Wan Yurui terbangun kembali saat usianya masih belia. Ingatan di dua kehidupan itu melekat kuat tidak bisa di hilangkan. Satu kehidupan telah mengajarinya banyak hal. Cinta, benci, kehancuran, kehilangan, penghianatan dan luka.
Di kehidupan sebelumnya dia selalu diam di saat takdir menyeretnya dalam kehampaan. Dan sekarang akankah semua berbeda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepahitan dalam kenyataan
"Ayah, Ibu..." Zhi Jia berlari masuk kedalam aula utama.
Melihat putrinya datang Perdana menteri Zhi Dao melepaskan cengkeraman kuat di leher pria itu. "Jia er." Menarik tangan putrinya agar tidak mendekati Ibunya.
"Kenapa Ayah membiarkan Ibu berlutut di lantai? Lantai sangat dingin. Ibu bisa sakit." Gadis kecil itu mendekat kearah Ibunya lalu memeluknya kuat. Dengan suara lembut dia berkata, "Aku tidak menyalahkan Ibu. Tapi aku juga tidak ingin ayah sedih."
Suara putrinya memecahkan tangisan Nyonya Zhi. "Maafkan Ibu, ibu sudah mengecewakanmu." Memeluk kuat tubuh putrinya.
Dengan sangat pelan dan penuh kasih sayang Zhi Jia mengelus juga menepuk punggung Ibunya.
Melihat hal itu Perdana menteri Zhi Dao tidak lagi mampu menahan air matanya. Luka telah menancap dalam begitu juga kekecewaannya dengan istrinya. Setelah putrinya melepaskan pelukannya. Dia berkata, "Sekarang kamu bebas. Aku akan melepaskanmu dari kediaman yang telah menghambat keinginanmu."
Zhi Jia merangkul lengan Ayahnya. Meskipun usianya terbilang masih kecil. Namun dia sudah mengerti dan paham akan konsekuensi dari kesalahan yang Ibunya telah lakukan.
Nyonya Zhi menatap penuh penyesalan. Namun semua sudah tidak lagi bisa di benahi. Hari itu juga Perdana menteri Zhi Dao memberikan surat cerai. Nyonya Zhi juga harus menerima hukuman pengasingan karena penghianatan. Sedangkan pria mata-mata itu terus mendapatkan penyiksaan tanpa henti.
Dua hari setelah itu kediaman perdana menteri Zhi Dao menjadi lebih sepi dari biasanya. Banyak dari pelayan juga penjaga yang telah di tangkap karena identitas mereka terungkap sebagai mata-mata.
"Perdana menteri," ujar Wan Yurui memberikan hormatnya. Wanita muda itu mendapatkan penggilan dari perdana menteri Zhi Dao.
Pria yang pada awalnya duduk langsung bangkit. "Nona Wan, jika bukan karena anda nyawa warga kota tidak akan terselamatkan." Menundukkan kepalanya dengan kedua tangan di kaitkan di depan setara dada sebagai tanda ketulusan dan rasa terima kasih.
Wan Yurui menerima hormat itu dengan sedikit merendahkan tubuhnya.
"Nona Wan, silakan."
Wan Yurui duduk di salah satu kursi yang telah tersedia.
"Saya tidak bermaksud lancang. Namun demi keamanan untuk semua orang. Saya harus mencari identitas Nona Wan. Tapi sampai saat ini saya masih tidak bisa menemukannya. Informasi yang saya terima Nona Wan berasal dari Kekaisaran Jing," ujar Perdana menteri Zhi Dao.
Wanita muda itu tersenyum. "Benar. Saya putri pedagang biasa dari Kekaisaran Jing. Pada awalnya saya hanya berniat menyembuhkan kedua mataku dari kebutaan di kota tanpa peraturan. Namun takdir mempertemukan saya dengan putri anda."
Perdana menteri Zhi Dao mengangguk mengerti. Dia juga tidak ingin menjadi orang yang tidak tahu terima kasih. Terus mencurigai penyelamat putrinya juga orang-orang yang ada di kotanya. "Pelayan."
Enam pelayan wanita berdatangan membawa perhiasan yang cukup indah. Gaun penuh kilau terlihat di tangan mereka. "Semua ini sebagai rasa terima kasih saya kepada anda. Dan jika suatu saat nanti anda butuh bantuan. Saya siap untuk membantu."
Wan Yurui bangkit dari tempat duduknya. "Sebenarnya ada satu hal yang harus merepotkan Perdana menteri Zhi Dao." Senyuman tipis terlintas jelas.
"Nona Wan, anda bisa mengatakan."
"Saya ingin sebuah identitas agar bisa masuk sebagai perwakilan pemberian bantuan untuk pasukan Liangyu." Tatapan wanita muda itu sangat jernih.
Kedua alis Perdana menteri Zhi Dao menyatu. Dia diam untuk beberapa saat lalu berkata. "Baik. Dengan identitas sebagai keponakan saya. Nona Wan memiliki kewenangan untuk itu."
Wan Yurui tersenyum. "Perdana menteri tidak takut saya akan mengacaukannya?"
"Anda telah menyelamatkan putri saya. Bahkan tanpa memperdulikan dari mana anda berasal. Anda menyelematkan saya dan seluruh warga kota. Saya tentu yakin Nona Wan tidak akan mencelakai rakyat," saut Perdana menteri Zhi Dao yakin.
Wan Yurui memberikan hormatnya lalu melangkah pergi dari aula utama. Senyuman di wajahnya seperti melekat kuat tidak bisa lagi luruh. Wajah dalam ingatan itu masih terlintas jelas. 'Setidaknya aku ingin sedikit mendekat untuk beberapa saat.'
Benar saja seperti yang di janjikan Perdana menteri Zhi Dao. Kali ini perbekalan militer akan di berikan kepada pasukan Liangyu melalui perwakilan langsung yang telah di tunjuk. Yaitu keponakan perempuannya Wan Yurui. Pada awalnya para menteri daerah menentang keputusan itu. Namun siapa yang akan benar-benar menentang kebijakan yang di keluarkan oleh Perdana menteri mereka. Seperti ungkapan yang menyatakan pemegang kendali nyata adalah dia yang memiliki kekuasaan.
Di dalam kereta yang melaju Wan Yurui duduk santai mengenakan gaun dengan warna daun maple. Jahitan dedaunan berjatuhan terlihat timbul tenggelam. Sangat indah saat melekat di tubuh langsingnya. "Ayun, bagaimana penampilanku?"
"Nona selalu cantik seperti biasanya."
Wan Yurui tersipu malu.
Pelayan Ayun menatap penuh pertanyaan dalam benaknya. Saat Nona mudanya menatap kembali dia mulai mengungkapkan isi hatinya. "Jika Nona muda menyukainya. Anda bisa memberitahukan hal ini kepada Tuan besar. Tuan besar pasti akan memiliki cara untuk anda bisa menikah dengan orang yang Nona muda cintai."
Kedua mata indah itu menatap kearah luar jendela kereta. Dia menarik nafas dalam membiarkan udara segar masuk dan menjernihkan pikirannya. "Kita di takdirkan untuk saling berlawanan. Sekalipun air laut bertemu dengan air tawar. Kedua aliran itu tidak akan pernah bisa menyatu."
"Jika Nona sudah tahu akhir dari semua ini mengapa anda masih ingin pergi?"
"Ingatan di masa lalu seperti kepingan luka dan penyesalan yang tidak pernah bisa tersampaikan. Aku hanya ingin sedikit lebih dekat dan sedikit lebih lama berada di dekatnya. Sebelum langkah kembali pada jalan yang seharusnya." Wan Yurui menatap cahaya matahari yang bersinar terang di langit siang.
Pelayan Ayun menunduk ikut merasakan kesedihan Nona mudanya.
Suara angin terdengar menyapu pepohonan. Membuat dedaunan berjatuhan tepat di jalur yang mereka lintasi.
Dengan tenang Wan Yurui mengulurkan tangan kirinya keluar dari jendela kereta. Saat telapak tangannya menghadap keatas. Daun kering yang baru saja jatuh terbawa angin terjun bebas di atasnya. "Hanya kali ini saja. Biarkan aku mengikuti kata hatiku." Dia membiarkan daun melesat jatuh ketanah.
Sesampainya di pangkalan militer pasukan Liangyu, Wan Yurui keluar dari dalam kereta kuda. Dia berdiri diam di saat menatap Yu Xiao ada di hadapannya. Senyuman tipis itu seperti memberikan ribuan arti. Dia tidak menyuarakan isi hatinya. Namun gejolak itu seperti menekan kuat tanpa bisa di lepaskan dengan bebas.
"Nona muda," kata Pelayan Ayun yang sudah menunggu untuk membantu Nona mudanya turun.
Perlahan Wan Yurui turun lalu dia mendekat kearah Yu Xiao yang tetap diam dengan tatapan dingin. "Panglima Yu." Memberikan hormat.
Pria muda itu hanya mengangguk kecil memberikan tanggapan. Dia melirik kearah bawahannya, "Segera tangani."
"Baik."
Yu Xiao melangkah pergi tanpa memperdulikan kedatangan wakil yang di tunjuk langsung Perdana menteri Zhi Dao.
Ludah pahit di telan kuat Wan Yurui.
"Nona muda."
Wan Yurui menatap kearah pelayannya sembari menggelengkan kepalanya pelan memberikan tanggapan jika dia baik-baik saja.
Pelayan Ayun mengangguk mengerti.
pergi jauh jauh.....
jangan menempel sama mereka berdua.....