NovelToon NovelToon
Ketika Cinta Harus Memilih

Ketika Cinta Harus Memilih

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Poligami / Cerai / Cinta pada Pandangan Pertama / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:76.5k
Nilai: 5
Nama Author: Buna Seta

Cinta bertepuk sebelah tangan sungguh menyakitkan hati Nadila Putri. Nyatanya Abdullah cinta pertamanya justru mencintai wanita lain yaitu Silfia Anwar.
Nadila pun memilih pergi meninggalkan mereka demi persahabatan.

Nadila memilih bekerja di UEA menjadi tkw, tetapi belum ada satu tahun kedua orang tuanya menyuruhnya pulang. Namun, tidak Nadila sangka ketika tiba di Indonesia justru dijodohkan dengan Abdullah.

Apakah Abdullah akan menerima Nadila? Lalu bagaimana nasib Silfia. Kita ikuti kisahnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

"Antar Dila ke kamar Mar" perintah Abdullah kepada Martini, ternyata ia art yang membersihkan rumah. Tinggal di perkampungan yang tidak jauh dari kediaman Abdullah.

"Mari Non" Martini ambil alih gagang koper yang Dila pegang. "Non ini siapa, ya?" Martini ingin tahu karena tidak biasanya majikannya membawa wanita ke rumah.

"Saya istrinya Kak Abdullah, Mbak" Dila tersenyum. Ia menatap art itu sepertinya baik, tentu saja bisa dijadikan teman.

"Oh... ternyata Tuan Abdullah sudah menikah to" Martini manggut-manggut. Tiba di kamar, Martini bermaksud membereskan pakaian Dila, tapi Dila menolak. Ia masih trauma tempo hari ketika baju yang sudah di susun oleh Munah, tapi dengan tega Abdullah menyuruh mengeluarkan kembali.

"Kalau gitu saya permisi, Non" Pamit Martini karena dia bekerja pulang pergi.

"Iya, Mbak, terima kasih" Dila duduk di sofa kamar, mencari nomor Ibu lalu video call memperlihatkan kamar itu bahwa ia sudah berada di Jakarta.

"Kamu hati-hati sayang, semoga kalian hidup rukun" doa bu Aminah, dan juga pak Umar.

"Aamiin..." pungkas Dila. Setelah menyimpan handphone ia melihat-lihat seisi rumah, terdapat tiga kamar tidur, di antaranya yang ia tempati.

Ketika tiba di depan kamar yang paling besar, Dila berhenti, sandal rumahan yang selalu Abdullah pakai berada di depan pintu. Tentu saja itu kamar utama yang digunakan Abdullah.

Sepi di rumah itu, hingga siang hari tidak ada yang bisa Dila lakukan. Ia membuka kulkas, niat hati ingin memasak, tapi lemari pendingin tersebut tidak ada isinya. Mendengar langkah kaki seseorang, Dila menutup kulkas. Menoleh ke arah Abdullah dengan ekpresi datar melewatinya begitu saja.

"Mau kemana Kak?" Tanyanya ketika Abdullah akan keluar rumah.

"Cari angin" jawabnya pendek.

Dila hanya bisa memandangi Abdullah dari pintu ketika mengendarai motor, menjauh dari rumah. Dia bawa santai saja setiap kata ketus yang dikatakan Abdullah.

Sofa yang tidak kalah empuk seperti milik mertua, Dila duduk di sana. Tangannya ambil remote yang tergeletak di tempat itu, lalu menyalakan televisi. Hanya sekitar sepuluh menit menonton, tetapi ketiduran. Wajar saja, sebab selama dari UEA hingga sekarang, Dila terlalu lelah dan kurang tidur. Bagaimana tidak? Bapak sakit harus mondar mandir ke rumah sakit, setelah mendingan kemudian mengurus pernikahan, hingga selesai menikah pun sang suami membuatnya setres hingga tidak bisa tidur.

Malam harinya, perut Dila terasa lapar, bisa saja ia membeli makanan, tapi sisa uang yang ia pegang harus diirit-irit. Hasil bekerja di UEA sudah terkuras habis untuk pengobatan bapak dan juga untuk keperluan lain, hingga atm pun limited edition.

Ting tung ting tung!

Terdengar bel dari luar, Dila segera membuka pintu, siapa lagi jika bukan Abdullah yang datang.

"Ini buat kamu" Abdullah memberikan kantong plastik berwarna merah.

"Apa ini, Kak" Dila mencium aroma wangi masakan rasa laparnya bertambah.

"Buka saja..." Abdullah meletakkan bokongnya di kursi lalu membuka sepatu.

"Wah, terima kasih Kak" Dila tersenyum menatap Abdullah, lalu duduk berhadapan dengannya. Walaupun galak, rupanya Abdullah perhatian juga.

"Saya membelikan makanan itu, bukan berarti perhatian sama kamu, tapi jika kamu sakit karena kelaparan, saya pasti disalahkan orang tua kamu." kata Abdullah tidak enak di dengar Dila.

"Astagfirullah..." Dila meletakkan plastik di atas meja dengan perasaan kecewa. "Saya tidak jadi makan Kak, makan-makanan dari orang yang tidak ikhlas memberi, bukannya menjadi daging, tapi justru mual!" Dila meninggalkan pria itu ke kamar dengan perasaan sedih. Rasa lapar pun hilang tanpa makan.

"Besok aku harus mencari kerja" Dila bertekat. Ia tidak akan mengandalkan pria pelit macam Abdullah, bisa-bisa ia benar-benar mati kelaparan.

Malam itu juga, Dila mencari lowongan kerja di Internet. Salah satu usaha catering yang tidak jauh dari tempat itu membutuhkan karyawan. Tidak mau kehilangan kesempatan, Dila melamar pekerjaan tersebut. Apapun pekerjaan itu, yang penting halal.

Jika hanya diam di rumah ini, tidak akan memecahkan persoalan. Masih banyak yang harus Dila pikirkan, walaupun biaya berobat Ahmad yang menanggung, tapi untuk biaya sekolah Najwa, memenuhi kebutuhan ibu karena bapak sudah tidak mencari uang, itu menjadi tanggung jawabnya.

Pagi itu, Dila sudah mandi, membuka jendela kamar, tatapan mantannya tertuju kepada penjual sayur keliling yang melintas di depan rumah.

"Bang, tunggu..." ucap Dila dari jendela. Begitu penjual sayur pria berhenti, ia ambil dompet lalu berlari ke luar.

"Mencari apa Dek? Daging sapi, ayam, ikan, semua masih komplit" penjual sayur menawarkan dagangannya.

Dila hanya tersenyum, lalu memeilih seikat kangkung segar, sepotong tempe, dan bumbu pelengkap. Dila tidak tahu jika di jendela kamar yang lain, Abdullah memperhatikan dirinya.

"Berapa Bang?" Dila membuka dompet, walaupun isinya penuh, tapi pecahan.

"Dua puluh ribu, Dek" penjual sayur memasukkan belanjaan ke dalam plastik.

"Belanja Non?" Martini yang baru tiba merapat ke pinggir gerobak sayur.

"Iya, Mbak" Dila pun masuk bersama Martini, sambil berjalan mereka ngobrol. Ketika tiba di ruang tamu, nasi box yang Abdullah belikan tadi malam masih di tempat itu.

"Nasi siapa ini, Mbak?" Martini memandangi kotak tersebut, tidak berani memegang.

"Oh, tadi malam Kak Abdullah membeli makan malam untuk saya, tapi keburu ngantuk. Tolong buang saja Mbak, pasti sudah basi." Dila menjawab lugas.

Di depan pintu kamar, Abdullah yang akan keluar pun berhenti, mendengarkan percakapan Dila dengan Martini.

"Saya coba ya, Non" Martini membuka kotak makanan yang terlihat menggiurkan itu lalu sarapan dua kali, padahal di kontrakan sudah makan bersama suami. "Belum basi kok, Non" lanjutnya sambil mengunyah.

"Makan saja, Mbak" Dila ke dapur merendam tempe dengan bumbu, lalu memotong-motong kangkung. Sebelum menggoreng tempe, Dila membuat kopi untuk suaminya terlebih dahulu. Di minum sukur, tidak diminum tidak akan kecewa.

Selanjutnya menggoreng tempe dan menumis kangkung, setelah matang membawa ke meja makan.

"Mbak, kita sarapan, dulu" ujar Dila tapi tidak tahu Martini sedang di mana.

Martini menghentikan pergerakan tangan yang sedang menyapu. "Saya sudah makan nasi box tadi Non, enak banget" jawabnya dari kejauhan.

Seorang diri, Dila mengisi perutnya. Ketika sedang asik makan, Abdullah lewat di depannya, tapi Dila fokus dengan makanan. Ia tidak mau menawarkan masakan sederhana itu, beruntung kalau mau, jika tidak, pasti akan mencela dan merusak selera makan Dila.

Pria yang sudah rapi, hendak berangkat ke kantor itu pun berhenti menatap meja makan. Mungkin karena menghirup aroma kopi. Tidak mau tahu siapa yang membuat, ia duduk lalu menyeruput kopi tersebut.

Dila tidak mengucap sepatah katapun lalu membawa piring yang sudah kosong ke dapur.

Hari berganti, tiga hari kemudian Dila mendapat panggilan kerja dari catering. "Alhamdulillah... ya Allah..." Dila bersyukur. Dengan semangat ia bersiap-siap lalu berangkat.

"Mau kemana kamu?" Abdullah yang masih berpakaian santai, menatap Dila yang berjalan tergesa-gesa keningnya berkerut.

"Saya mau kerja."

"Kerja?!" Abdullah bertanya ngegas.

"Iya, memang kenapa kamu kaget? Bukankah kamu sendiri yang membuat peraturan, jika kita bebas melakukan apapun tidak akan ada larangan?"

Pungkas Dila lalu pergi, meninggalkan Abdullah yang hanya mematung di samping meja makan.

...~Bersambung~...

1
Rina
Semoga wanita yg baru datang itu gak menambah beban Dila ya 🫢🫢🫢
Kasandra Kasandra
lanjut
Atalia
pokoknya harus ceria Dilla dari Abdullah kasian banget 😭😭😭😭
pokoknya ditunggu banget kelanjutannya author
flower
semogga bisa di kabulkan pembatalan pernikahan nya...
betriz mom
author pinter banget setiap akhir selalu menggantung bikin penasaran 🙏🤭
Azkia Amalia
up
sudarti darti
lanjut Thor ttp semangat berkarya
sudarti darti
mbak Faizah kah yang datang
@alfaton🤴
Dilla benar kata ibumu Dilla.....kamu sudah ada restu dan diijinin tuk bercerai.........dan jangan ada dendam biar Allah yang membalas semua kejahatan yang kamu terima.....pelan tapi pasti......semangat Dilla .....jodohmu sudah menanti 😍😍😍
🌷💚SITI.R💚🌷
smg kamu bisa kembali bebas bisa membahagiakan ke dua orang tua kamu ya dila, aku ikut sedih smg yg datang faiz ya bukan wanita munafik sm suamiy
@alfaton🤴
semoga orang baik yang menyapa bukan ibu mertuanya semangat Dilla
🙃 ketik nama 💝🎀🌈🌴
lanjut kak...

semngattttt
neng ade
siapa wanita yang menyapa Dilla??
neng ade
udah terbongkar semuanya.. sekarang Dilla tau kalau ginjal bapak nya udah di sumbangkan pada papa mertua..
neng ade
syukurin kamu Silfia.. sok banget tingkah mu mu itu
neng ade
itu pasti si Silfia yang datang.. permainan segera dimulai..
Retno Harningsih
lanjut
darsih
JD penasaran SM cerita nya
mery harwati
Faiz, kamu datang tepat waktu, saat keluarga Abdullah sudah pulangke Bogor, bukan langsung menemui orang tua Dila & menyerahkan Dila baik² pada orang tuanya, tapi malah Dila yang menceritakan RT nya tanpa didampingi keluarga Abdullah, habis manis sepah dibuang, setelah pengorbanan ginjal bapaknya Dila
Faiz, sementara ajak Dila ke rumah orang tuamu agar Dila menemukan kebahagiaan & kedamaian dirinya & keluarganya
Jengendah Aja Dech
❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!