Zoe Aldenia, seorang siswi berprestasi dan populer dengan sikap dingin dan acuh tak acuh, tiba-tiba terjebak ke dalam sebuah novel romantis yang sedang populer. Dalam novel ini, Zoe menemukan dirinya menjadi peran antagonis dengan nama yang sama, yaitu Zoe Aldenia, seorang putri palsu yang tidak tahu diri dan sering mencelakai protagonis wanita yang lemah lembut, sang putri asli.
Dalam cerita asli, Zoe adalah seorang gadis yang dibesarkan dalam kemewahan oleh keluarga kaya, tetapi ternyata bukan anak kandung mereka. Zoe asli sering melakukan tindakan jahat dan kejam terhadap putri asli, membuat hidupnya menjadi menderita.
Karena tak ingin berakhir tragis, Zoe memilih mengubah alur ceritanya dan mencari orang tua kandungnya.
Yuk simak kisahnya!
Yang gak suka silahkan skip! Dosa ditanggung masing-masing, yang kasih rate buruk 👊👊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Alicia
Semua siswa mulai beranjak dari kelas menuju aula. Suasana sekolah mendadak seperti arena pertunjukan. Gosip tentang “samg antagonis bodoh, tiba-tiba pintar” sudah tersebar di setiap sudut. Beberapa siswa tampak membawa kantong plastik berisi telur busuk, tomat yang hampir busuk, bahkan tepung dan air kotor dalam botol minum bekas.
“Gue udah siapin dua butir, nih,” bisik Jayden ke Arya sambil mengangkat kantong plastik kecil.
Arya cekikikan. “Gue bawa empat. Biar puas.”
Mereka semua tertawa. Suasana yang semula santai, kini berubah tegang dengan semangat yang tak sehat.
Alicia menggeleng dan berkata, "Jangan gitu, Kak. Meski kak Zoe berbuat salah. Kita gak boleh menghukumi dia."
Arya mendengus dan berkata, "Kamu gak usah belain dia. Kamu gak ingat, dia tadi jatuhin kamu di lapangan?"
Alicia menunduk, si kembar dan lainnya masih denial perkara di lapangan tadi. Mereka tidak percaya jika Alicia mencoba memfitnah Zoe.
Mereka percaya, jika Alicia benar-benar jatuh karena Zoe. Sungguh kebodohan hakiki 😮💨.
Zoe berjalan menuju aula dengan langkah tenang. Di sisi kirinya, Ryder berjalan dengan ekspresi dingin, sementara Valen dan Naya menyusul di belakang. Dari jauh, beberapa guru terlihat berbisik-bisik, namun tak berani menghentikan massa yang semakin beringas.
Tiba-tiba, seorang pria berjas rapi mendekat dengan langkah cepat. Ia membawa map hitam di tangannya.
“Zoe!” serunya, membuat beberapa siswa menoleh.
Zoe menghentikan langkahnya, menatap pria itu dengan tenang. “Pak Beno?”
Beno mengatur napasnya, lalu berkata sambil menyerahkan selembar surat, “Saya mewakili Tuan Joe Wiratmaja. Kami ingin memberitahukan bahwa biaya SPP kamu mulai bulan ini, kami kembalikan. Atas perintah langsung dari Tuan Joe.”
Beberapa siswa di sekitar langsung berseru, “Lihat, meski dia udah menyakiti Alicia, keluarga Wiratmaja masih saja bantu dia!”
Zoe tidak meladeni mereka. Ia menatap Beno lurus.
“Pak Beno, tolong sampaikan ke Tuan Joe … saya menolak,” ucap Zoe dengan suara tenang namun tajam. “Saya nggak butuh uang mereka. Dan saya nggak mau jadi bayang-bayang siapa pun.”
Beno tampak ragu. “Tapi Zoe—”
“Sampaikan saja, Pak. Saya akan bayar sendiri,” potong Zoe. “Saya nggak mau dinilai, gadis gak tahu malu.”
Ryder menoleh ke Beno, ekspresinya datar. “Sudah jelas kan?”
Beno hanya mengangguk pelan dan melangkah pergi, diiringi tatapan bingung para siswa yang mendengar percakapan itu.
Zoe kembali melanjutkan langkahnya ke aula. Saat pintu besar aula terbuka, pemandangan yang menyambut sungguh mencengangkan.
Aula penuh.
Bangku-bangku terisi. Banyak siswa berdiri di sisi-sisi dinding. Beberapa membawa ponsel, siap merekam. Di sudut ruangan, Jayden sudah membuka kantong telurnya. Dwiki berdiri dengan sebotol minuman bersoda bekas yang telah diisi air comberan.
“Gue nggak sabar lihat dia malu total,” gumam Arya sambil tersenyum puas.
Di atas panggung kecil aula, sudah disiapkan meja dan lembar soal baru. Ibu Lisa berdiri di sana bersama Pak Hartono dan beberapa guru lain.
Pak Hartono mengambil mic.
“Kita semua sudah berkumpul. Hari ini, Zoe meminta tes ulang … di depan umum. Kita beri kesempatan untuk membuktikan kemampuannya. Soal baru ini belum pernah diberikan sebelumnya, dan dibuat langsung oleh tim penguji. Kita ingin bukti, bukan asumsi.”
Beberapa siswa mencemooh. “Yaaah, paling juga pura-pura lagi!”
“Bawa contekan kali!”
Zoe naik ke atas panggung. Ia duduk tanpa berkata-kata. Ibu Lisa menyerahkan soal dalam map biru.
“Soal ini tingkatnya olimpiade nasional. Kamu punya waktu satu jam. Bisa mulai sekarang.”
Zoe hanya mengangguk. Ia mengambil pulpen, membuka lembar soal, dan mulai mengerjakan.
Hening.
Awalnya beberapa siswa masih bisik-bisik, tapi begitu melihat Zoe mulai menulis cepat terlalu cepat untuk soal matematika olimpiade keraguan mulai muncul.
Lima menit berlalu.
sepuluh menit.
Lima belas menit.
Zoe berhenti menulis. Ia menutup pulpennya, lalu berdiri dan menyerahkan lembar jawabannya ke Ibu Lisa.
“Sudah, Bu.”
Semua siswa mendadak ribut.
“Apaan? Baru juga lima belas menit!”
“Pasti curang!”
“Dia pasti bawa contekan!”
Ibu Lisa menatap Zoe sejenak, lalu membawa kertas itu ke mesin pemindai koreksi milik sekolah. Di layar besar yang terhubung dengan proyektor, hasilnya perlahan muncul.
Nilai: 100 dari 100
Keterangan: Jawaban sempurna. Semua benar. Waktu tercepat sepanjang rekor sekolah.
Aula seketika hening. Tak satu pun suara terdengar. Bahkan Jayden menjatuhkan telur di tangannya. Dwiki mematung. Arya dan Arvan perlahan menurunkan tangan mereka yang tadinya siap melempar.
Zoe berdiri menghadap seluruh siswa.
“Kalian bilang gue cuma menang nama. Kalian siap lempar gue karena ngerasa gue cuma modal uang dari keluarga Wiratmaja.”
Ia memandang satu per satu, terutama ke arah Levi dan si kembar.
“Sekarang kalian udah lihat sendiri. Masih mau bilang gue curang?”
Levi membuka mulut, tapi tak ada suara yang keluar. Ia hanya bisa menunduk.
Zoe menarik napas. “Ini bukan tentang nama Wiratmaja. Ini tentang kalian yang terlalu cepat menilai orang. Dan terlalu sombong buat lihat kenyataan kalau orang yang kalian remehkan ternyata lebih dari yang kalian kira.”
Ryder menepuk tangan pelan. Satu ... dua ... lalu Valen ikut. Beberapa siswa yang awalnya diam, ikut bertepuk tangan.
Tepuk tangan itu membesar. Menggema. Mengalahkan semua ejekan yang tadi bergema sebelum ujian dimulai.
***
Seluruh sekolah geger. Kabar tentang Zoe yang menjawab soal olimpiade nasional dengan sempurna menyebar secepat kilat. Dari kelas IPS sampai IPA, dari kantin hingga lapangan basket semua membicarakan satu hal.
Zoe bukan hanya cerdas, dia jenius.
"Lo lihat sendiri tadi kan? Dia ngerjain soal itu cuma lima belas menit!" seru Fira, siswa kelas 11 IPA.
"Seratus poin. Gokil! Gila banget!" tambah Dani sambil membuka-buka postingan Story yang sudah viral di akun gosip sekolah.
Sementara itu, di sisi taman belakang sekolah yang sedikit lebih tenang, Alicia berdiri diam di dekat pohon besar. Tangannya mengepal kuat. Matanya menatap lurus ke arah aula yang mulai sepi, namun pikirannya berputar cepat.
Tak ada senyum manis di wajahnya. Tak ada lagi rona polos seperti biasanya. Yang tersisa hanyalah kerutan di dahi dan tatapan gelap di balik pupil matanya.
“Kenapa bisa begini?” gumam Alicia pelan.
Tangannya yang menggenggam rok seragamnya mulai bergetar.
“Bukannya ... dia harusnya tetap bodoh ... seperti yang ada di mimpiku?”
Ia menggigit bibir bawahnya, frustrasi. Dalam mimpinya selama ini, Zoe selalu gagal. Zoe selalu dijauhi, ditertawakan, bahkan diusir dari sekolah karena kebodohannya. Dalam mimpinya Zoe tidak pernah bersinar.
Alicia mengingat jelas, malam itu ia bermimpi Zoe dipermalukan di depan semua siswa karena tak bisa menjawab satu pun soal. Ia bahkan sempat tersenyum puas saat bangun tidur pagi ini.
Tapi kenyataan? Justru berbalik total.
Ya, selama ini Alicia selalu mengikuti semua apa yang terjadi dalam mimpinya seolah seperti alur yang telat diatur sedemikian rupa. Dari saat dia, ketahuan ternyata putri keluarga kaya dan tertukar dengan Zoe yang selalu membullynya.
ayo Thor lebih semangat lagi up-nya 💪 pokoknya aq padamu Thor 🤭