Satu hubungan rumah tangga yang di harapkan oleh istri, menjadi tempat nyaman dan tentran tapi ternyata yang dia rasakan sebaliknya. Akan kah sang istri mendapatkan kebagian dalam rumah tangganya, dari suaminya, atau bahkan di dapatkan dari orang lain.
Bab 10
“Adik kamu kenapa mas “
Briel hanya tersenyum tapi tatapan tetap
memandang Liora tajam.
“Gak pap sayang, dia cuman kaget aja aku bawa perempuan pulang. Soalnya selama ini gak pernah, cuman kami satu satunya “
dengan bibir yang terangkat sebelah menyetak senyum licik
Liora hanya diam tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia berlari masuk ke dalam, lalu membantung pintu, lalu keluar lagi membawa jaket dan kunci mobil serta ponselnya.
Melewati Briel dan Kayla yang dia
memperhatikannya.
Saat Liora hendak membuka pintu suara
rendah Briel terdengar seram.
“ jangan sampai aku kelewatan batas, Ra “ ucapnya dingin
Liora hanya menoleh sebentar dengan muka marah padam, lalu membantung pinty dengan kuat.
BRUAAAKKK
“Mas…,” ucap Kayla memandang bingung ke Briel
Briel masih memandang pintu dengan kesal, tangan yang ada di pundak Kayla meremas kencang menyalurkan emosi dalam dirinya.
“Auuhh…. Mas sakit “ rintih Kayla
Briel seolah baru tersadar
“ Maaf…. Maaf Sayang “ ucapnya mengelus bahu Kayla
“Dia siapa sebenarnya mas, kenapa kalo cuman adik kamu dia keliahatan marah banget “ tanya Kayla lagi
Briel tersenyum meyakin kan.
“ karna dia belum kenal kamu aja sayang, mangkanya dia fikir kamu orang jahat kali. Udah ah ayok “ Briel mengajal Kayla ke
kamarnya.
—————
Sekuat tenaga Liora menahan tanggus saat menuruni lift, dan ketika dia sudah sampai di dalam mobilnya.
Air mata sudah tidak bisa lagi dia bendunh, dia menanggis sejadi jadinya bahkan berteriak histeris.
Liora berkendara tanpa arah, sengan air mata yang tidak bisa ia hentikan. Sampai tiba -tiba kendaraan itu membawanya ke taman kota, dia keluar dari mobilnya berjalan ke arah
tengah - tengah taman dan duduk menyendiri di sana.
Jam sudah menunjukan pukul delapan malan, rintik rintik air hujan mulai membasahi
tubuhnya. Tapi Liora sama sekali tidak bergeming, hingga hujan benar benar turun deras dan sangat deras bercampur kilat petir yang menggelegar.
Beberapa orang yang masih ada di area situ hanya melihat Liora heran, tapi tidak ada yang berniat mendekat.
———
Di sisi sini
Bhima yang baru saja hendak keluar untuk nongkrong bersama teman teman nya, yang juga terjebak hujan deras itu.
“ sial, kenapa bisa tiba- tiba hujan gini sih. Perasaan tadi terang benderang “ gumamnya di balik kemudi setir
Tin
Tin
Tin
Suara klakson mobil bersahut sahutan karna cuaca yang buruk di serta hujan lebat.
Mobil yang di kendarai oleh Bhima berjalan pelan seperti semut di karnakan macet total.
Saat di dekat taman kota mata Bhima menoleh ke luar jendela mobil, pandangannya terarah ke sosok perempuan yang menunduk duduk di bangku panjang tengah tengah kota. Rambut panjangnya terurai basab dengan pakaian yang basah kuyup di terpa hujan.
Suara petir yang sahut menyahut menyambar tidak membuatnya bergeming dari sana.
“ tu cewek gila apa gimana “ gumam Bhima keheranan.
Mobil Bhima bergerak menjauh area itu….
Tapi di tengah jalan sebelum mencapai tujuan pikirannya yang daribtadi tidak bisa tenang, memikirkan perempuan asing yang di taman kota tadi terus berputar.
“Ánjíńg “ umpatnya kasar memukul setir
Tanpa aba aba mobil Al memutar balik, melawan arah tujuan nya.
Entah dorongan apa yang membuat Al
berbalik arah.
Sesampainya di sana Bhima menoleh ke arah tempat duduk di taman kota itu, di lihatnya perempuan yang tadi duduk masih sama sekali tisak berubah posisi, masih menunduk diam di tengah tengah guyuran hujan yang cukup
deras.
“ ßangśat tu cewek “ desisnya
Saat sudah sampai di parkiran area sana,
Bhima menoleh kebelakang berjaln melewati kursi penumpang sampai di bagasi mobilnya, mengambil payung yang memang di
sediakan olehnya di sana.
Lalu kembali lagi bagian pengemudi dan membuka pintu nya berjalan di bawah payung ke arah perempuan yang tadi di lihat nya masih terduduk diam di tengah tengah derasnya
hujan yang tidak berhenti.
Saat sudah dekat Bima
“ woi, lo gila ya. Ngapain lo duduk diem di
tengah hujan deres kayak gini. Seenggak nya lo kalo mau bunuh diri di tempat yang sepi. Bikam tempat yang ngundang orang buat kasihan sama lo. Áñjing “ umpatnya kasar
dengan suara yang sedikit berteriak agar suara nya tidak terbawa angin hujan.
Perempuan itu masih tisak bergeming masih setia memandang arus air hujan di hadapan nya.
“ woi, lo denger gue gak “ teriak Bhima menyibak rambut wanita yang di ajaknya bicara tapi sama sekali tidak merspon.
Bhima sedikit berjongkong menopang badannya dengan satu kakinya, sedangkan satu
tangan nya memegang payunh satunya menyibak rambut yang menutupi muka
perempuan yang asa di hadapannya itu.
Matanya menyipit, lalu terbelalak.
“ Liora “ ucapnya kaget.
Payunh yang di pegangnya langsung terjatuh dan menangkup kedua pipi Liora menghadap kan nya ke arahnya.
Liora hanya diam seperti orang linglung, bahkan wajah cantiknya terlihat sangat pucat.
Bhima mengelus dahi hingga pipi Lioea dengan satu tangannyamenyingkirkan helai
helaian rambut dan, mengusap air hujan yang masih membasahi muka cantik itu. Sedangkan satu tangan nya masih menyangga muka Liora,
“ Liora lo kenapa? “ tanya nya panik
Namun Liora hanya diam tidak membalas, hanya memandangi Bhima dengan tatapan kosong.
Bhima mengguncang pelan tubub Liora
“ Ra “
“ Ra “
“ Ra “
Ucapnya tapi tidak juga ada satu kalimat pun yang keluar dari mulutnya.
Tanpa peringatan Bhima membopong Liora dengan kedua tangan nya, mereka berdua
berjalan dengan basah kuyup di tengah guyuran hujan yang masih turun.
Sampai di sisi mobilnya, Bhima membuka pintu mobil tanpa menurun kan Liora.
Liora di dudukan di kursi penumpang seblah
nya dengan sangat pelan dan hati- hati.
“ ßrengsék “ umpatnya kasar setelah menuntup pintu penumpang dan jalan memutari
mobilnya lewat depan.
Saat sudah di dalam mobil Bhima mengambil jaket yang ada di kursi belakang lalu
menyelimuti tubuh Liora dengan itu, sedangkan Bhima membuka kaosnya dan melempar ke belakang lalu mengambil kaos yang masih bersih di totebag yang di siapkan di belakang.
Tanpa suara apapun hanya sesekali Bhima mengumpat lirih, namun tidak ada tanggapan dari Liora.
Setelah memakai kaosnya Bhima menoleh sebentar ke arah Liora.
Wajah cantik yang pucat pasi dengan tatapan kosong, entah kenapa itu membuat dada Bhima seperti tersayat sayat dengan belati yang sangat tajam.
“Ańjïng, ßàngśát, ßréngśèk “ umpatnya lagi memukul setir itu dengan kedua tangannya.
Pandangan Bhima berubah dingin dan tajam, seolah ingin membüńùh siapapun yang ada di hadapannya.
Liora masih diam tidak bergeming.
Bhima menyetater mobilnya melajukan dengan kecepatan tinggi.
Satu tangan nya mengambil ponsel yang di tibggal di dasbhore mobilnya tadi, mencari kontak seseorang di sana.
Tut
Tut
Tut
Bunyi panggilan terhubung.
“ Hallo “