.

Dan begitu bi Minah pergi, Raisa segera memasukkan racun yang ada di tangannya ke dalam sup itu. Dalam jumlah banyak. Dia benar-benar ingin menghabisi semua orang yang ada di rumah ini. Karena sup itu nantinya juga akan di makan para pelayan.

'Matilah kalian semua!' ujarnya dalam hati.

"Non, tidak ada. Apa mungkin ponsel nona tidak berada di ruang tengah?" tanya bi Minah.

"Oh iya, mungkin di kamar. Aku akan ambil. Lanjutkan masaknya bi!"

"Baik non!"

Namun Raisa sama sekali tidak pergi ke kamarnya. Dia menghampiri bi Emi yang membuatkan kopi untuk para penjaga.

"Bi, biar aku yang antar ke pos satpam!"

"Wah, terimakasih non. Maaf merepotkan!"

Emi pikir, Raisa sedang membantunya. Padahal, dia sengaja membawa kopi itu ke depan, memasukkan racun itu baru dia menyuruh pelayan lain memberikannya ke para satpam.

Makan malam itu berlangsung seperti biasa, sangat hangat. Dengan tawa dan percakapan yang ringan.

"Raisa, kamu tidak makan sup nya?" tanya Vania.

"Aku sedang tidak ingin makan daging Bu!" jawabnya sambil tersenyum.

Senyum yang menipu semua orang. Senyum yang merupakan sebuah awal dari hal yang mengerikan yang akan terjadi pada keluarga Wiraatmadja.

***

Bersambung...