NovelToon NovelToon
Hello, MR.Actor

Hello, MR.Actor

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Duda / Cinta pada Pandangan Pertama / Pengasuh
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Be___Mei

Sebuah insiden kecil membuat Yara, sang guru TK kehilangan pekerjaan, karena laporan Barra, sang aktor ternama yang menyekolahkan putrinya di taman kanak-kanak tempat Yara mengajar.

Setelah membuat gadis sederhana itu kehilangan pekerjaan, Barra dibuat pusing dengan permintaan Arum, sang putri yang mengidamkan Yara menjadi ibunya.

Arum yang pandai mengusik ketenangan Barra, berhasil membuat Yara dan Barra saling jatuh cinta. Namun, sebuah kontrak kerja mengharuskan Barra menyembunyikan status pernikahannya dengan Yara kelak, hal ini menyulut emosi Nyonya Sekar, sang nenek yang baru-baru ini menemukan keberadan Yara dan Latif sang paman.

Bagaimana cara Barra dalam menyakinkan Nyonya Sekar? Jika memang Yara dan Barra menikah, akankah Yara lolos dari incaran para pemburu berita?

Ikuti asam dan manis kisah mereka dalam novel ini. Jangan lupa tunjukkan cinta kalian dengan memberikan like, komen juga saran yang membangun, ya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Be___Mei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hello, Mr. Actor Part 10

...-Aku pemeran utama, dan kau pengendali cerita-...

...***...

Pekat sang malam juga dingin yang mulai menggigit, perlahan mengundang rasa kantuk seorang Ayara. Setelah menyantap nasi goreng buah tangan Latif, ia hanya mengambil sepotong kue terang bulan, sekadar mencicipi sebab perutnya sudah terasa penuh.

"Sudah kenyang?" tanya Latif. Dia meletakan sendok di tepian piringnya, padahal makanannya belum habis.

"Hem," sahut Ayara. Ia tengah minum saat ini.

"Begini, Yara. Sebenarnya semua makanan ini aku beli pake duit kamu."

"Duit aku?" Perasaan tak nyaman mulai menghinggapi hati Yara. Dia meletakan gelas di depannya secara perlahan.

Sorot matanya mulai berubah, dia menatap Latif tajam. "Jangan banyak cing-cong. Duit apaan yang kamu maksud?"

"Anu ..."

Latif yang tergagap membuat Yara geram. Andai ini adalah cerita bergambar, sudah dipastikan telah keluar asap dan api dari hidung dan telinga gadis ini.

"Buruan cerita!" Ia menghardik Latif. Sungguh, emosinya mulai melonjak naik.

"Aku nggak berharap banyak setelah nyeritain yang sebenarnya. Tapi semoga aja aku masih bisa hidup," cicit Latif mengharap belas kasih Yara.

Padahal dia bersikap keras terhadap Latif karena ulahnya sendiri. Yara melengos mendengar perkataan Latif, dia seperti penjahat jika orang lain hanya menilai dari sisi paman gila ini saja. "Cerita aja dulu, kalau nggak keterlaluan aku pasti maafin kamu."

"Aku pinjem duit dari cowok yang tadi keluar dari rumah kita. Pake nama kamu, sebanyak 4 juta." Kakinya melangkah mundur, bersiap hendak melarikan diri.

Reaksi Yara yang nampak terdiam, membuat sang paman seolah kesulitan bernapas. Dia sangat tahu, puncak dari kemarahan sang keponakan adalah diam. Dan sekarang dia sangat yakin bahwa malam ini akan tidur di luar.

"Yara ..." ucap Latif pelan, sebab Yara masih saja diam meski waktu telah berlalu beberapa detik.

Sang keponakan masih betah dalam diam. Sejatinya dia menahan tekanan dalam batin.

"Yara! Ngomong dong! Aku minta maaf deh, aku terpaksa pinjem duit ke dia, aku sudah nggak punya duit."

"Ayara ..." Berjalan mendekati sang keponakan, Latif mendapat menolakan telak saat hendak membujuknya. Gadis ini beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam kamar, masih tanpa kata.

"Mati aku," bisik hati pria menjulang tinggi ini. Jika dipandang-pandang Latif cukup tampan. Tubuhnya bagus meski hampir tak pernah berolahraga. Di warung kopi lampu merah dia kerap menikmati kopi gratis dari penjaga warung itu, tentu karena pesonanya.

Mengetuk pintu kamar Yara berharap akan dimaafkan, pada kenyataannya Latif seperti bicara pada daun pintu saja, dia diabaikan.

Sementara itu, Yara yang sedang duduk di meja belajar sedang membuka buku catatan utang Latif. Selain pada Emran, Latif juga punya utang pada beberapa tetangganya. Dan sekarang dia berani berutang pada Barra, ayah dari anak didiknya. Dan sialnya, dia memakai namanya untuk mendapatkan pinjaman itu. Sungguh, rasanya malu sekali kelak jika berhadapan dengan Barra.

Dengan hati yang lelah, Ayara bergumam. "Latif ... aku nggak tau bakal jadi apa hidup kita. Selain jadi beban, kamu nggak punya kelebihan lain. Aku ragu kamu bakal jadi wali yang baik buat aku." Rasa putus asa mulai memeluk hati Yara. Dengan Latif yang memiliki sifat selalu ingin mendapatkan keuntungan dari orang yang dia kenal, Yara merasa harga dirinya sudah memudar. Sungguh, malam ini Yara merasa dirinya hanyalah ATM berjalan bagi sang Paman.

Hingga pagi menjelang, Latif masih menunggui Yara sembari bermain judi online. Selain bungkus cemilan dan minuman yang berserakan, meja ruang tamu semakin berantakan karena piring bekas mereka makan tadi malam masih teronggok di sana.

Ia tengah berselonjor kaki di sofa saat Ayara keluar dari dalam kamar. Ia membawa handuk yang tersampir di pundak.

"Yara, sudah bangun, Neng." Memanggil Yara hanya dengan menoleh sekilas, Latif sedang tegang menunggu hasil taruhannya di meja judi online.

Acuh tak acuh, begitulah sikap Yara saat ini. Dia masuk ke dalam kamar mandi tanpa peduli pada panggilan berkali-kali pamannya.

Dasar jurang kerjaan, Latif menunggui Yara di depan pintu kamar mandi, masih dengan gawai di tangan.

"Yes!" Ia berseru.

"Yar ... aku menang lho. Hari ini utangnya bakal langsung aku bayar. Jangan ngambek lagi, ya."

Selain gemericik air, tak ada suara lain dari dalam kamar mandi. Ya, Yara masih mendiamkan Latif.

"Neng ... liat nih, aku menang lagi." Ia memperlihatkan layar gawainya seraya mengekori langkah Yara, saat gadis itu keluar dari kamar mandi. Tertera di sana saldo yang dia miliki ada beberapa juta.

Memandang sekilas dengan ekor matanya, Yara masih tak berniat menanggapi perkataan Latif.

Brak!

Pintu kamar gadis ini tertutup sempurna tepat di hadapan Latif. Oh, sungguh habislah dirinya. Sepertinya ini memang puncak dari kesabaran Ayara pada tingkahnya.

Seperti bocah mengekori langkah ibunya, begitulah Latif pagi ini. Namun, benteng pertahanan Yara tak mudah runtuh begitu saja. Meski tak terbiasa melihat ruang tamu yang berantakan, Yara seolah buta. Ia membiarkan hal itu dan terus cuek pada Latif .

"Neng Yara!"

Panggilan Latif bagaikan angin lalu. Dengan motor matic miliknya, Yara berangkat ke sekolah tanpa menyiapkan sarapan untuk Latif.

Semilir angin pagi menambah kesepian di hati Latif. Dengan tatapan tak berdaya dia memandangi keponakan penyabarnya itu. Akh! Sekarang Yara sudah tak lagi sabar, dia sudah marah besar padanya.

Dengan langkah gontai kembali masuk ke dalam rumah, ternyata dia tak salah menduga. Tak ada makanan untuknya yang ditinggalkan Ayara.

Ini tak bisa dibiarkan. Dia tak tahan kalau harus diabaikan. Detik itu juga dia menghubungi Valery, mengharap akan mendapatkan bantuan.

"Heh, Latif gila! Kamu pikir Yara mesin ATM? Kamu cuma tau duit, duit dan duit kalau inget dia!"

Alih-alih mendapat sambutan hangat, telinga Latif rasanya panas menerima teriakan dari Valery.

"Aku bakal bayar hari ini kok utangnya. Kamu bantuin aku ngebujuk Yara, dong. Aku nggak tahan diceukin begini."

"Latif ... ayolah. Jangan bawa-bawa aku."

"Vale ... please!" seru Latif, "aku kapok. Aku janji bakal bayar semua utang-piutang aku mulai hari ini. Ya, bantuin, ya."

Entah kenapa, Valery seolah merasakan ketulusan dan kesungguhan dalam kata-kata Latif. Apa dia benar-benar takut diabaikan Ayara?

"Liat nanti deh, aku sibuk."

Tut ....! Tut ...!

Panggilan diakhiri begitu saja.

"Dasar sama-sama betina!" Latif merutuk ditengah gundah hatinya.

***

Utang, utang dan utang. Meratapi hidup yang tak jauh-jauh dari utang, Ayara mendadak tak napsu makan. Ditambah bekalnya hanya roti dengan selai kacang, itulah sarapan harian Yara yang membosankan.

"Ya Allah, sesekali ngeluh boleh nggak? Aku capek banget sama hidup ini."

"Kata Ayah nggak boleh mengeluh, nanti Allah marah."

Suara menggemaskan itu mengejutkan Yara. Dia sedang berada di taman sekolah kala itu, mencoba menikmati sarapan yang kesiangan sembari mengawasi anak-anak di sana.

Senyuman indah seorang Arum, mengajak bibirnya juga ikut tersenyum. Yara menarik pelan pipi seperti bakpao milik Arum seraya berkata. "Hei, kenapa datangnya tiba-tiba. Bunda kaget, lho."

"Hehehe ..., maaf Bunda." Cengengesan, Arum merasa bersalah telah mengejutkan Yara.

"Bunda tadi lagi ngomong sama langit, ya? Emang langit bisa denger?"

Ada-ada saja pertanyaan bocah manis ini, entah mengapa rasa sedih di hati Yara sedikit berkurang. Bicara banyak dengan Arum seperti hiburan untuknya, sebab ada saja obrolan yang membuatnya tertawa.

"Enggak, Bunda ..." Kalimat Yara terhenti. Rasanya percuma memberikan penjelasan panjang lebar pada Arum, bocah ini tak akan mengerti.

Alih-alih fokus pada Ayara yang kehabisan kata-kata, perhatian Arum tersita pada bekal milik Yara. Dia sudah makan, tapi melihat roti dengan selai kacang itu membuat selera makannya kembali muncul.

"Bunda, boleh Arum minta rotinya lagi? Satu aja," ujarnya. Jari telunjuknya terangkat setara dada saat meminta pada Yara.

"Boleh, dong. Tapi kali ini bukan selain coklat, tapi selain kacang."

"Selain kacang, emang kacang boleh dimakan?"

"Boleh, dong. Siapa bilang nggak boleh."

"Enak?"

"Iyalah. Nih, kamu coba." Yara menyuapi Arum roti selai kacang miliknya.

"Hemm, enak. Baru kali ini Arum makan selai kacang."

"Oh ya, kok bisa? Selai kacang 'kan enak."

Seraya mengangguk diiringi dengan gigitan lagi pada rotinya. "Iya enak banget. Tapi kaya Ayah, Arum nggak boleh makan kacang ..."

Belum usai ia bicara, Arum terbatuk seraya memegangi lehernya.

"Arum!" pekik Yara .

"Arum!" Bocah itu mendadak tak berdaya. Bagian pipinya muncul ruam merah, dan wajahnya seketika memucat.

Melihat Arum yang lemas tak berdaya dalam dekapan Ayara di atas tanah, para murid dan para guru langsung berdatangan.

"Arum kenapa, Yar?"

"Aku nggak tau, Vale. Dia lagi makan roti selai kacang sama aku tiba-tiba langsung begini."

Gita yang juga berada di sana mengecek potongan roti yang jatuh di atas tanah.

"Jangan-jangan Arum alergi kacang," ujarnya bergumam.

Para guru saling berpandangan sepersekian detik. Gita segera menggendong bocah itu menuju mobilnya. Secepat yang dia bisa Ayara mengikuti langkah Ibu kepala sekolah. Saat itu juga Arum dibawa ke rumah sakit.

Dalam perjalanan Gita menyuruh Yara menghubungi wali Arum.

Oh ya Allah, betapa rasa takut membuat tangan Yara bergetar. Tapi, apapun yang terjadi dia akan bertanggung jawab.

"Cepat, Yara!" sentak Gita. Jika terjadi apa-apa terhadap Arum, bukan hanya Yara yang berada dalam bahaya, dirinya juga.

"I-iya, Bu," sahut Yara tergagap.

...To be continued ......

...Terima kasih sudah berkunjung. Jangan lupa like, komen dan saran yang membangun, ya. ...

1
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Mau loncat aku! tapi langsung inget, abis makan bakso!
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Excellent!
Kamu seorang laki-laki ... maka bertempurlah sehancur-hancurnya!
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Kalo cinta dimulai dari menghina, ke depannya kamu yang akan paling gak bisa tahan.
Drezzlle
udah di depan mata, tinggal comot bawa pulang
Drezzlle
ya ampun, kamu kok bisa sampai ceroboh Yara
Drezzlle
betul, kamu harus tegas
Drezzlle
tapi kamu masih di kelilingi dengan teman yang baik Yara
Drezzlle
nggak butuh maaf, bayar hutang
ZasNov
Asyiiikk.. Dateng lagi malaikat penolong yg lain.. 🥰
ZasNov
Kak, ada typo nama nih..
Be___Mei: Huhuhu, pemeran yang sebenernya nggak mau ditinggalkan 🤣 Gibran ngotot menapakan diri di part ini
total 1 replies
ZasNov
Ah inget tingkah Jena.. 🤭
Be___Mei: kwkwkwk perempuan angst yang sadis itu yaaaa
total 1 replies
ZasNov
Gercep nih Gavin, lgsg nyari tau siapa Jefrey..
Yakin tuh ga panas Barra 😄
Be___Mei: Nggak sih, gosong dikit doang 🤣🤣
total 1 replies
ZasNov
Modus deh, ngomong gt. biar ga dikira lg pedekate 😄
ZasNov
Akhirnya, bisa keren jg kamu Latif.. 😆
Gitu dong, lindungin Yara..
Be___Mei: Kwkwkw abis kuliah subuh, otaknya rada bener dikit
total 1 replies
ZasNov
Nah, dewa penolong datang.. Ga apa2 deh, itung2 Latif nebus seuprit kesalahan (dari ribuan dosa) dia sama Yara.. 😄
Mega
Lakok isa baru sadar to, Neng Yara. kikikikikikik
Be___Mei: 🤣🤣😉 iso dong
total 1 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Piala bergilir apa pria bergilir?
Be___Mei: Piala mak
total 1 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Rada ngebleng nih.
Masa iya Yara bener mamanya Arum
Be___Mei: Biar ringkes aja pulangnya si emaknya Arum 😭 🙏🤭
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆: Masa?

kenapa harus angin duduk, Mak?
total 3 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Cihh pendendam banget
Be___Mei: Biasa mak, penyakit orang ganteng 🤣🤣
total 1 replies
Mega
Ya Allah ISO AE akal e
Mega: Aku punya pestisida di rumah 😏 boleh nih dicampur ke kopinya.
Be___Mei: Beban banget kan manusia itu
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!